Bergaya Dengan Sarong di Jogja Fashion Week 2014

By nova.id, Selasa, 24 Juni 2014 | 09:04 WIB
Bergaya Dengan Sarong di Jogja Fashion Week 2014 (nova.id)

Bergaya Dengan Sarong di Jogja Fashion Week 2014 (nova.id)

"Deden Siswanto memperagakan cara memakai sarong bagi pria "

TabloidNova.com - Komitmen untuk terus mengusung kebudayaan asli Indonesia turut mendorong Jogja Fashion Week 2014 menyelenggarakan seminar seputar 'Sarong' dann bagaimana cara bergaya dengan sarong pada Jumat (20/6.2014). Bertempat di Jogja Expo Center (JEC), seminar tersebut menghadirkan Emran Nabawi dari Atlas Sarung, Desainer Deden Siswanto perwakilan APPMI Pusat, serta Desainer Lia Mustafa Ketua APPMI DIY.

Sesi seminar dibuka dengan presentasi sejarah sarong di Indonesia, perbedaan sarong dengan kain, serta ragam perkembangan motif-motif sarong dari dulu hingga sekarang. "Peradaban manusia yang tetap stabil sampai saat ini adalah tekstil. Sarong dulu menjadi alat tukar dan mahar bagi acara pernikahan adat di beberapa daerah. Ciri khas sarong Indonesia memiliki tumpal. Sarung yang ada di benua Asia sekarang ini 40 persen diproduksi dan berasal dari Indonesia" ujar Emran Nawawi.

Lebih lanjut, Emran menambahkan bahwa secara konstruktif sarong berbeda dengan tekstil yang biasa digunakan. Tekstur sarong lebih kuat dengan dengan lusi yang berjumlah lebih rendah dari pakan. Dulu, motif sarong hanya berbentuk plaids atau kotak-kotak tak beraturan dengan motif hitam putih khas kain Bali. Sarong berkualitas baik biasanya diproduksi menggunakan pakan lusi yang seimbang.

Sesi kedua dilanjutkan oleh Deden Siswanto yang mengedukasi aplikasi sarong dalam dunia fashion. Desainer yang kerap menyisipkan sarong dalam setiap koleksi busananya ini berbagi tips cara mudah tampil modis dengan sarong.

"Sarong bersiluet H yang membentuk tabung dengan bagian sisinya dijahit. Cara memakainya berbeda-beda, pilihlah motif sarong yang membuat tubuh kelihatan tinggi. Khusus bentuk perut yang buncit dan besar, kenakan sarong pas di bagian tulang pinggul. Agar jatuhnya pas, gunakan koin di bagian ujung sarong," jelas Deden.

Selain itu, Deden pun  mengungkapkan persepsi yang keliru pada sebagian masyarakat untuk melestarikan sarong sebagai warisan asli budaya Indonesia. "Bersarong dan bergaya menggunakan sarong itu jauh berbeda dengan menjadikan sarong pada atasan yang dibentuk tunik atau luaran. Biasanya bagian tumpal akan hilang atau terpotong jika dibentuk sebagai busana jadi. Sarong itu dikenakan melilit di bagian bawah tubuh" tutup Deden.

Ridho Nugroho