Prevalensi gizi kurang (underweigth) juga membaik dari 19,6 persen pada 2013 menjadi 17,7 persen (2018), sedangkan prevalensi kurus (wasting) turun ke posisi 10,2 persen (2018) dari 12,1 (2013).
Meskipun angka stunting menurun, masih belum memenuhi syarat yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yaitu di ambang batas 20 persen.
Kemiskinan masih menjadi faktor utama penyebab munculnya masalah gizi ini.
Baca Juga: Hari Pramuka 2019: Ini 3 Tokoh Perempuan Dunia di Balik Sejarah Gerakan Pramuka
Karena miskin, tidak semua lapisan masyarakat bisa mendapatkan makanan sehat dengan mudah, sehingga harus dicarikan solusinya, antara lain fortifikasi pangan oleh dunia usaha.
Fortifikasi pangan merupakan metode untuk menitipkan senyawa penting yang diperlukan ke makanan untuk meningkatkan nilai gizinya, sehingga lebih mudah dijangkau masyarakat,.
Vitamin A misalnya, lazim dimasukkan ke produk margarin dan minyak goreng.