Bahagia, ya, suami sudah bebas dan kembali ke rumah?
Ya, bahagia sekali meski saya tidak tahu secara detail kronologis pembebasan suami. Waktu telepon, Jumat (29/4), dia hanya bilang, sebentar lagi akan dibebaskan. Saya sangat bersyukur dan berterima kasih kepada semua pihak yang sudah membantu kepulangan suami saya.
Masih terbayang jelas saat suami disandera selama 46 hari di perairan Teluk Aden. Dari ceritanya saya tahu, bagaimana dia bersama 20 anak buah kapal (ABK) MV Sinar Kudus terpaksa hidup dengan segala keterbatasan. Mulai dari keterbatasan bahan makanan sampai air bersih untuk minum dan mandi. Makanya banyak ABK yang sakit. Beruntung, suami masih kuat meski usianya 52 tahun. Dia memang jarang sakit dan enggak pernah mengeluh kalau sakit.
Sekarang sudah tenang?
Enggak juga. Dari hari pertama suami disandera sampai saat ini, saya masih belum bisa tenang. Setiap hari saya selalu mendoakan suami, dari pulang kerja sampai pagi sebelum berangkat kerja. Itu yang saya lakukan sejak awal. Alhamdulillah kejadian ini tidak mempengaruhi kegiatan saya sehari-hari. Di kantor, tidak ada pekerjaan saya yang terbengkalai karena tertidur atau mengantuk.
Kabarnya sempat depresi menghadapi musibah ini?
Tidak lama, kok. Soalnya saya harus kuat demi anak-anak. Dengan melihat ibunya kuat, kedua anak saya tidak bertambah sedih dan mereka juga bisa melakukan kegiatan seperti biasa. Mereka tetap kuliah, yang bungsu juga lagi ikut ujian. Kalaupun saya sedih, ya, saya simpan sendiri atau pergi ke kamar tidur untuk menangis tanpa diketahui anak-anak. Bahkan ketika saya dapat kabar suami disandera perompak, saya enggak langsung kasih tahu sanak saudara dan teman-teman. Sampai mereka semua heran.
Saya melakukan itu karena permintaan PT Samudra Indonesia untuk tidak mengekspos. Selain itu, saya juga enggak mau merepotkan orang lain. Akibatnya ada saudara yang justru marah karena enggak dikasih tahu. Mungkin juga akibat terlalu sedih. Kalau sedang sangat sedih, dada saya sesak seperti kena serangan jantung. Setelah diperiksa dokter, tidak ada apa-apa dengan jantung saya. Hanya diberi obat saja.
Bagaimana caranya melupakan kesedihan?
Memang pimpinan memberi izin untuk tidak ke kantor tapi daripada di rumah, lebih baik saya bekerja. Bukan saya enggak peduli pada suami, tapi saya merasa, untuk urusan penyanderaan ini akan lebih baik jika diserahkan sepenuhnya kepada pihak perusahaan (PT Samudra Indonesia, Red.). Mereka lebih tahu bagaimana menghadapi situasi seperti ini. Kalau di rumah, pikiran saya sudah enggak karuan membayangkan nasib suami.
KOMENTAR