NOVA.id - Tidak ada yang mengingkari jika teknologi sangat membantu kehidupan manusia. Gawai dan internet sudah jadi kebutuhan dalam aktivitas keseharian kita, termasuk anak-anak.
Namun, penggunaan gawai dan internet berlebih bisa menimbulkan kecanduan yang berdampak buruk pada kesehatan.
Bahkan, tanpa disadari, orangtua pun memfasilitasi anak-anak mereka dengan gawai dan aksesorinya dengan alasan agar tidak tertinggal di era teknologi digital masa kini.
Kecanduan internet dan gawai pada anak-anak yang bisa berdampak buruk, perlu dipahami oleh orangtua agar bisa menyikapinya secara bijak.
Orangtua perlu mulai curiga anaknya kecanduan internet, jika sang anak kehilangan kontrol dan merasa mau berhenti tetapi tidak bisa.
Durasi bermain gim dan media sosial meningkat, bermain internet hingga dini hari, dan saat jadwal sekolah justru tidur. Ketika anak lebih memprioritaskan bermain gim atau internet hingga enggan beranjak dari kamar, orangtua perlu waspada.
Kecanduan gawai juga terlihat dari perubahan fisik. Anak bisa mengalami obesitas karena terus duduk atau mengalami malanutrisi akibat mengonsumsi banyak makanan instan, bahkan ada yang lupa makan.
Tak sedikit pula ditemukan kasus kecanduan gawai, hingga anak mesti dirawat di rumah sakit jiwa
Pada satu sisi, perkembangan teknologi digital menawarkan kesempatan untuk meningkatkan wawasan, meningkatkan keterampilan, bersosialisasi, dan belajar. Namun, di sisi lain, para pengguna media digital tidak langsung otomatis "melek digital".
Baca Juga: Maybelline Sky High Waterproof Mascara Resmi Dirilis, Ini Keunggulannya
Kemampuan dalam menemukan, mengelola, dan mengevaluasi informasi, serta pemahaman potensi bahaya dunia digital seperti kontak dengan orang yang tidak dikenal, paparan kekerasan, atau konten pornografi, perlu diatasi supaya tidak diperalat oleh media digital.
Alumni Sekolah Islam Al Azhar (ASIA), sebagai organisasi yang mengambil peran aktif dengan mengisi posisi sebagai mitra para orangtua dalam implementasi pengasuhan digital ini, melalui aplikasi digital prenting RUANG ORTU by ASIA, bersama-sama para orangtua ikut mengawasi kegiatan digital anak.
Di lain sisi, ASIA juga mengembangkan konten, program untuk tumbuh kembang anak, serta berbagai tips khas ASIA dari psikiater dan ahli agama.
"Saya menghadirkan aplikasi Ruang Ortu by ASIA yang dikembangkan oleh ASIA-EDU. ASIA-EDU merupakan salah satu komunitas dari ASIA yang peduli terhadap dunia pendidikan dan tumbuh kembang anak" jelas Ketua Umum ASIA Mohammad Ilham Anwar, Jumat (24/6), di Jakarta.
"Aplikasi ini meniadakan batasan waktu dan tempat bagi orangtua dalam berkomunikasi dan mengawasi aktivitas anak, baik saat ini maupun dalam rentang waktu sebelumnya. Pada saat yang bersamaan, orangtua juga mengarahkan anak untuk lebih banyak menambah wawasan dan belajar hal-hal positif melalui konten-konten bimbingan, keagamaan, pembelajaran, dan lainnya, yang tersedia di dalam aplikasi," Ilham, menambahkan.
Sementara, Yayasan Pesantren Islam (YPI) Al Azhar mendukung dengan adanya aplikasi RUANG ORTU by ASIA.
Selaku pemangku kepentingan dari sekolah-sekolah Islam Al Azhar, YPI Al Azhar berharap agar aplikasi ini bisa menjadi benteng bagi umat dalam melindungi generasi-generasi yang sedang berhadapan dengan kemajuan teknologi digital ini.
"Sekolah Islam Al Azhar sebagai salah satu penggerak digitalisasi sekolah sangat terbantukan. Al Azhar mengikuti perkembangan zaman terutama di bidang teknologi digital. Adanya aplikasi ini juga bisa menjadi pendukung yang bermanfaat bagi kemajuan Al Azhar," ujar Ketua Umum YPI Al Azhar M Suhadi.
DEF GHI, selaku pengembang aplikasi menyatakan, RUANG ORTU by ASIA merupakan solusi dalam pemanfaatan teknologi bagi orangtua begitu pun anak.
Aplikasi ini adalah jembatan penghubung antara model pengasuhan konvensional dan model pengasuhan digital.
"Ide aplikasi ini berangkat dari pengalaman pribadi kami sebagai orangtua dalam mengawasi anak dalam penggunaan gadget anak, namun yang beredar dipasar aplikasi saat ini belum ada yang asli Indonesia dan sesuai dengan budaya Indonesia.
Maka, DEF GHI sebagai pengembang aplikasi mobile, berkolaborasi dengan ASIA, merancang dan mengembangkan aplikasi digital parenting, dengan ASIA sebagai mitra asuh," jelas Direktur DEF GHI Rafik Ahmad.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati menyatakan, hasil kajian dan telaah KPAI pada tahun 2020 menunjukkan, negara belum optimal dalam hal memampukan orangtua agar cakap mengasuh sebagaimana mandat Konvensi Hak Anak, dan hal ini berdampak menyeluruh bagi tumbuh kembang anak.
Dari kajian tersebut, baru terdapat 33,8 persen orangtua yang mendapatkan informasi tentang pengasuhan. Salah satu dampaknya adalah, sebanyak 79 persen anak mengatakan tidak memiliki aturan penggunaan gawai.
Dampaknya anak memiliki kerentanan menjadi korban kejahatan siber dan penyalahgunaan penggunaan gawai.
"Kesadaran orangtua tentang hak anak juga masih terbatas sehingga anak mengalami kerentanan dan masih terjadi kasus perkawinan anak, putus sekolah, stunting, serta anak mengalami kekerasan fisik dan psikis.
Dominasi pengasuhan oleh ibu dan kurangnya peran ayah juga menyumbang kerentanan pada anak. Untuk itu, kehadiran Ruang ORTU by ASIA menjadi upaya praktik dalam membekali orangtua agar cakap mengasuh, sehingga anak-anak dapat tumbuh sehat dan ceria," Rita, menjelaskan.
RUANG ORTU by ASIA adalah aplikasi digital parenting pertama di Indonesia yang memudahkan orangtua dalam mengasuh dan memantau perkembangan anak-anak mereka.
Baca Juga: Cara Menyiapkan Dana Pendidikan Anak, Perhatikan 4 Langkah Penting Ini
Aplikasi ini dirancang berdasarkan pemahaman budaya dan kebiasaan masyarakat Indonesia dan disajikan dalam bahasa Indonesia. Di sisi lain, RUANG ORTU by ASIA memiliki mode asuh instan dan program, serta konten-konten positif bagi perkembangan anak.
DEF GHI bersama ASIA akan melakukan grand launching Ruang ORTU by ASIA pada akhir Juli 2022. Para orangtua dapat mengunduh aplikasi ini di Google Play Store, sedangkan untuk Apps Store masih dalam tahap pengembangan. (*)