Istilah "diam itu emas" dalam rumah tangga bisa berarti banyak. Biasanya, hal ini dihubungkan dengan pertengkaran atau konflik, hingga salah satu pasangan harus berdiam diri dulu.
Konflik memang selalu ada dalam rumah tangga karena tak ada kehidupan rumah tangga yang stabil. "Bayangkan saja, jika rumah tangga hanya ada kebahagiaan, damai dan tenang. Ketika tua dan ingin membuat buku perjalanan hidup buat anak cucu, isinya pasti datar dan biasa saja. Tidak ada hikmah yang bisa diambil," kata Widiawati Bayu, psikolog dari PT Kasandra Persona Prawacana.
Kehidupan rumah tangga, lanjut perempuan yang akrab dipanggil Widi ini, penuh dinamika tapi memiliki banyak hikmah. "Mulai bagaimana menyelesaikan konflik, memahami pasangan yang bisa dipakai sebagai pembelajaran."
Oleh karena itu, suami istri tak perlu takut berkonflik. Anggap saja konflik sebagai ajang belajar bersama. "Pembelajaran tersebut tidak akan diperoleh secara akademis. Kebanyakan belajar dari pengalaman sendiri dan pengalaman orangtua," tutur Widi yang sudah menikah selama 30 tahun ini.
Lalu, seperti apa prinsip "diam itu emas" dalam kehidupan berumah tangga? Tentu saja diam yang luwes dan melakukan komunikasi yang baik seperti delapan contoh berikut ini:
1 Saat terjadi pertengkaran dan suami istri dalam kondisi emosional, panas, tidak mau mengalah, memilih diam memang bijak. Istilahnya, jangan terjebak dalam pola berbeda. Misalnya, si istri bernada do, tapi suaminya bernada re. Akhirnya, dua-duanya sampai di nada sol alias tangga paling atas. "Bisa ditebak, yang terjadi jeritan, makian, nada tinggi, tapi masalah sebenarnya malah tidak jelas," ucap Widi.
2 Saat pasangan sedang berbicara, lebih baik Anda diam dulu. Jika Anda melakukan hal yang sebaliknya, sama saja dengan menyiram bensin ke api.
"Sebaiknya, diam dulu, lalu dengarkan apa yang diutarakan. Tapi, jangan pasif, jangan menuduh, dan jangan berpikir negatif. Anda harus benar-benar mendengarkan aktif, hadir secara fisik dan emosional." Tujuannya, untuk mencari tahu penyebab sebenarnya kemarahan pasangan.
3 Rasanya pasti gemas ketika pasangan berbicara dalam nada tinggi atau dibumbui tuduhan penuh curiga. Di saat seperti ini, tahan diri dan begitu semua reda, baru ajukan pertanyaan dengan lembut dan bernada rendah. Contohnya, "Kamu sedang ada masalah, ya?" atau "Kamu lagi marah kepada siapa, sih?"
Bertanya seperti ini akan membuat emosi pasangan turut turun. Harapannya, ia pun akan bercerita dengan nada yang sama. Setelah itu, berikan kalimat mengajak seperti, "Coba tenang dulu. Yuk, mari kita pikirkan dengan tenang." Intinya, jika semua dipikirkan dengan "kepala panas", hasilnya pasti gerah. Sebaliknya, nada rendah dan dingin pasti akan terasa sejuk, kan?
4 Sekian lama menikah, Anda pasti sudah tahu tabiat pasangan. Maka seharusnya, tambah Widi, Anda sudah tahu jangan ikut marah ketika pasangan sedang marah supaya keadaan tak makin runyam.
KOMENTAR