TabloidNova.com - Kadang, menunjukkan ekspresi wajah untuk menggambarkan perasaan kita lebih baik daripada mengatakannya. Karena, kadang-kadang, ekspresi lebih mampu "berkata-kata" daripada kata-kata yang seringkali diartikan salah oleh beberapa orang.
Sebuah studi menunjukkan, ketika seseorang menunjukkan emosi seperti sedih, marah, atau bahagia, mereka kadang menunjukkannya dengan ekspresi wajah yang unik. Saking uniknya, ada banyak ekspresi wajah yang dikenali pada manusia.
Dalam sebuah studi terbaru, peneliti mendefinisikan 21 ekspresi wajah yang menggambarkan perasaan manusia. Di antaranya, enam ekspresi dasar, seperti senang, sedih, takut, marah, terkejut, dan jijik; ditambah 15 ekspresi lainnya yang merupakan kombinasi dari perasaan dasar ini. Misalnya, perasaan "terkejut (karena) bahagia" atau "terkejut (karena) kesal".
Seperti yang dikatakan juga oleh para peneliti dalam studi mereka yang dipublikasikan 31 Maret di Proceedings of the National Academy of Sciences, pengetahuan tentang ekspresi wajah ini bisa berguna untuk memelajari otak manusia dan komunikasi sosial. Semua ekspresi ini bisa dibedakan melalui sebuah sistem model komputer dengan tingkat akurasi yang tinggi melalui perubahan kecil pada otot-otot wajah.
Secara historis, para ilmuwan dan filsuf memelajari studi pada enam emosi dasar melalui lukisan potret yang hanya menggunakan warna primer. Dalam studi itu, para peneliti mengambil sekitar 5.000 foto dari 230 mahasiswa yang diminta untuk membuat ekspresi wajah melalui isyarat verbal seperti, mendengar kabar baik yang tak terduga (terkejut bahagia) dan mencium bau tak sedap (jijik).
Tiap ekspresi dibandingkan melalui program komputer yang disebut FACS (Facial Action Coding System) untuk melihat ke dalam unsur-unsur ekspresi wajah, seperti alis terangkat atau hidung keriput.
Hasilnya, model komputasi persepsi wajah ini mampu mengidentifikasi enam ekspresi dasar dengan tingkat akurasi 96,9 persen, dan 15 ekspresi senyawa dengan akurasi 76,9 persen.
Meskipun ekspresi emosi ini mampu digunakan sebagai penelitian dasar dalam kognisi, peneliti mengatakan, ilmu ini mungkin juga bisa berguna untuk memahami persepsi emosi gangguan kejiwaan seperti skizofrenia atau gangguan sosial seperti autisme. Ester Manullang/Fox News