Waspada, Penderita Insomnia Kronis Berisiko Tinggi Alami Kematian!

By nova.id, Jumat, 1 Mei 2015 | 19:32 WIB
Waspada Penderita Insomnia Kronis Berisiko Tinggi Alami Kematian (nova.id)

Tabloidnova.com - Kesimpulan sebuah studi yang terus dilakukan selama 40 tahun terakhir ini mengenai efek jangka panjang dari tidur malam, ternyata sangat mengejutkan. Studi itu menunjukkan, kurangnya kualitas dan kuantitas tidur malam pada seseorang akan membuat ia menggali lubang kuburnya sendiri. Wah!

Masalah sulit tidur, terjaga sepanjang malam, atau terlalu sering terbangun di tengah malam, merupakan keluhan medis yang umum terjadi pada banyak orang dan biasa disebut dengan istilah insomnia. Namun waspadai bila Anda sudah mengalami yang namanya insomnia kronis. Pasalnya, bahaya insomnia bisa sebabkan kematian!

Insomnia kronis adalah gangguan tidur yang terjadi setidaknya tiga malam per minggu dan berlangsung setidaknya selama tiga bulan. Sementara persistent insomnia adalah mengalami gangguan tidur selama enam tahun atau lebih. Menurut studi yang dilakukan para ilmuwan dari University of Arizona ditemukan fakta bahwa insomnia dikaitkan dengan 58 persen peningkatan pada risiko kematian.

Tak hanya itu, berdasarkan studi tersebut, persistent insomnia juga amat terkait dengan tingkat yang lebih tinggi pada risiko mengalami peradangan dalam darah yang lekat dengan penyakit jantung, diabetes, obesitas, kanker, demensia, hingga depresi.

Para peneliti AS juga menganalisis data yang berasal dari hasil studi pernapasan yang telah berjalan cukup lama yang dilakukan di Tucson Epidemiological Study of Airway Obstructive Disease, dimulai sejak tahun 1972 dan telah meneliti para partisipan selama beberapa dekade.

Para ilmuwan ini menemukan, tak seperti masalah susah tidur ringan yang kerap terbangun sebentar-sebentar di malam hari, insomnia bisa sebabkan kematian bila sudah kronis dan berlangsung sedikitnya selama enam tahun.

Para ilmuwan juga menemukan, insomnia yang parah ini dikaitkan dengan tingkat risiko yang lebih besar untuk mengalami peradangan dalam darah (diukur dengan biomarker dalam darah yang disebut protein C-reaktif).

Pada penelitian sebelumnya bahkan ditemukan kesimpulan yang telah menyebutkan insomnia bisa sebabkan kematian. Akan tetapi, mekanisme yang mendasari mengapa itu bisa terjadi, masih belum ditampilkan secara gamblang.

Dr Sairam Parthasarathy, penulis utama dari studi di Tucson mengatakan, "Adanya pemahaman yang disempurnakan mengenai hubungan antara insomnia kronis atau parah dan berlangsung lama dengan kematian akan menginformasikan pengobatan bagi populasi yang berisiko."

Sairam juga mengatakan pendapatnya mengenai alasan insomnia bisa sebabkan kematian, "Kami menemukan, partisipan yang menderita insomnia persisten berada di tingkat risiko tinggi mengalami kematian akibat menderita penyakit jantung dan paru-paru, terlepas dari kondisi independen efek hipnotik, kesempatan untuk tidur (yang dibedakan dari kurang tidur), jenis kelamin, usia, dan faktor lain yang memengaruhiya."

Sementara itu, penulis senior dari studi tersebut, Dr Stefano Guerra, mengatakan, "Kendati ada tingkat yang lebih tinggi dan kenaikan tajam dalam peradangan pada individu dengan insomnia persisten dibandingkan mereka yang tidurnya terputus-putus atau tak ada insomnia, penelitian tentang masalah susah tidur kronis atau terus-menerus yang dapat menyebabkan peningkatan risiko kematian masih perlu dieksplorasi lebih jauh."

Penelitian lebih lanjut, kata Guerra dapat membantu memprediksi hasil yang lebih signifikan pada pasien yang memiliki masalah insomnia, terutama insomnia kronis. Namun demikian, sebagai kesimpulan awal, hasil penelitian sejumlah ilmuwan AS ini telah dipublikasikan secara online dalam American Journal of Medicine.

Intan Y. SeptianiSUMBER: DAILY MAIL