Jangan salah, lo, bayi sudah bisa diajarkan disiplin. Kendati usianya masih sangat muda, namun seperti kakak-kakaknya, ia juga perlu disiplin.
Tapi disiplinnya bukan disiplin ala militer, lo, yang kalau dilanggar maka si kecil akan menerima hukuman dengan tindakan keras. Disiplin yang dimaksud adalah membentuk suatu pola rutin agar ia dapat hidup teratur dalam kegiatan fisik sehari-hari sehingga bisa mengikuti peraturan-peraturan sosial. Jadi, disiplinnya masih sebatas pada kegiatan fisik. Misal, jadwal tidur dan makan. Pada beberapa bayi, terang dra. Shinto Adelar, MSi., ritme biologisnya berbeda dengan waktu tidur orang pada umumnya. "Ia aktif di waktu malam namun di waktu siang malah tidur."
Nah, ini, kan, enggak bisa dibiarkan. Kalau tidak, orang tua akan capek. Kerja di kantor pun bisa enggak beres dan bukan tak mungkin akan mempengaruhi kehidupan keluarga. Belum lagi dampaknya buat si kecil nanti, misal, saat ia harus masuk Tk. "TK itu, kan, jam masuknya pagi sekitar jam 7 atau 8. Nah, kalau ia tak terbiasa bangun pagi, pasti akan sulit buat dia," jelas psikolog perkembangan dari Fakultas Psikologi UI ini.
JANGAN KAKU
Tentu saja untuk mendisiplinkan bayi diperlukan kiat tersendiri. Dalam hal jam tidur, biasanya bayi akan tertidur bila tubuhnya sudah merasa lelah. Jadi, Bu-Pak, buatlah ia merasa lelah pada jam-jam tertentu dengan mengatur kegiatannya. Selanjutnya, ciptakan suasana agar ia merasa nyaman dan aman, karena pada umumnya, perasaan itu akan menimbulkan rasa mengantuk. "Memang ini enggak cespleng karena memerlukan latihan, namun lama kelamaan akan terbentuk pola tidur seperti yang diinginkan orang tua," tutur Shinto.
Namun dalam mendisiplinkan bayi, Bapak-Ibu jangan terlalu kaku, ya. Misal, waktu tidur sudah tiba namun ia masih ingin bermain. "Tak ada salahnya orang tua mengikuti kehendaknya lebih dulu." Toh, kita bisa melakukan bermacam strategi. Misal, setelah memberinya kesempatan bermain sebentar, lalu kita telentangkan dia dan mulai memijat lembut kakinya. Lama-lama bila rileks, ia akan tertidur juga. Begitu juga dalam hal jam makan. Misal, pokoknya jam 9 teng harus makan. Enggak harus begitu, lo, Bu-Pak. "Orang tua juga perlu toleransi karena ada masa-masa bayi rewel dan sulit makan seperti ketika ia sedang tumbuh gigi," lanjut Shinto.
Apalagi bila sebelumnya ia sudah diberi camilan kue atau habis minum susu sehingga masih kenyang, tentulah ia tak mau makan meskipun sudah tiba jam makan. Kesalahan orang tua, menurut Shinto, seringkali hanya ingat bahwa makan berarti makan besar seperti nasi, kentang, atau mi. Jadi, ketika menyusun jadwal makan bayi, orang tua melupakan camilan di antara waktu makan atau minum susu. Selain jadwal, orang tua juga perlu memperhatikan jenis makanan kesenangan bayi dan jumlahnya, sehingga ia bisa teratur dengan sendirinya. "Tapi tentu harus dengan memperhatikan kondisi bayi, ya, karena ada bayi yang memiliki pencernaan berbeda dengan bayi pada umumnya sehingga takaran makanannya tak bisa disesuaikan dengan bayi-bayi lain." Bayi yang demikian, bila makan dengan takaran biasa akan muntah.
TARIK ULUR
Jadi, Bu-Pak, dalam menerapkan disiplin pada bayi harus selalu ada perkecualiannya. Lagi pula, disiplin itu seni atau ada tarik-ulurnya. Kalau Bapak-Ibu terlalu ingin sempurna, biasanya malah akan mengalami stres atau capek sendiri. Bahkan, bisa-bisa tak dapat menikmati seni membesarkan bayi karena dianggap sebagai beban. "Ada, lo. orang tua yang membesarkan bayi dengan tidak fun karena begitu taat pada peraturan," bilang Shinto.
Padahal, membesarkan bayi harus dinikmati dengan menyadari bahwa semua ada batas-batasnya, termasuk soal disiplin. Misal, tentang kebersihan. "Semua orang tua pasti menginginkan anaknya menyukai kebersihan, tapi bukan berarti bayi harus 'dibungkus' terus dan di larang ke mana-mana, kan?" Toh, terlalu bersih pun enggak sehat karena kehidupan penuh dengan kuman dan bakteri. Kalau ia terlalu bersih dan terlalu dilindungi, daya tahan tubuhnya malah enggak baik.
Selain itu, kalau terlalu bersih juga bisa menghambat proses belajar anak tentang kehidupan yang suatu ketika mungkin diperlukan. Misal, saking ingin bersihnya, si kecil tak boleh main pasir. Padahal, main pasir bisa mengembangkan banyak hal. Ia dapat memahami apa itu pasir, selain akan melatih indra perabanya, "Oh, kalau pasir itu berbutir-butir dan bisa dibuat sesuatu." atau, "Oh, kalau pasir itu diinjak empuk," atau, "Oh, kalau jatuh di pasir enggak lebih sakit bila dibanding jatuh di tempat yang lebih keras," dan sebagainya. Dengan kata lain, kita harus melihat jangan sampai larangan yang kita berlakukan terlalu kaku sehingga menghambat rasa ingin tahu anak dan membatasi eksplorasinya. Seperti kita ketahui bersama, masa bayi merupakan masa senang-senangnya bereksplorasi.
Ketika ia mulai belajar merangkak, misal, ia baru belajar mengenal lingkungannya. Semua tampak menarik baginya. Tapi kalau pada saat bereksplorasi ia melakukan hal-hal yang membahayakan dirinya, tentu ia perlu diberi tahu. Misal, ketika ia sedang menarik kabel telepon atau hendak memasukkan jari-jemari mungilnya ke lubang kipas angin, orang tua harus memberi tahu, "Ayo, enggak boleh," dengan nada tegas. Bahkan bila perlu, ia harus langsung diangkat.
KOMENTAR