Solusi Menghadapi Tantrum pada Anak Balita

By nova.id, Senin, 13 April 2015 | 06:54 WIB
Solusi Menghadapi Tantrum pada Anak Balita (nova.id)

Tabloidnova.com - Tahukah Anda, perilaku anak balita, khususnya usia 3-4 tahun merupakan kelanjutan dari perilaku yang dipelajarinya atau dibentuk lingkungannya sejak bayi. Anak usia 3-4 tahun masih belajar untuk membentuk perilaku yang sesuai (adaptif) dengan norma sosial sehingga ia terkadang masih berperilaku kurang tepat, salah satunya adalah tantrum. Namun, pada usia ini, frekuensi maupun intensitasnya sudah berkurang dibanding saat anak berusia 2 tahun. 

Untuk mengetahui cara bijak menghadapi tantrum pada anak, perlu diketahui terlebih dahulu bagaimana sebenarnya anak mengalami tantrum. Hal tersebut dikemukakan May Yustika Sari, M.Psi. Ia menegaskan, orangtua perlu mengetahui tahap perkembangan anak di usia ini dan mencari solusinya.

Umumnya, usia 2-3 tahun adalah periode puncak perilaku tantrum. Anak menangis keras, memukul, melempar, berguling-guling, dan berteriak apabila keinginannya tidak dikabulkan. Julukan alias labelling biasanya mulai disematkan berdasarkan perilaku yang diperlihatkannya saat tantrum maupun interpretasi dari orangtua. Misal, anak tidak menuruti nasihat orangtua lalu menangis dengan suara keras sambil berguling-guling, maka orangtua akan berkata bahwa anak nakal.

Baca: Yang Harus Diperhatikan dari Perilaku Anak Balita

"Hal ini seharusnya tidak dilakukan karena labelling cengeng atau nakal dapat menyebabkan anak mengidentifikasi dirinya seperti apa yang disematkan. Anak akan mempertahankan perilaku tersebut karena menganggap hal itu bagian dari dirinya, terlebih jika lingkungan menjadi penguat perilaku tersebut. Misal, saat anak merengek meminta sesuatu yang dilarang, lalu orangtua mengatakan ia cengeng seraya menuruti keinginannya."

Tak sedikit orangtua yang tidak tahan mendengar rengekan anak agar keinginannya dikabulkan. Alhasil, orangtua menghadapi tantrum pada anak dengan cara segera menuruti kemauan tanpa berpikir panjang apakah keinginan tersebut baik untuk anak atau tidak. Kebanyakan orangtua berpikir, menghadapi tantrum anak merupakan sesuatu yang bersifat periodikal, dalam artian bersamaan dengan bertambahnya usia, maka perilaku anak akan berubah. Faktanya, tidak demikian, lo. Cara tersebut tentu tak tepat. Pasalnya dengan cara tersebut, anak justru akan mempelajari bahwa rengekan adalah cara tepat mendapatkan keinginan.

"Apalagi dengan bertambahnya usia, anak semakin pintar mencari cara lain agar keinginannya dikabulkan. Misal, menangis keras seraya berguling-guling di tanah untuk menarik perhatian orang lain sehingga orangtua merasa malu. Di usia remaja kelak bisa jadi anak mengancam tidak mau sekolah jika keinginan tak dikabulkan. Anak yang merasa diabaikan orangtua juga dapat membuat ulah untuk mendapatkan perhatian."

Lantas, bagaimana cara bijak menghadapi tantrum pada anak? Ajak anak bicara dengan intonasi suara yang tegas, tidak membentak dan perlahan. Misal, saat anak merengek kita dapat mengatakan, "Mama/papa tidak mengerti apa yang kamu katakan. Tenang dulu, baru bicara. Ayo sekarang tarik napas dan keluarkan perlahan agar tenang." 

Setelah anak mampu bersikap tenang dan menyampaikan keinginan, beri apresiasi. Lalu, orangtua mulai menyatakan penolakan atau persetujuan. Bila menolak mengabulkan keinginan, alasannya harus rasional, bukan menakut-nakuti atau memberi janji yang tak mungkin dipenuhi. Sebelum menyampaikan alasan penolakan sebaiknya orangtua menyampaikan permintaan maaf sebagai bentuk empati.

Sebaliknya, saat menghadapi tantrum pada anak, jika orangtua hendak mengabulkan keinginannya namun tidak saat itu, anak perlu mendapat penjelasan termasuk mengajaknya untuk bekerja sama dalam merealisasikannya, misalnya dengan menabung.

Hilman Hilmansyah