Cerita Pinta Menaklukan Leukemia (2)

By nova.id, Senin, 4 Mei 2009 | 00:01 WIB
Cerita Pinta Menaklukan Leukemia 2 (nova.id)

Cerita Pinta Menaklukan Leukemia 2 (nova.id)
Cerita Pinta Menaklukan Leukemia 2 (nova.id)

""

Yang pasti, sebisa mungkin setiap waktu kami sempatkan untuk berdoa, bersyukur. (Pinta menangis mengingat kenangan itu. Sesaat, wanita berambut sebahu ini terdiam.) Kukatakan pada Andrew saat itu, "Bang, meski berat, kita harus melalui semua ini. Kita harus menjalani. Kita tetap harus bersyukur."

Pada serangan ketiga ini, dokter mengaku bingung akan kondisi Andrew. Bahkan tak tahu harus memberi obat apa lagi. Dokter menyarankan mencoba sebuah obat kanker jenis baru asal Inggris. Agar semakin jelas, aku sempat mencari second opinion ke rumah sakit lain yang ada di Den Haag.

Ternyata pendapatnya sama dan aku tetap memilih berobat di AMC. Kata dokter, Andrew harus melalui enam tahap pengobatan. Masing-masing berjarak 40 hari. Di Belanda, pengobatan jenis ini masih tergolong sesuatu yang baru. Mereka pun mengakui, masih coba-coba.

Umur Tinggal 6 Bulan Juni 2008, Andrew memulai pengobatan dan usai terapi, kondisinya justru sangat drop. Dokter pun mulai memperlajari berbagai efek yang terjadi dan berharap dapat mengatasinya di tahap pengobatan kedua.

Empat puluh hari kemudian, pengobatan kedua dilaksanakan. Dosis obat semakin besar. Ternyata, kondisi Andrew membaik dan terus membaik. Bahkan, ketika tahap ketiga akan dimulai, Oktober 2008, Andrew minta ditunda karena ingin menghadiri kongres kanker internasional di Berlin, Jerman. Soalnya, Andrew sudah terdaftar sebagai salah satu peserta cancer survivor yang akan hadir di situ, sebagai wakil dari YKAKI.

Sayangnya, ketika membahas soal pengobatan tahap ketiga, dokter justru mengatakan sel kanker Andrew muncul lagi. Kesimpulannya, dua tahap pengobatan yang sudah dijalani, tak menghasilkan efek penyembuhan.

Deg! Jantungku seakan berhenti mendengar ucapan dokter. Kami berdua tidak bisa berkata-kata lagi. Dalam pertemuan itu, dokter menyatakan, kemungkinan hidup Andrew tinggal enam bulan lagi. Andrew divonis hidup sampai 15 September 2008. Ya Tuhan.

Tak ada yang bisa kami lakukan selain pasrah. Kurasakan, perjalanan ini sudah sampai pada terminal, pada titik akhir. Dokter sudah berbuat yang terbaik. Kami pun tak bisa menyalahkan dokter. Kami yakin, mereka sudah melakukan yang terbaik.

Begitu mendengar kabar tersebut, kami pulang dan melakukan retret. Aku sengaja tidak memberitahu suami, ibu, keluarga, saudara, dan sahabat. Kami hanya menghabiskan waktu berdua dan sepakat, kalaupun Tuhan menghendaki ini, ya, sudah. Lebih baik dinikmati saja waktu yang ada. Andrew lalu berhenti kuliah. Terserah dia, aku setuju saja.EDWIN YUSMAN F