Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, biasanya labuhan Merapi berakhir di pos-pos, tahun ini labuhan berlangsung di Alas Bedengan. Tempat ini adalah lapangan baru yang dipersiapkan Asih bersama relawan dan warga Kinahrejo yang kini berumah di hunian sementara di Desa Plosokerep. ''Lapangan ini lebih rendah daripada sebelumnya. Biasanya dari Desa Kinahrejo kami harus mendaki lereng sejauh 3 kilometer, kali ini hanya naik 1 kilometer," jelas Asih.
Rencana awal, lanjutnya, labuhan akan diakhiri di Petit Opak namun tidak memungkinkan dari segi keamanan. ''Di sisi kanan dan kirinya tebing curam. Sementara mempersiapkan tempat lama, dalam waktu lima bulan tidak akan cukup. Sementara waktunya sudah mepet. Dari segi keamanan kurang aman. Jalannya ada yang longsor akibat hujan turun terus-menerus.''
Tempat yang baru ini, menurut Asih, luasnya sekitar seluas 20 m X 10 m, sehingga tak semua orang boleh masuk ke lapangan itu. ""Hanya abdi dalem yang bertugas yang boleh masuk ke tempat ini. Prosesi labuhan tahun ini juga berbeda. Diawali dari shelter Plosokerep, berhenti di Desa Ngrangkah. Berdoa di bekas rumah Mbah Maridjan, baru menuju ke atas,'' tegasnya.
Entah sudah saling berjanji atau tidak, tetapi sembilan kandidat juru kunci yang kesemuanya adalah abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, saat maju satu per satu untuk diseleksi, justru menunjuk Asih sebagai orang yang pantas menggantikan Mbah Maridjan. "Dia jadi teladan anak buah Mbah Maridjan lainnya," terang KRT Condro Purnomo, sekretaris GBPH Joyokusumo di Pengageng Kawedanan Hageng Panitra Pura (Sekretariat Keraton).
Sebagai sekretaris, KRT Condro menegaskan, terpilihnya Asih bukan lantaran ia keturunan Mbah Maridjan. Tetapi memang nilai tes Asih untuk keempat bidang ilmu yang diujikan keraton berada di peringkat pertama. Empat ilmu yang diujikan itu meliputi bidang yang berhubungan dengan ritual budaya, ilmu pemerintahan keraton, unggah-ungguh (tujuannya agar dalam pelaksanakan labuhan tidak meninggalkan unggah-ungguh), dan ilmu sosial.
"Juru kunci juga harus menguasai ilmu sosial. Sebab ia diharapkan menjadi teladan di lingkungan masyarakatnya, mewakli Ngarsadalem sehari-hari. Dari empat ilmu yang diujikan itu Mas Asih menguasai semua," terangnya.
Secara pribadi, KRT Condro mengakui, faktor posisi Asih sebagai asisten Mbah Maridjan selama bertahun-tahun menjadikan ia menguasai ilmu yang dibutuhkan seorang juru kunci. "Masalah uba rampe, dia hapal betul. Doa yang akan diucapkan pun tahu dan menguasai. Jadi dia terpilih bukan karena keturunan."
Lain dari itu, secara pribadi KRT Condro juga menilai, Asih memang "kejatuhan wahyu" untuk menduduki posisi juru kunci Merapi. "Dia pantas menjadi juru kunci Merapi. Sudah mumpuni. Kebetulan wahyunya turun ke Mas Asih. Harapan saya, seiring dengan bertambahnya usia, ilmu Mas Asih juga bertambah."
Akan halnya Ny Tentrem (40), sinden dari Desa Wisata Pentingsari, Umbulharjo, Cangkriman, Sleman, mengaku senang ada yang sudah menggantikan Mbah Maridjan sebagai juru kunci. "Saya kenal baik Mbah Maridjan. Jadi, ya, senang anaknya bisa terpilih mengantikan bapaknya," terang Tentrem yang bersama grup karawitannya turut meramaikan pahargyan labuhan Merapi.
Meski secara pribadi Tentrem mengaku tidak kenal dekat, tetapi ia sudah beberapa kali bertemu Asih. "Menurut saya, sih, dia orangnya baik dan bisa menggantikan bapaknya menyampaikan labuhan. Ya, mudah-mudahan dia bisa menjadi panutan seperti Mbah Maridjan," harap Tentrem.
Rini Sulistyati
KOMENTAR