Keluarga David Merasa Dipojokkan

By nova.id, Selasa, 9 Juni 2009 | 23:47 WIB
Keluarga David Merasa Dipojokkan (nova.id)

Sidang koroner kasus kematian David Hartanto Widjaja, yang berlangsung di Singapura pada 20-26 mei 2009 cenderung menguatkan skenario pihak NTU, bahwa David bukanlah dibunuh melainkan bunuh diri dengan cara melompat dari jembatan kaca di kampusnya.

Keluarga David Merasa Dipojokkan (nova.id)

"Keluarga David merasa terpojok dan menilai Pemerintah Singapura campur tangan (Foto : Astri) "

Berdasarkan hasil otopsi, diketahui David mengalami luka-luka pada anggota gerak badan, luka-luka pada organ dalam, dan penyebab meninggalnya David karena luka yang sangat banyak (multiple injury). Namun, sayangnya fakta tersebut tidak dibeberkan dalam persidangan. "Dari hasi otopsi david mengalami 36 luka memar maupun senjata tajam. Tapi saksi ahli forensik Mariam Wang di persidangan malah mengatakan luka-luka David terjadi karena jatuh dari ketinggian. Ini tidak konsisten," ujar ayah David, HArtono Widjaja dalam jumpa pers di kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa, (9/6).

Pernyataan Hartanto ini kemudian dipertegas ahli forensik Universitas Indonesia, dr Djaja Surya Atmadja melalui simulasi visual menggunakan alat peraga manekin manusia. Dari visualisasi tersebut, diperlihatkan antara lain, David mengalami luka cukup dalam di pergelangan tangan kanan akibat kekerasan benda tajam (pisau). Bahkan, kedalaman luka ini sampai memotong otot sehingga pergelangan David menjadi lunglai. Jika David memang bunuh diri dengan melukai pergelangan tangan kanannya, hal ini disangsikan keluarga. Pasalnya, David tidak kidal, dan cukup sulit bagi seseorang yang biasa beraktivitas dengan tangan kanan melukai tangan kanannya sendiri sedemikian rupa. Di sisi lain, David pun mengalami lecet-lecet hampir di sepanjang lengan kiri, sayatan di leher cukup dalam, patah tulang panggul, dan kakinya terpuntir.

Organ dalam David pun mengalami cedera parah. Tulang dada dan iga patah, paru-paru memar, jantung dan liver sobek, serta ada problema pada ginjalnya. Luka pada kaki David pun mengindikasikan David kemungkinan terseret sesuatu cukup panjang dan lama.

"Dari keterangan forensik diketahui pada anggota gerak badan ada luka-luka akibat kekerasan benda tajam seperti pisau dan luka tersebut tidak mematikan. Itu analisis mereka. Saya justru mau menambahkan, analisis itu tidak tajam. Pada kasus ini berdasarkan pola lukanya bukan bunuh diri melainkan akibat luka tangkis atau mempertahankan diri. Ini menunjukan dia diserang," papar Djaja. Kejanggalan lainnya yang tidak terungkap di persidangan adalah, jika memang Prof. Chan Kap Luk adalah korban penusukan David, mengapa lukanya jauh lebih sedikit daripada David. Jari-jemari Prof. Chan yang mengaku mematahkan mata pisau dengan satu tangan pun tidak mengalami luka parah. "Hanya jari telunjuk pada tangan kanannya yang mengalami luka, sementara jari-jari lainnya memar," terang Hartono yang menilai NTU menghadirkan saksi-saksi fiktif.

Posisi keluarga David pun seakan kian terpojok lantaran Shashi Nathan pengacara yang ditunjuk keluarga, untuk membela kasus David pun tak berargumentasi soal fakta-fakta forensik tersebut. "Pengacara kami tidak memperdebatkan fakta ini," ujar Hartono seraya menambahkan, pihak keluarga mempertimbangkan untuk mengganti pengacara. Menanggapi hal ini, ketua tim verifikasi kasus kematian David Hartanto, Iwan Pilliang menilai pemerintah Singapura memang campur tangan dalam kasus ini. Iwan pernah mendapati sachi mendapat telepon dari kementrian luar negeri Singapura yang bersifat intervensi. Antara lain, meminta agar jangan sampai ada demo perihal kasus David.

Sidang koroner terhadap kasus David akan kembali dilanjutkan pada 17-23 Juni 2009. Keluarga dan tim verifikasi berharap lembaga-lembaga formal seperti KOMNAS HAM, Polri, Depkumham, Deplu, bahkan Presiden bertindak nyata terhadap pengadilan koroner kasus David di Singapura. Komisioner Komnas HAM, Nurkholis dalam jumpa pers yang bertepatan dengan 100 hari meninggalnya David ini menyatakan dirinya akan hadir dalam sidang koroner mendatang. "Bersama KBRI di Singapura kami akan mencari saluran komunikasi politik dengan satu pesan, peradilan harus berjalan jujur dan adil. Selain itu, karena di Singapura tidak ada Komnas HAM maka, kami akan berkoordinasi dengan NGO-NGO HAM di tingkat regional Asia," ucap Nurkholis.Astri