Bincang Santai dengan Gerdi WK

By nova.id, Selasa, 9 Juli 2013 | 10:22 WIB
Bincang Santai dengan Gerdi WK (nova.id)

Bincang Santai dengan Gerdi WK (nova.id)

"Foto: Henry "

Gerdi bertutur tentang perjalanan karyanya yang dimulai tahun 60-an saat kelas 3 SMP hingga sekarang. Selain itu, ia juga berkisah tentang karya barunya berjudul Cinta Itu Buta yang terbit tahun ini.

"Saya ingin membuat karya yang tidak biasa. Selama ini, saya lebih banyak membuat komik fantasi dan anak-anak. Sekarang, saya ingin bertutur dengan kisah yang lebih serius. Saya pun membuat karya tentang cinta dalam pengertian yang lebih luas. Ada cinta pada sesama, cinta anak pada orangtua dan sebaliknya, cinta tanpa batas antara murid dengan guru, dan seterusnya. Masing-masing kisah saya buat dalam format komik pendek. Hasilnya, inta itu Buta merupakan antologi komik pendek," papar Gerdi yang kini tinggal di Depok.

Awalnya, Gerdi belum kepikiran tentang penerbit. Ia hanya ingin berkarya. Suatu ketika Akhmad Makhfat pendiri penerbitan Metha Studio dari Yogyakarta mengundangnya.

"Saya disponsori. Mulai tiket Jakarta-Yogya, jalan-jalan, dan menginap. Dalam salah satu obrolan, Pak Akhmad tertarik untuk menerbitkan komik karya saya. Nah, naskah Cinta Itu Buta pun saya tawarkan. Ternyata, dia tertarik."

Banyak hal kisah cinta yang disampaikan Gerdi. Mulai dari kisah di masa sekarang maupun menggali dari kisah folklore, bahkan termasuk juga kisah wayang. Salah satunya, ia menafsir ulang tentang hikayat Malin Kundang. Bila dalama kisah aslinya, sang ibu mengutuk anaknya Malin Kundang menjadi batu, "Dalam komik karya saya, saya menuturkan bahwa ibu Malin Kundang memaafkan anaknya yang durhaka. Mohon maaf, bukan berarti saya tidak menghormasi pembuat cerita Malin Kundang, namun saya menggagas bahwa kasih ibu pada anaknya adalah cinta yang tanpa ada batasnya," paparnya.

Dalam salah satu kisahnya, Gerdi juga memasuki wilayah kelam tentang percintaan seseorang dengan anak seorang anggota PKI.

"Persoalan ini, kan, banyak terjadi. Saya mendasarkan dengan kisah nyata yang saya bumbui unsure fiksi."

Gerdi tak lupa mengisahkan perjalanannya sebagai komikus. "Saya sudah memulainya saat saya kelas 3 SMP. Kebetulan, ada penerbit yang bersedia menerbitkan. Wah, untuk ukuran remaja, honor yang saya terima terbilang sangat besar. Dari situ, ada dorongan untuk terus membuat komik. Saya pernah membuat komik silat, anak-anak, dan kemudian komik fantasi dengan tokoh perempuan superhero bernama Guna. "Tanpa saya duga, sambutan masayarakat sangat bagus.

Selain itu, Gerdi juga menggarap banyak ilustrasi. Antara lain jadi ilustrator majalah Bobo, membuat ilustrasi untuk berbagai majalah, dan terakhir bekerja di sebuah advertising sampai pensiun.

"Selama itu pula, saya tidak pernah berhenti menggambar, bahkan sampai sekarang," tutur Gerdi yang tengah menunggu proses terbit karya barunya.

Henry