Bu Rieny yang terhormat, Saya bungsu dari 4 bersaudara, sudah bekerja dan sekarang tinggal bersama kakak saya yang sudah berkeluarga. Sedangkan ayah saya tinggal di luar kota. Saya punya pacar yang usianya lebih muda 6 tahun dan masih kuliah, sebut saja X. Meski usianya masih 20 tahun, X sudah dewasa, Bu. Dia sangat memanjakan, menyayangi, dan selalu memberi perhatian pada saya. Saya pun merasa lebih dekat dan bisa terbuka kepadanya, meskipun sebetulnya kami punya banyak perbedaan. Kami samasama belajar bagaimana mempersatukan 2 pribadi yang berbeda. Yang jadi masalah, keluarga saya kurang setuju dengan hubungan kami. Pasalnya, X masih kuliah. Keluarga takut ia akan meninggalkan saya kelak setelah saya tua. Akhirnya, untuk menjaga perasaan keluarga, saya memilih pacaran backstreet, meski saya sadar itu salah. Saya bingung, di satu sisi saya sayang pada X, namun di sisi lain saya dituntut untuk bersikap rasional soal usia yang jauh berbeda. Pertanyaan saya, secara psikologis, bagaimana, sih, rumahtangga yang suaminya jauh lebih muda? Apakah X akan berubah setelah saya tua nanti, seperti dikhawatirkan oleh keluarga saya? Lalu, apa yang harus saya lakukan, Bu? Apakah saya harus memutuskan atau tetap mempertahankan hubungan dengan X? Mohon saran dan terima kasih atas jawaban Ibu. R di X R Sayang, Bila Yayang Anda berbeda 6 tahun usianya dengan Anda, ini berarti saat Anda tamat SD, ia baru lahir. Anda sudah menyelesaikan SMA, ia baru menapaki kelas I SMP. Tidak mengherankan kalau saat ini Anda sudah bekerja dan ia masih kuliah. Anda tidak sendirian, kok, di dunia ini. Ada banyak istri yang punya suami yang lebih muda (atau bahkan jauh lebih muda). Dari pengamatan saya, perempuan yang suaminya lebih muda biasanya memang wajahnya cenderung awet muda, imut-imut kata orang. Manja dan gaya interaksinya "ramai", artinya pandai dan luwes bergaul. Sementara, si suami biasanya sosok yang memang dekat dengan ibu kandungnya, cenderung lebih "irit" dalam kata-kata, sehingga inisiatif banyak datang dari istri. Begitupun dalam lingkup sosial, pergaulan biasanya lebih didominasi oleh cerita si istri, sementara si suami mengangguk-angguk saja mengiyakan. Kalau melihat foto Anda yang manis itu, imut-imutnya memang sudah terlihat, ya? Seberapa tingkat keberhasilannya? Belum pernah ada data statistik, tetapi harus saya katakan bahwa seperti halnya perkawinan dengan suami yang seusia atau lebih tua, biasanya bila terjadi masalah serius dalam rumah tangga, perbedaan umur BUKAN penyebab utama. Dan, ada banyak perkawinan dengan perempuan lebih tua yang tetap berjalan hingga salah satunya meninggal dunia, lho. Berjalan terus pun, variasinya banyak, ada yang memang bahagia, tampak bahagia saja (padahal sesungguhnya tidak demikian), dan ada pula yang secara kasat mata kita tahu benar, tidak bahagia. Kalau dalam matematika, kita akan katakan bahwa satu ditambah satu adalah dua, dan tak bisa ditawar lagi, maka dalam perkawinan, suami tambah istri akan menghasilkan 3. Anda dengan pengalaman Anda, suami dengan pengalaman-pengalamannya, ditambah hasil interaksi Anda dengannya, akan menghasilkan lagi pengalaman baru, yaitu yang diperoleh melalui kebersamaan. Dalam diri masing-masing, gabungan pengalaman ketika masih sendirian ditambah yang diperoleh melalui kebersamaan, pasti juga akan mengubah seluruh penghayatan, pandangan, dan akhirnya keyakinan tentang dirinya, pasangannya, dan kebersamaannya. Demikian