Cara Mengatasi Demam Berdarah Dengue dari Segala Aspek, Capai Indonesia Bebas Dengue 2030

By Redaksi NOVA, Sabtu, 22 Juni 2024 | 10:20 WIB
Ilustrasi nyamuk demam berdarah (iStock)

NOVA.id Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.

Gejalanya meliputi demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, ruam kulit, mual dan muntah, serta nyeri di belakang mata.

Jika Sahabat NOVA atau orang di sekitar kita mengalami gejala DBD, penting untuk melakukan pertolongan pertama dengan segera.

Istirahatkan, perbanyak minum air putih, kompres hangat, berikan obat penurun demam, dan pantau gejalanya.

Segera bawa ke dokter jika demam tidak turun dalam 3 hari, muncul bintik-bintik merah yang semakin banyak, muntah dan diare terus menerus, atau terdapat tanda perdarahan seperti mimisan atau buang air besar berdarah.

Tak ayal kita harus waspada terhadap penyakit ini.

Bisakah kita mencegah dan membiat Indonesia bebas dengue atau DBD ini?

Bisa saja.

Di tengah lonjakan kasus dengue/DBD di Indonesia beberapa waktu terakhir, PT Takeda Innovative Medicines mengambil momentum peringatan Hari Dengue ASEAN (ASEAN Dengue Day/ADD) 2024 untuk memperkuat komitmen dalam pencegahan DBD, melalui pemberian dukungan kepada Kementerian Kesehatan dalam pelaksanaan serangkaian kegiatan peringatan ADD 2024. ADD diperingati pada tanggal 15 Juni setiap tahunnya untuk meningkatkan kesadaran serta pemahaman masyarakat terhadap bahaya DBD.

Andreas Gutknecht, Presiden Direktur PT Takeda Innovative Medicines, mengungkapkan bahwa DBD merupakan ancaman yang akan ada terus-menerus, terlepas dari musim penghujan atau bukan.

“Semua orang bisa terkena DBD tanpa memandang usia, di mana mereka tinggal, bahkan gaya hidup. Kami berkomitmen untuk memerangi DBD melalui pencegahan inovatif kami dengan memastikan ketersediaan akses bagi seluruh masyarakat di Indonesia.

Baca Juga: Kasus Naik, Ini Cara Mengatasi Demam Berdarah Dengue Menurut Aturan Kemenkes, Tak Cukup 3 M!

Selain itu, menjalin kemitraan yang kuat bersama-sama dengan pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya untuk mencapai tujuan bersama ‘nol kematian akibat DBD di tahun 2030’.

Untuk itu, kami berterima kasih kepada Kementerian Kesehatan atas kemitraan yang berkelanjutan dalam perjuangan ini.”

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI sampai dengan 5 Mei 2024, terdapat 91.269 kasus DBD di Indonesia dengan kematian sebanyak 641 kasus.

Angka ini naik tiga kali lipat dari periode yang sama di tahun 2023 yaitu 28.579 kasus dengan kematian sebanyak 209.

dr. Imran Pambudi, MPPH, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Direktorat Jenderal P2P, Kementerian Kesehatan RI, menyampaikan apresiasi kepada PT Takeda Innovative Medicines sebagai mitra dalam memerangi DBD di Indonesia.

"Menangani penyakit endemik seperti DBD memerlukan sinergi yang kuat antar pemerintah, sektor swasta, industri, dan masyarakat.

Sejalan dengan tema yang digalakkan oleh pemerintah untuk peringatan Hari Dengue ASEAN tahun ini, yaitu ‘Bersama Lawan Dengue’, kami sangat terbuka untuk dapat bekerja sama dengan berbagai pihak di Indonesia demi memberantas DBD.”

dr. Imran menambahkan, “Berbagai berbagai upaya telah kita lakukan bersama, mulai dari penerapan Gerakan 3M Plus yang berkesinambungan, yang sudah kita lakukan selama lebih dari satu dekade; Gerakan 1 Rumah 1 Jumantik (G1R1J), yang telah terbukti membantu menekan kasus DBD di banyak daerah; serta teknologi nyamuk ber-Wolbachia yang telah kami implementasikan beberapa waktu lalu.

Namun demikian, kasus dengue yang meningkat sangat signifikan di awal tahun ini, menjadi alarm bagi kita semua untuk dapat mencari solusi inovatif yang dapat melengkapi upaya-upaya tersebut.

Salah satu yang sedang dipertimbangkan adalah dengan mengenalkan vaksin, khususnya di daerah-daerah dengan intensitas DBD tinggi."

Lebih jauh Andreas menyampaikan, “Kami memahami beban yang ditimbulkan oleh penyakit DBD begitu besar, baik secara finansial, maupun non-finansial. Bagi seorang individu dan keluarga, DBD meningkatkan kekhawatiran.

Baca Juga: Langkah Bersama Cegah DBD, Tekankan Pentingnya 3M Plus dan Vaksin DBD

Apalagi penyakit ini mengancam jiwa dan sampai saat ini masih belum ada obat khusus untuk mengobatinya.

Tidak hanya itu, biaya pengobatan untuk DBD juga tidak sedikit, dan biasanya memerlukan waktu 7-14 hari untuk perawatan dan pemulihan, sehingga dapat menyebabkan seseorang kehilangan produktivitasnya.

Hal ini turut berdampak pada industri atau perusahaan yang juga akan mengalami penurunan produktivitas dan peningkatan beban biaya yang cukup tinggi.”

Menurut Andreas, perlindungan diri yang komprehesif menjadi penting untuk dapat terhindar dari beban penyakit tersebut.

“Untuk itu, kami mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk mengambil langkah proaktif dengan menerapkan gerakan 3M Plus secara konsisten dan mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang intervensi inovatif pencegahan salah satunya melalui vaksinasi.

Mari Bersama-sama kita ciptakan lingkungan yang aman dari DBD bagi diri sendiri, anak-anak kita, keluarga kita, dan negara kita,” tutup Andreas.(*)