Sikap detail dan kaku tersebut, tutur Dra. Farida Kurniawati, M.Sp.Ed., bisa dialami oleh siapa pun, baik suami maupun istri. Psikolog yang juga staf pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini, mengaku dulunya pun memiliki karakter seperti itu. "Kalau mengingatnya, saya ingin tertawa sendiri. Betapa tidak, saya selalu mencatat pengeluaran sekecil apa pun, bahkan untuk ongkos angkutan kota yang hanya 500 perak," ujarnya geli. Namun lambat laun ia menyadari tindakan tersebut keliru. "Ngapain diterusin. Buang-buang waktu saja."
Perilaku tersebut, tutur psikolog yang akrab disapa Ida, bisa dipengaruhi beberapa faktor. Salah satunya sikap orang tua yang kaku. Sikap orang tua itu tentu bukan tidak mungkin akan melahirkan anak-anak dengan sifat sama, antara lain terlalu ketat dalam mengawasi keuangannya. Atau bisa juga karena pengaruh lingkungan. Istri yang dulunya tidak terlalu detail dan kaku, jadi berubah ketika memiliki suami yang juga kaku. "Mungkin si istri melihat, laporan keuangan yang rapi, detail dan lengkap lebih mudah diatur."
Kepribadian juga turut berpengaruh dalam hal ini. Berdasarkan sifat, manusia sendiri digolongkan dalam tiga kategori: individu yang fleksibel, yang kaku, dan yang merupakan kombinasi keduanya. Si fleksibel memiliki ciri easy going mengikuti ke mana pun angin berembus. Target berat seperti tak pernah membebaninya. Jika ada rencana A yang tidak berhasil, maka dengan mudah digantikannya dengan rencana B. Semuanya serba fleksibel. Semua kejadian dijalaninya santai alias tanpa beban berat.
DIBEBANI BERBAGAI TARGET
Sebaliknya, individu yang kaku akan menjalani segalanya dengan merasa dibebani berbagai target dalam hidupnya. Dalam sekian waktu tertentu harus ada target tertentu pula yang mesti dicapai. Kesulitan akan membayanginya jika ada target yang meleset. Ia merasa dikejar-kejar waktu. Persiapan matang dan pekerjaan yang serba terstruktur adalah sifatnya yang lain.
Sedangkan kategori ketiga, merupakan gabungan antara sifat individu yang kaku dan fleksibel. Dia menganggap penting arti sebuah persiapan dan perencanaan matang. Meski begitu, ia juga mampu bersikap fleksibel dalam menetapkan sebuah rencana. Ia tidak menghitung secara detail dan lengkap sesuatu yang menurutnya kurang penting, melainkan hanya garis besarnya saja.
Kemungkinan besar, sifat kedua itulah yang menciptakan sikap kaku dalam pengeluaran keuangan. Akibat mengejar target, orang seperti ini selalu berusaha mencatat semua pengeluaran keuangannya. Tidak ada poin yang terlewat sedikit pun, sebab ia memiliki target-target tertentu dalam hidupnya, semisal tahun ini harus punya A dan tahun depan harus punya B, dan seterusnya.
ANEKA DAMPAK POSITIF
Ida berpendapat, sebenarnya ada beberapa dampak positif yang bisa dipetik dari sikap si kaku, di antaranya:
1. Keuangan rumah tangga bisa terkontrol
Dengan mencatat secara detail pengeluaran maupun pemasukan, pasangan bisa tahu uang yang dimiliki, berapa yang bisa ditabung dan berapa yang perlu dikeluarkan. Mereka juga tahu persis berapa pengeluaran per bulannya secara detail. Dengan cara itu, besar pasak daripada tiang atau pengeluaran yang lebih besar dari pemasukan bisa dihindari.
KOMENTAR