seterusnya, daur hubungan ini akan memberi 2 peluang pada suami dan istri, memperkaya diri bila hubungan itu bermakna positif alias memberi rasa nyaman, memantapkan rasa percaya diri dan menumbuhkan tantangan-tantangan baru. Dan sebaliknya, membuat kita sedih, merasa tidak berharga, membuat keputusan yang salah atau malah buta karena cinta, karena sewaktu pacaran, kok, semua itu tidak dianggap hal yang serius, manakala terjadi begitu banyak ketidakcocokan. Menjadi tua adalah konsekuensi yang melekat pada hidup itu sendiri, tetapi kalau Anda jeli menyimak, NOVA pun selalu memuat tips bagaimana agar tampak awet muda, bukan? Belum lagi olahraga, alat kecantikan, dan segala upaya yang laku dijual untuk membuat awet muda, menunjukkan bahwa kalau berupaya, manusia bisa, kok, "tampak muda." Cuma tampaknya saja, Jeng, karena sesungguhnya proses menua mah, jalan terus. Walau kini ia terasa demikian ngemong dan memberi rasa aman, dalam kenyataan perkawinan, hampir dapat saya pastikan, kelak dialah yang akan mendapatkan perasaan-perasaan itu dari Anda. Bagaimana tidak? Penghasilan, pasti Anda lebih mantap dari dia, perkembangan psikologis, mestinya ya Anda, dong, yang lebih dulu mencapai stabilitas emosi sesuai usia, dan karena Anda sadar bahwa ia lebih muda, pastilah akan banyak sekali toleransi, pengertian dan "maaf" yang Anda berikan ketika ia berlaku tidak seperti yang pernah Anda bayangkan dahulu. Ketidaksetujuan orang tua, hemat saya adalah kekhawatiran yang bersumber pada kenyataan perbedaan usia tadi. Jadi, sebenarnya mereka sedang mengekspresikan rasa kasih sayangnya pada Anda, tetapi karena buahnya adalah ketidaksetujuan pada hubungan Anda, maka ini terasakan oleh Anda sebagai sebuah belenggu. Wong sedang suka, kok, disuruh berhenti, pemaksaan namanya, begitu kira-kira pelarangan ini sampai ke pemahaman Anda. Yang bisa memutuskan akan terus atau putus, tentunya adalah Anda sendiri, ya. Namun, selain cerita di atas, ada baiknya Anda menelisik lagi konsekuensi yang melekat pada perkawinan dengan usia suami lebih muda ini. Yang pertama menghadang dan sering terjadi, dia terpikat perempuan yang lebih muda. Oke, duluuuu dia happy saja dengan istrinya yang sudah seperti tantenya sendiri, karena istri inilah yang memberinya kemapanan dan kenyamanan. Ketika ia menapaki karier dan makin mantap, bukankah daya tariknya untuk lawan jenis juga meningkat sejalan dengan naiknya "nilai tawar" dirinya? Di saat yang sama, bukan tidak mungkin Anda sudah di ujung usia puncak, sehingga grafik kehidupan pun menurun. Badan mulai gemuk, tambah bawel, bukan hanya kelihatan tua, tetapi memang tua beneran, tidur dengan badan berbau balsem atau koyo, karena sudah langganan masuk angin. Apakah namanya daya tarik itu bukannya sudah bablas bersama angin? Nah, di saat-saat seperti ini, butuh komitmen yang sangat kuat, yang melampaui daya tarik fisik, untuk mempertahankan hubungan di tingkat yang memuaskan kedua belah pihak, bukan? Kawan saya yang suaminya lebih muda, tak mengalami masalah ini karena kebetulan profesinya guru senam dan mengelola salon kecantikan, sehingga selalu cantik dan singset. Tetapi, ada pula teman lain yang istrinya yaa ... sudah seperti yang saya ceritakan di atas, tetapi akur-akur saja, karena mereka sama-sama peneliti. Bekerja di laboratorirum yang sama, menerima pekerjaan bersama, dan juga sama-sama menyenangi anggrek. Dan, dalam masalah seperti ini, seperti biasanya, saat kita