Bagaimana Cuka Menyelamatkan 73.000 Wanita Dari Kanker

By nova.id, Selasa, 4 Juni 2013 | 07:02 WIB
Bagaimana Cuka Menyelamatkan 73 (nova.id)

Bagaimana Cuka Menyelamatkan 73 (nova.id)

"Ilustrasi "

Salah satu pekerjaan terbesarnya adalah untuk mengetahui bagaimana caranya untuk mengatasi pertumbuhan korban jiwa akibat kanker serviks, penyakit yang telah membunuh 200.000 perempuan per tahun di negara berkembang.

Tidak seperti jenis kanker lain, kanker serviks bermula sebagai lesi pra-kanker yang terakumulasi mutasi. Pap smear, teknik yang ditemukan pada tahun 1920 oleh George Papanicolau, ahli patologi Yunani di Cornell University, mengambil sel-sel dari lapisan serviks dan mengirim ke laboratorium untuk dianalisa di bawah mikroskop.

Karena di India tidak ada laboratorium lengkap, Shastri mecari cara lain untuk menganalisis sel. Ia menggunakan asam asetat(pada dasarnya larutan cuka steril, Red.) ke leher rahim.

Hasilnya, asam asetat membuat sel kanker berubah putih dalam waktu satu menit dan sel-sel yang normal dan sehat tetapberwarna merah muda.

Shastri kemudian melatih petugas kesehatan di sana untukmemberikan imunisasi dan tindakan pencegahan dengan asam asetat. Pada tahun 1998, ia memperoleh dana dari National Cancer Institute, (National Institutes of Health, Red.), AS. Hasilnya,cuka berhasil mengurangi tingkat kematian kanker serviks dari 16,2 wanita per 100.000 menjadi 11,1 per 100.000 perempuan. Dengan kata lain, penurunan mencapi 31 persen.

"Sungguh menakjubkan," kata Carol Aghajanian, kepala ginekologi onkologi di Memorial Sloan-Kettering Cancer Center di New York. "Ribuan nyawa bisa diselamatkan oleh teknik murah ini."

Shastri dan rekan-rekannya memperkirakan, di India saja, pengenalan skrining asam asetat dapat mencegah 22.000 kematian kanker serviks setiap tahun. Jika dapat dilembagakan di seluruh dunia berkembang, maka cara ini juga akan menyelamatkan 73.000 jiwa.

Berdasarkan hasil tersebut, pemerintah nasional di India dan pemerintah negara bagian Maharashtra, melembagakan program skrining untuk semua wanita. Namun untuk melaksanakanprosedur itu ke seluruh dunia tidaklah mudah, banyak tantangan yang harus dihadapi.

Meski demikian, perjuangan Shastri dan rekan-rekannya membuahkan hasil. Cepat atau lambat, waktu membuktikan, kalau penelitian mereka sudah sampai ke Indonesia dan menyelamatkan banyak jiwa. Ester Sondang