Saya ibu dari dua anak yang masing-masing berusia 11 dan 7 tahun, si sulung laki-laki dan adiknya perempuan. Dalam segala hal saya berusaha berlaku adil pada keduanya. Tapi sepertinya suami saya tidak bisa seperti itu. Dari semula suami saya memang mendambakan anak laki-laki, dan ketika si sulung lahir, dia terlihat sangat bahagia. Sepulang dari kantor, secapek apa pun, dia selalu mengajak bermain. Sampai sekarang, kalau dia sedang tugas ke luar kota pun selalu "jagoannya" yang dicari. Akibatnya si sulung ini benar-benar jadi anak papa.
Sementara pada si bungsu yang perempuan, sikap suami tidak demikian. Di mata saya wajarlah kalau adiknya lebih rewel, karena seringkali kakaknya memang nakal. Kalau sudah menggoda adiknya dia tidak akan berhenti sampai adiknya menangis. Kalau si adik minta "perlindungan" dari papanya, suami malah menyuruhnya mencari saya, "Sana sama Mama saja."
Dulu saya tidak begitu memperhatikan perbedaan sikap tersebut. Saya baru kaget waktu kemarin mereka berdua terima rapor. Ranking si kakak memang (selalu) lebih bagus daripada adiknya. Ketika saya tanyakan hal itu pada adiknya, dia malah menangis dan mengatakan saya sudah tidak sayang lagi padanya. Menurutnya, saya sudah berubah seperti papanya yang hanya sayang pada si kakak. Saya kaget sekali, Bu, dia bisa bicara seperti itu.
Berhari-hari saya renungkan dan amati, secara tidak sadar suami memang menunjukkan sikap pilih kasih. Dia sangat bangga pada anak laki-lakinya, sedangkan pada anak perempuannya sepertinya biasa-biasa saja. Apakah latar belakang suami saya yang berasal dari keluarga feodal Jawa yang membuatnya lebih mengutamakan anak laki-laki? Apalagi anak sulung kami ini memang selalu terlihat "lebih" dibanding adiknya. Apa yang harus saya lakukan, Bu, untuk mengingatkan suami? Masih bisakah dia berubah sikap? Atas jawabannya saya ucapkan terimakasih.
Eny - Bintaro, Tangerang
Ibu Eny Yth,
Beberapa etnis di dunia memang menunjukkan adanya sikap pilih kasih antara anak laki-laki dan perempuan. Bahkan ada yang sampai ekstrem, memiliki selusin istri hanya untuk bisa memiliki anak laki-laki atau tega membunuh anak perempuan yang dianggapnya tidak menguntungkan. Namun dengan perkembangan zaman, sikap pilih kasih antara anak laki-laki dan perempuan, lebih tergantung pada latar belakang perkembangan kepribadian seseorang. Jadi, tidak semata-mata karena budaya tertentu. Tidak hanya pada budaya Jawa, atau tidak hanya pada unsur feodal saja.
Memang ada sebagian orang yang masih meyakini bahwa anak laki-laki lebih berharga karena dapat melanjutkan keturunan. Dalam kasus Anda, saya tidak bisa menjawab dengan pasti apakah penyebab pilih kasih suami disebabkan latar belakang budaya atau karena dinamika perkembangan kepribadiannya. Mungkin juga sebagai laki-laki akan lebih mudah buat suami bermain dengan jagoannya daripada harus bermain boneka bersama putrinya. Atau mungkin karena ia dibesarkan dengan pola seperti itu, dimana ayah dengan anak laki-laki dan ibu dengan anak perempuan.
Untuk itu, Anda perlu mengajak suami bicara dengan hati-hati. Utarakan kepentingan perkembangan kepribadian anak. Ungkapkan juga bahwa ia memegang peranan penting dalam pertumbuhan putrinya. Ingatkan bahwa kualitas hubungan ayah dan anak perempuannya sangat erat kaitannya dengan kualitas hubungan anak perempuan dengan lawan jenisnya kelak setelah yang bersangkutan dewasa. Kegagalan seseorang dalam membina hubungan dengan lawan jenis pada beberapa kasus dapat berkembang menjadi hubungan sesama jenis. Hal semacam ini tentu saja tidak akan menjadi pilihan suami Anda. Belum lagi masalah konsep diri yang negatif karena merasa tidak disayang yang dapat berkembang menjadi berbagai alternatif penyimpangan psikologis di masa dewasa.
KOMENTAR