NOVA.id - Kesadaran akan pentingnya kesehatan mental penting untuk selalu digalakkan.
Jangan sampai kecolongan dan membuat menyesal.
Salah satu hal yang dikhawatirkan jika ada masalah kesehatan mental yang tak tertangani adalah tercetusnya upaya bunuh diri.
Bunuh diri atau mengakhiri hidup sendiri biasanya dilakukan oleh seseorang yang berada di dalam titik stres atau depresi yang berat.
Jika sudah tercetus hal ini, mereka tidak memiliki cara untuk berpikir secara positif.
Kondisi psikis yang labil dan negatif membuat para penderita gangguan mental nekat mengambil jalan pintas.
Nah, untuk kita tak ada salahnya sedikit lebih peka terhadap orang di sekitar kita, khususnya anak muda.
Asal tahu saja, niat bunuh diri di kalangan anak muda masuk ke kategori clinically important.
Kategori itu mengarah pada angka toleransi seriously considered suicide.
Indikasi ini diinterpretasikan perlunya intervensi penanganan masalah kesehatan jiwa lebih dari business as usual.
Demikian dikatakan Dekan Fisip UI, Semiarto Aji Purwanto ketika menyampaikan materi dalam diskusi ‘Saatnya Bicara Kesehatan Jiwa’ dalam rangka deklarasi Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa. Diskusi dan deklarasi itu dilakukan di Jakarta, Selasa (14/11) di Auditorium Perpustakaan Nasional, Jalan Medan Merdeka Selatan 11, Jakarta Pusat.
Baca Juga: Pernah Berpikir Bunuh Diri? Lakukan Hal Ini untuk Menghindarinya
Hasil skrining kesehatan jiwa pada mahasiswa baru Fisip UI menunjukkan niat bunuh diri tidak mengalami peningkatan polynominal.
Itu artinya tidak terjadi situasi luar biasa yang mengarah ke niatan ingin bunuh diri secara masif, katanya.
Akan tetapi hal itu tidak mengurangi peringatan untuk memperhatikan isu kesehatan jiwa pada generasi muda.
Interpretasi hasil skrining kesehatan jiwa mahasiswa baru menunjukkan keinginan bunuh diri berada di angka 10,8 persen, di bawah kategori seriously considered suicide yang dipatok pada angka 18,8-25,5 persen.
Sejak 2019, UI melakukan skrining untuk mahasiswa baru menggunakan metode self reporting quesionaire (SRQ).
Di tahun 2019 keinginan bunuh diri mencapai
Benturan nilai antargenerasi ditambah dampak ikutan dari revolusi teknologi digital dan sosial media menjadi pemicu tingginya kasus kesehatan jiwa.
Permasalahan kesehatan jiwa tidak hanya melanda Indonesia tetapi seluruh dunia.
Sayangnya, isu yang sudah menjadi perhatian global itu belum terlalu menjadi fokus di Indonesia.
Solusi atas benturan nilai antargenerasi itu dapat dijembatani dengan sesering mungkin dilakukan dialog antargenerasi.
Perubahan sikap, perilaku, dan cara pikir generasi muda saat ini sangat dipengaruhi revolusi teknologi dan informasi, termasuk di dalamnya sosial media.
Baca Juga: Tingkatkan Kesehatan Mental Masyarakat, FWD Insurance Luncurkan Program Dukungan FWD Mind Strength
Perubahan pengaruh inilah yang sering kali tidak dipahami generasi yang lahir sebelumnya.
Persoalan itu mengemuka dalam diskusi yang diselenggarakan Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa, Selasa (14/11) di Auditorium Perpustakaan Nasional.
Diskusi yang mengambil tema ‘Saatnya Bicara Kesehatan Jiwa’ itu digagas dalam rangka Deklarasi Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa.
Diskusi menghadirkan pembicara Dekan Fisip UI, Semiarto Aji Purwanto, dokter spesialis penyakit jiwa Tjhin Wiguna, jurnalis Kompas Elvy Rachmawati, dan presenter Metro TV Marvin Sulistio.
Diskusi berpijak pada hasil studi yang dilakukan Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa pada Oktober 2023.
Deklarasi Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa dihadiri Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendi.
Pendirian Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa didasari urgensi masalah kesehatan jiwa yang semakin hari semakin memprihatinkan.
Dalam deklarasinya disebutkan, Kaukus ini merupakan gerakan bersama berbasis komunitas yang akan melakukan kegiatan riset, edukasi, advokasi, aksi pencegahan dan mitigasi karena tidak ada kesehatan fisik tanpa kesehatan jiwa.
Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa diinisiasi Prof. Dr. dr. Nila Djuwita F. Moeloek, Prof. Dr. FX Mudji Sutrisno, SJ., Prof. Dr. Drs. Semiarto Aji Purwanto, M.Si., Dr. Adriana Elisabeth, Dr. Ray W. Basrowi, Maria Ekowati, dan Kristin Samah. Ditegaskan dalam deklarasi, Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa diinisiasi secara mandiri, semata-mata untuk kepentingan kemanusiaan.
Menurut Kristin Samah, salah satu inisiator yang baru saja meluncurkan buku Menulis Membaca Kehidupan, kelompok umur anak sekolah, remaja, dan usia produktif merasakan dampak paling berat dari perubahan cara hidup saat ini sehingga seringkali mengalami benturan dengan orang tua atau orang dewasa di sekitarnya.
Hal ini juga bisa dirasakan di tempat kerja, ujar Kristin.
Baca Juga: Waspada, Ini Dia Gejala-Gejala Seseorang Ingin Bunuh Diri
Mudahnya mengakses informasi melalui internet membuat generasi muda memiliki pengetahuan sangat luas, ujar Kristin.
Namun di sisi lain, informasi yang diperoleh di internet bila tidak diimbangi dengan eksplorasi pada sumber yang memiliki kredibilitas tidak akan memiliki kedalaman sehingga proses internalisasi informasi akan menimbulkan guncangan.
Inilah yang berpotensi mengganggu kesehatan jiwa.
Terkait dengan kemudahan memperoleh informasi itu juga bisa dilihat dari maraknya anak-anak muda melakukan self diagnostik untuk mengukur tingkat kesehatan jiwanya.
Sudah banyak kasus yang membuktikan kesalahan diagnostik akan berakibat fatal karena tidak mendapat penanganan dengan baik.
Dalam rencana aktivitasnya, Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa akan mendorong para pihak baik pemerintah, perguruan tinggi, akademisi, praktisi, organisasi masyarakat dan komunitas, industri, media masa, serta key opinion leader untuk menjadikan kesehatan jiwa sebagai isu sentral dan prioritas untuk membangun generasi yang sehat jiwa dan raga.
Studi yang dilakukan Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa menyimpulkan tingkat urgensi isu kesehatan jiwa di Indonesia sangat tinggi.
Studi juga menemukan 5 urgensi dan 3 esensi kesehatan jiwa di Indonesia.
Urgensi itu antara lain menyebut bahwa kesehatan jiwa berdampak multi sektor karena merupakan bagian dari kondisi kesehatan yang komprehensif.
Sehat tidaknya jiwa seseorang akan mempengaruhi tingkat produktivitas dan menentukan kualitas hidup serta pencapaian generasi selanjutnya. (*)