Seperti apa Boediono sesungguhnya terhadap keluarga dan mengapa Herawati memilih sepenuhnya menjadi ibu rumah tangga? Berikut penuturannya saat berbincang dengan Tabloid Nova.
Apa yang membuat jatuh cinta pada Pak Boed?
Orangnya tenang sejak kecil. Enggak banyak omong. Sifatnya baik. Dia sangat memperhatikan kehidupan keluarganya. Sejak SMA, dia rajin membantu ibunya buka-tutup toko. Waktu itu, ibunya Pak Boed jualan baju, kain batik, sarung. Saya perhatikan, laki-laki, kok, mau-maunya buka-tutup toko. Padahal, biasanya anak laki-laki, kan, sulit disuruh seperti itu.
Lalu, faktor apa yang bikin pak Boed jatuh hati?
Enggak tahu. Mungkin cerewetnya saya ini, ha ha. Kami menikah tahun 1969. Saya biasanya yang mencairkan suasana. Kalau Bapak sehari diam saja, sering saya goda supaya senyum.
(Herawati yang sejak kecil dipanggil Herti oleh orangtuanya, adalah anak ke-4 dari lima bersaudara. Ayahnya, (alm) Imam Suwignyo, Kepala Pekerjaan Umum Kabupaten Blitar dan ibunya guru menjahit di Sekolah Kejuruan Pertama, Blitar. Saudara kandung Hera semua pensiunan PNS.)
Gaji Pak Boed sebagai Direktur BI, kan, besar. Kok, hidupnya tampak sederhana? Terbawa juga dalam urusan rumah tangga?
Karena sejak kecil dia memang bersahaja. Jadi, kalau disuruh yang aneh-aneh, ya, susah. Memang kami ada uang tapi dia tidak aneh-aneh. Pertama kali kerja, di Bank of Amerika, Jakarta, semua gajinya diberi ke saya, bruk. Kalau dia mau beli baju, minta uang sama saya. Padahal, saya tak pernah minta seperti itu.
Sampai sekarang juga begitu. Bedanya, sekarang semua uang disimpan di bank. Jadi, kalau saya perlu, ya, ambil seperlunya saja. Dia enggak pernah ngecek pengeluaran saya. Dia sangat percaya pada saya. Jadi, saya harus hati-hati. Tidak boleh boros. Anehnya, dia enggak pernah tanya, uangnya habis atau belum. Saya juga tahu diri. Setiap mau beli barang besar, misalnya mobil atau tanah, minta persetujuan dulu.
Di luar ultah, hadiah kecil-kecilan biasanya diberikan kalau dia pulang dari luar kota. Itu pun kalau sempat membelikan. Kadang saya dibelikan baju, tas, atau perhiasan. Tapi bukan emas, lho.
Hobi Ibu?
Saya suka membaca dan menjahit. Ini, celana panjang yang saya pakai, hasil jahitan sendiri. Saya pernah belajar menjahit tapi tidak selesai. Kadang baju saya dijahit oleh penjahit di Meruya. Namanya Ibu Sugiarto. Saya tidak pernah pakai desainer ternama.
Sengaja memilih jadi ibu rumah tangga sepenuhnya?
Waktu saya kuliah, terjadi peristiwa G30S/PKI. Saya kasihan sama ibu yang kirim uang terus tapi enggak ada perkuliahan di kampus. Lalu saya coba cari kerja dan dapat di BRI Blitar. Sejak itu, saya kerja. Tahun 1969 menikah dengan Pak Boed dan sejak itu waktu sepenuhnya buat mengurus suami dan anak.
Bagaimana soal gaya mendidik anak-anak?
Mengalir begitu saja. Titik beratnya, kalau dari saya, soal sopan santun. Kalau Pak Boed, masalah disiplin. Dulu, waktu anak-anak masih kecil, dia suka menunggui belajar atau bikin PR. Anak-anak sampai sekarang juga hidup sederhana. Mereka melihat orangtuanya begitu, ya, langsung mencontoh saja. Bapak tidak pernah marah, apalagi sama anak-anaknya. Sekarang keduanya sudah berumah tangga. Yang sulung tinggal di Singapura, yang kecil di Jakarta Selatan. Cucu kami sudah lima, lho.
KOMENTAR