Jadi Yatim Piatu Dalam Waktu Sehari (1)

By nova.id, Kamis, 11 Juni 2009 | 05:38 WIB
Jadi Yatim Piatu Dalam Waktu Sehari 1 (nova.id)

Jadi Yatim Piatu Dalam Waktu Sehari 1 (nova.id)
Jadi Yatim Piatu Dalam Waktu Sehari 1 (nova.id)

"Di ruang inilah jasad Risa-Edi ditemukan. (Foto: Henry Ismono) "

Padahal, Mardiyah tahu semua yang terjadi pada Risa dari anak-anaknya yang lain. "Saya pernah dengar mulut Risa disumpal, mau dibakar atau dibunuh. Tentu saja saya sangat cemas mendengar kabar buruk itu. Sayangnya, kepada saya dia tidak mau terbuka. Mungkin dia enggak mau saya sedih." Belakangan, barulah Risa buka mulut. "Dia sering kabur ke rumah saya kalau sudah tak tahan dipukuli. Katanya, selama ini dia tak mau cerita karena takut ancaman suaminya. Katanya, mau disiram air keras segala. Tapi anak saya lemah hati. Kalau Edi menyusul dan pura-pura menyesal, hati Risa luluh. Alasannya, kasihan anak-anak."

PencemburuApa sebenarnya yang membuat Edi begitu ringan tangan? Rina menduga, faktor ekonomilah penyulutnya. Selama ini, Edi bekerja sebagai calo tiket di Terminal Pulo Gadung. Penghasilannya sangat pas-pasan. "Paling sehari hanya bisa kasih uang ke istri Rp 15- Rp 20 ribu. Mana cukup untuk menghidupi lima anak? Apalagi, tiga anaknya perlu biaya sekolah. Hendi dan Wiwin di SMP, sedangkan Indah masih SD."

Itu sebabnya sekitar setahun lalu, Risa minta izin suaminya untuk bekerja, membantu keuangan keluarga. Edi setuju. Jadilah Risa pramusaji di sebuah kafe di Jakarta Timur yang buka pukul 22.00-03.00. "Tapi suaminya terlalu cemburuan. Pulang telat sedikit saja, Edi pasti main pukul."

Pikiran Edi selalu buruk, menduga Risa kencan dengan tamunya. "Padahal, masih ada yang perlu diselesaikan di tempat kerja. Tak mungkin kami kencan dengan tamu. Di sana bukan kafe mesum. Peraturan kafe sangat ketat. Waktunya pulang, waiter, ya, harus pulang. Tak perlu kami kencan dengan tamu, toh, dapat gaji cukup. Sebulan bisa Rp 1,5 juta plus tips dari tamu. Jadi, kalau dianggap bisa macam-macam, saya tegaskan, jelas tidak. Risa pun sudah menegaskan, tak bakalan mau menjual diri," kata Rina yang juga bekerja di kafe itu.

Henry Ismono