"Saya suka lagu-lagu Slank karena mengandung olok-olok dan kritik terhadap masalah social dan politik. Macam-macam gayanya. Ini seolah mewakili spirit teman-teman muda," ujarnya usai pemutaran film Generasi Biru, Rabu, (11/2).
Garin menambahkan, lagu-lagu yang Slank ciptakan selama 25 tahun perjalanan karir bermusik mereka, seakan menjembatani peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada 1982-2008.
Maka, musik Slank pun ibarat catatan sejarah perjalanan bangsa Indonesia pada kurun waktu tersebut. Ditambah lagi, grup music yang bermarkas di gang Potlot, Jakarta itu punya 'basis' massa besar dan fanatik: Slankers.
Soal kefanatikan para Slankers ini, Garin punya cerita sendiri. Ketika mengambil gambar untuk adegan Kaka dan Nadine Chandrawinata berciuman, para Slankers yang ikut bermain di film ini berujar keheranan satu sama lain, "Ih, kok mau-maunya ya Kaka?". "Padahal, saya malah mikir, kasihan Nadine-nya yang ciuman sama Kaka," seloroh Garin.
Pertimbangan lain dari Garin adalah kemampuan Slank untuk menyebarkan pesan perdamaian. Seperti yang terjadi pada saat Slank menggelar konser di Timorleste. Kendati pemerintah setempat menerapkan aturan keamanan yang sangat ketat, namun Slank berhasil mendapat izin mengadakan konser yang berlangsung damai di sana.
"Siapa yang bisa bawa pesan damai dengan dua bendera, merah putih dan Timorleste berkibar berdampingan di sana? Tentara, politisi? Bukan, Slank!"
KOMENTAR