Jika Anak Anda Jadi Korban Pelecehan Seks

By nova.id, Selasa, 31 Mei 2011 | 07:26 WIB
Jika Anak Anda Jadi Korban Pelecehan Seks (nova.id)

Jika Anak Anda Jadi Korban Pelecehan Seks (nova.id)

""

"Ingat, jangan sekali-kali menyalahkan si anak, sebab yang salah bukanlah anak melainkan pelaku." Katakan padanya, misal, "Ini bukan salah kamu, kok, melainkan si Om itu yang salah." Pokoknya, hiburlah anak sebisa mungkin supaya tak tertekan jiwanya. Setelah itu, laporkan kejadian tersebut pada pihak yang berwajib.

Tentunya itu hanya bisa kita lakukan bila kita telah mengetahui si kecil menjadi korban pelecehan seksual. Namun bagaimana jika kita tak mengetahuinya? Sebab, jika kita menunggu laporan dari si anak hampir tak mungkin kita akan mengetahuinya, kan?

"Dalam hal ini sangat dituntut peran aktif orang tua untuk mengorek keterangan dari anak. Caranya, jalin hubungan dekat dan komunikasi yang baik dengan anak. Jangan sampai kita hanya sibuk dengan urusan kantor atau pribadi dan mengabaikan anak, sampai-sampai tak tahu anak telah menjadi korban pelecehan seksual."

Jika ada jalinan komunikasi yang baik, anak akan menjawab dengan senang semua pertanyaan orang tuanya. "Dari situlah orang tua bisa melanjutkan dengan pertanyaan, 'Tadi main dengan siapa? Main apaan?" misal. Hanya dengan cara itulah kita bisa mengetahui apakah anak telah menjadi korban pelecehan seksual atau tidak."

Jika si kecil belum pernah kita ajarkan apa itu pelecehan seks, tak ada salahnya kesempatan itu kita gunakan untuk mengajarinya.

Misal, "Nak, permainan yang kamu lakukan tadi siang dengan si Om itu, jangan kamu lakukan lagi, ya, karena enggak baik. Yang boleh memegang dan melihat itu cuma Bunda dan Ayah saja, selain kamu sendiri. Anggota badan kamu di bagian itu adalah daerah pribadi kamu. Jadi, sekalipun kamu nanti akan dibelikan mainan, kamu harus menolaknya, ya?" Dengan begitu, sekaligus kita mengajari anak bagaimana menghindari serta menolak jika ada ajakan seperti itu lagi.

Cara Pelaku Memangsa Korban

Para pelaku akan menggunakan berbagai cara untuk dapat memangsa korbannya, entah dengan iming-iming barang atau diajak jalan-jalan. "Bisa juga dengan menjanjikan keinginan anak akan dapat terpenuhi jika ia mau menuruti apa permintaan guru, jika misalnya yang melakukannya adalah gurunya. 'Jika nilai kamu mau baik, kamu harus mau dipegang-pegang oleh Bapak atau Ibu guru, ya,' misalnya," tutur Nadhira.

Jika si pelaku adalah orang dekat dengan anak, bisa juga dengan alasan mengajak anak bermain dokter-dokteran, misal. "Jika mainnya itu dengan orang dewasa, kita patut curiga sebagai ajang pelampiasan nafsunya. Akan tetapi, jika yang bermain adalah sesama mereka, walau sudah agak besar sedikit, belum bisa dikatakan sebagai pelecehan seksual. Sebab, pada anak tujuannya bukan seks melainkan rasa ingin tahu terhadap alat kelamin lawan jenisnya."

Dedeh