butuh dukungan, ada saja orang akan "enteng mulut" berkomentar, "Hah, suamimu ada affair? Tapi, kalau saya jadi kamu, ini pasti sudah saya persiapkan jauh-jauh hari, wong nyatanya suamimu memang lagi ganteng-gantengnya, kok, sementara kamu, ya maaf saja ." Tidak dilanjutkan, tetapi dalam susunan kata yang lain, ia sedang ingin "menampar" kita dengan mengajak kita realistis melihat masalah, wong suaminya lebih muda, ya logislah kalau sekarang usreg mencari yang mudaan. Masalah berikutnya yang tak kurang runyamnya, karier istri yang mapan biasanya membuat suami secara sosial, statusnya lebih rendah. Bisa jadi istri sudah di posisi manajerial, sementara suami masih pelaksana. Di sini, istri lalu harus berhati-hati untuk tidak melukai perasaan suaminya, bahwa gaji dan fasilitasnya yang lebih tinggi tidak otomatis membuat sang suami harus menjadi anggota perkumpulan ASTI (Asosiasi Suami Takut Istri), bukan? Dengan acuan 2 masalah yang bisa menghadang di depan tadi, tolong lihat, adakah potensinya untuk bisa terjadi pada Anda? Artinya, bagaimana peluang dia untuk memperoleh pekerjaan nantinya. Kalau ia baik prestasinya di sekolah, banyak teman dan terlihat lincah mencari peluang yang bisa menghasilkan uang, berarti ada harapan. Lalu, lihat lagi, apakah dia pada dasarnya senang dan punya minat tinggi pada perempuan? Bila iya, wah lampu kuning namanya. Hati-hati. Dan akhirnya, teliti lagi secara seksama, apa yang di surat Anda katakan sebagai" kami banyak perbedaan, tetapi kami belajar bagaimana mempersatukan perbedaan." Dalam hal apa perbedaan itu paling sering terjadi? Bila ini erat terkait dengan masalah kedewasaan yang berbeda atau bersumber pada perbedaan usia, artinya lampu mulai merah, Non. Dan bila sepanjang daftar perbedaan itu sumbernya memang karena faktanya ia lebih muda dari Anda, lampu merah mungkin sudah berubah menjadi tanda DILARANG MASUK. Nah, ariflah untuk berpikir sejenak lagi, apakah ini yang namanya cinta sebagai bumbu kehidupan, sehingga tak perlu diseriusi benar, cukup untuk memperpanjang riwayat hidup alias curiculum vitae bahwa Anda pernah punya pacar muda usia, atau benar-benar cinta yang serius dan bertanggung jawab, sehingga benar-benar bisa meningkatkan kualitas kehidupan Anda berdua, bila mengikatkan diri. Yang paling penting, di atas semua ini, jangan sekali-sekali menerus-neruskan hubungan yang di dasar hati sebenarnya sudah terasa TIDAK cocok, hanya demi "gengsi." Karena dilarang orang tua, ya sudahlah saya teruskan saja. Gengsi, dong, kalau dulu saya mati-matian bertahan, kok, sekarang saya mundur? Kalah, dong, sama orang tua. Keseluruhan proses ini bukanlah sebuah pertandingan yang harus ada pemenangnya, ya Non, melainkan sebuah jalan hidup yang sedang menyajikan persimpangan yang Anda harus pilih, arah mana yang akan merupakan kelanjutan dari hidup Anda. Sesuai arahan orang tua yang kemudian Anda rasakan kebenarannya, atau Anda pilih arah yang berlawanan dengan mereka, bukan karena ini memang tujuan Anda, melainkan hanya sekadar agar mereka tak terasa sedang mendikte Anda! Jangan ya sayangku, kaji dengan benar dan kalau Anda yang membuat keputusan ini secara mandiri, orang tua pasti tak akan melecehkan Anda. Mereka jusru akan mengatakan, "Aduh leganya, untung, lho, anakku ternyata berpikir dan bertindak bijaksana." Pikirkan sekali lagi ya Non, tak apa-apa pusing sekarang daripada menyesal seumur hidup karena telah membuat keputusan yang salah.