Menjadi Single Parent, Tak Akan Bisa Berperan Ganda

By nova.id, Senin, 25 Mei 2015 | 07:47 WIB
Menjadi Single Parent Tak Akan Bisa Berperan Ganda (nova.id)

Menjadi Single Parent Tak Akan Bisa Berperan Ganda (nova.id)

"Foto: Getty Images "

"Menjadi single parent tentu tidak semudah membalikkan tangan. Pada awalnya, menjadi orangtua tunggal perlu esktra kekuatan dari diri sendiri dan support penuh dari keluarga terdekat. Seiring waktu, saya makin terbiasa dengan kondisi seperti ini dan sejauh ini semua berjalan baik-baik saja sesuai yang diharapkan," paparnya mencoba berbagi pengalaman.

Single parent bisa merupakan hasil dari pernikahan yang kandas atau juga karena pasangan meninggal dunia. Khusus mengenai single parent karena faktor perceraian, fenomena ini di Indonesia, terutama di kota-kota besar, ternyata jauh meningkat dibandingkan 10 tahun terakhir.

"Ketika ada permasalahan dan tak bisa menemukan solusinya, pasangan suami-istri cenderung mencari penyelesaian instan. Kalau tak happy, ada masalah tapi tak ada solusi, pernikahan tak bisa dipertahankan, bubar saja. Nah, pemikiran seperti itu membuat makin banyak kasus perceraian. Otomatis, makin banyak pula yang menjadi single parent," papar konselor keluarga, Elly Nagasaputra MK, CHt., dari www.konselingkeluarga.com, ketika disinggung tentang perjuangan menjadi single parent.

Bagaimanapun, menjadi orangtua tunggal tetap harus menerima kenyataan. Berikut ini beberapa kendala yang umumnya terjadi kala seseorang menjalani perjuangan menjadi single parent.

Perjuangan menjadi single parent terkadang merasa kerepotan karena mesti berperan ganda. Di satu sisi harus menjadi ibu, di sisi lain harus menjadi ayah. Sebenarnya peran yang kosong ini tidak bisa digantikan. Peran ayah tetap ada ditangan ayah biologis sang anak. Demikian sebaliknya, peran ibu ya tetap tanggung jawab ibunya. "Jadi, seorang single parent sebenarnya tak bisa berperan ganda."

Yang bisa dilakukan adalah mencari atau mendapatkan figur ayah atau ibu "pengganti". Kenapa begitu? "Karena anak sebenarnya kehilangan figur salah satu orangtuanya, entah itu ayah atau ibu. Contohnya, bagi si ibu tunggal, ia bisa mencari figur ayah 'pengganti' dari adik atau kakaknya (dalam hal ini paman atau pakde bagi si anak). Terutama bila sang anak itu adalah laki-laki, ia belajar menjadi seorang laki-laki dari figur-figur yang dihadirkan ini."

Sekalipun statusnya menjadi single parent, pengasuhan dan pendidikan anak tetap membutuhkan peran ayah dan ibunya. Yang sering terjadi, anak sehari-hari tinggal bersama ibunya, sementara ayah nun jauh di sana dan seolah lupa dengan buah hatinya. Atau, sebaliknya. Alhasil, pengasuhan dan pendidikan seakan-akan diserahkan sepenuhnya pada salah satu pihak saja. Melibatkan keluarga terdekat pun bukan solusi terbaik karena perannya sebatas menggantikan figur.

"Peran sebagai ayah dan peran sebagai ibu tetap menjadi tanggung jawab berdua. Walaupun statusnya bukan suami-istri lagi, tidak seatap lagi, tapi tetap bekerja sama membesarkan anak. Keterlibatan sang mantan dalam mengasuh dan mendidik anak tetap diperlukan demi perkembangan anak. Meski sekadar menelepon, anak bisa ngobrol bahkan curhat dengan ayahnya. Sekali lagi, tak ada istilah mantan ayah atau mantan ibu."

Jadi, bila pasangan sama-sama berniat untuk bercerai sebagai pilihan terbaik, sebaiknya juga sama-sama berkomitmen untuk tidak melepas tanggung jawab dalam mengasuh dan mendidik anak.

"Bagaimana pun tumbuh-kembang anak yang optimal sangat dipengaruhi oleh keterlibatan kedua orangtuanya."

Hilman Hilmansyah