Selain main pukul, "Edi suka mengeluarkan kata-kata kotor. Seminggu sebelum kejadian, Risa mengadu, baru saja dihantam pakai tas. Ia mengaku capek dipukuli. Badan pun tak pernah sembuh dari sakit. Apa saja yang dilakukan, selalu saja salah di mata suaminya."
Agaknya Risa mulai tak tahan lagi menderita. "Waktu kabur ke rumah saya, dia berniat bunuh diri dengan menyilet tangannya. Untung saya segera tahu. Kasihan dia," tutur Rina sambil menambahkan, sehari sebelum kejadian, Risa mampir ke rumah Rina dan ingin menginap. "Tapi tak jadi karena dia mau kasih uang jajan ke anak-anaknya. Nah, ketika saya tidur, ia beberapa kali menelepon saya. Ada enam kali panggilan tak terjawab. Ketika bangun tidur, saya coba telepon balik, tak ada jawaban." tak lama kemudian, Rina mendengar kabar adiknya sudah tak bernyawa.
Keluarga pun tak mau memaafkan Edi. Ketika jasad suami-istri itu tiba dari RSCM, "Kami tak mau menerima jasad Edi. Hanya Risa yang dimakamkan di sini," tegasnya. "Kejadian ini sangat menyakitkan keluarga kami."
Usai kejadian ini, "Ada permintaan dari keluarga Edi agar anak-anak mereka dibagi. Maksudnya, ada yang ikut keluarga Edi, ada juga yang ikut kami. Tapi kami tidak akan memisahkan anak-anak. Kami sekeluarga akan gotong-royong mendidik mereka."
Lima anak yatim piatu ini memang sangat perlu perhatian dan kasih sayang. "Hendi dan Wiwin begitu terpukul. Mereka jadi pendiam. Lihat saja, wajah mereka masih murung. Adik-adiknya masih takut masuk rumah. Ke kamar mandi saja, tidak berani sendiri. Makanya kami berencana mengajak mereka tinggal di salah satu rumah keluarga kami," kata Rina.
Anak-anak memang sering menjadi korban untuk perbuatan yang tak pernah mereka lakukan.
Henry Ismono
KOMENTAR