NOVA.id - 17 siswa SD Negeri 2 Kondangjajar, Pangandaran, Jawa Barat ini harus gigit jari.
6 tahun menabung di sekolah, 17 siswa ini terancam kehilangan uang mereka.
Hal tersebut dikarenakan, uang tabungan yang totalnya mencapai Rp112 juta itu belum dikembalikan oleh pihak sekolah.
Kejadian uang tabungan belum dikembalikan ini terjadi di SD Negeri 2 Kondangjajar wilayah Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran.
Uang Rp112 juta lebih itu merupakan hasil tabungan 17 siswa kelas 6 di SD tersebut.
Ahyanto Setiadi, orang tua dari Muhamad Aditia Firmansyah menyampaikan, anaknya menabung di SD Negeri 2 Kondangjajar selama 6 tahun dan memiliki uang tabungan sebesar Rp6.050.000.
"Sekarang, uangnya mau digunakan untuk melanjutkan ke tingkat SMP, harusnya kita tidak pusing lagi."
"Tapi, karena sekarang tabungannya tidak keluar, itu bagaimana pihak sekolah?" ujar Ahyanto dikutip dari TribunPriangan.com, Rabu (14/06).
Kepala SD Negeri 2 Kondangjajar, Nakizu mengatakan, uang tabungan siswa tidak hilang dan ada di koperasi.
"Tapi, kondisi koperasinya sedang kolaps yang akibatnya tidak bisa langsung mengembalikan tabungan siswa," ujarnya.
"Kami, dari pihak sekolah tidak bisa apa-apa. Apalagi, saya jadi kepala sekolah di SD ini baru setahun," kata Nakizu.
Baca Juga: Waktu Tunggu Lama, Ini Tips Agar Bisa Nabung untuk Naik Haji
Dan terkait tabungan milik siswa kelas 6 di SD Negeri 2 Kondangjajar, dia tidak bisa memberikan jawaban.
"Saya di sini baru, jadi kurang tahu," tutupnya.
Belajar dari kasus di atas, bagaimana cara memilih koperasi yang baik dan menguntungkan?
Mengutip dari TribunJabar.id, Acuviarta Kartabi, Pengamat Ekonomi, menjelaskan trik memilih koperasi yang baik dan menguntungkan, bahwa masyarakat dan calon anggota koperasi harus paham dan terliterasi dengan baik mengenai pemahaman tentang koperasi.
"Dalam arti kata yang menggunakan bisnis koperasi itu. Pemahaman tentang keuntungan, pemahaman tentang risiko itu masih sangat kurang. Kadang-kadang kita hanya melek untung, tapi tidak melek risiko," ucapnya, Kamis (17/06/2021).
Menurutnya, pernyataan orang yang "katanya" atau hanya dari mulut ke mulut bisa menyesatkan dan merugikan.
"Saya kira, risikonya tidak diperhatikan. Harus diperhatikan, bisnisnya apa, logis atau tidak, itu kan harus diperhatikan," ujarnya.
Pengawasan dan kebijakan koperasi ini dipegang oleh Dinas Koperasi, baik di kabupaten atau kota. Jika berurusan dengan pengelolaan keuangan, harus ada keterlibatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Masyarakat harus memahami proses bisnis dan belajar dari pengalaman. Bagaimana sebuah koperasi dalam jangka panjang betul-betul merealisasikan perkembangan dinamika bisnis yang terjadi. Kalau tiba-tiba untungnya besar katakanlah sebulan bisa dapat 20% atau 30% kan itu tidak logis. Darimana bisnis macam itu," ujarnya.
Baca Juga: Dapat Penghasilan Tambahan Cuma dengan Menabung Uang di Aplikasi Flip
Acu, sapaan akrab Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Pasundan itu berpesan, agar terhindar dari hal buruk yang tidak diinginkan selama menjadi anggota koperasi, masyarakat harus paham risiko, kenali koperasi, ada pengawasan, dan melihat dari aspek yang logis.
"Hal-hal itu harus jadi batasan, selalu ada potensi karena perusahaan kredible sekalipun bisa berpotensi terjadi penipuan," tutupnya.
Baik dari eksistensi koperasi dan kepercayaan, koperasi harus diawasi pemerintah disamping masyarakat. Dan jangan sampai muncul stigma di masyarakat bahwa koperasi itu merugikan. (*)