Kaya Raya Berkat Spongebob & Dora

By nova.id, Rabu, 29 April 2009 | 00:20 WIB
Kaya Raya Berkat Spongebob Dora (nova.id)

Kaya Raya Berkat Spongebob Dora (nova.id)

"Dengan kualitas yang cukup bagus, boneka di Kampung Boneka dijual dengan harga murah. "

Peminat banyak, harga murah, kualitas pun lumayan bagus. Harganya Rp 10 ribu-an ke atas. Itu sebabnya industri boneka ini abadi. Malah, kalau sedang booming, bisa mendadak kaya, lo!Hasuna DaylailatuHampir semua anak suka boneka. Minimal, punya satu buah. Alasan inilah yang agaknya menjadikan bisnis boneka tak pernah sepi peminat. Apalagi ditambah maraknya acara kartun di televisi yang membuat anak-anak ingin memiliki boneka karakter yang diidolakan. Di sebuah kampung sempit di kawasan Holis, Bandung, mayoritas penduduknya rata-rata mencari nafkah dari membuat boneka. Beberapa orang di antaranya menjadi pengepul alias penjual grosiran. Kesibukan membuat boneka menjadi pemandangan di hampir tiap rumah. Ketika ditemui, Cucu (37) sedang sibuk memasukkan bahan isian ke kain boneka yang sudah dijahit. Pekerjaan ini sudah dilakoni Cucu sejak 15 tahun silam. "Dulunya, kerja di rumah tetangga. Habis kawin, bikin usaha sendiri. Kecil-kecilan." Meski kecil-kecilan, tiap hari boneka Cucu siap ditampung pengepul alias ludas terjual. Usahanya makin maju hingga mampu menggaji 10 karyawan. Saking sudah terbiasanya, hanya dengan mengamati boneka contoh yang dipesan pengepul, Cucu bisa membuat polanya. "Kalau sulit, saya tinggal beli yang bikinan pabrik, lalu polanya dibongkar," ujar Cucu yang kini rata-rata membuat 50 boneka per hari. Selain menjualnya ke pengepul, ia juga menerima pesanan perorangan. "Langganan saya dari berbagai daerah," ungkap perempuan yang mendadak kaya ketika film kartun Teletubbies, Dora the Explorer, dan Spongebob digandrungi anak. Tak sedikit yang langsung bisa beli rumah, mobil, atau perlengkapan elektronik. "Saya bisa beli rumah," kata Cucu yang merasakan manisnya keuntungan dari menjual boneka ketiga karakter tadi. Saat itu, lanjutnya, "Masa jayanya para pembuat boneka." Belakangan, setelah pindah ke Holis, "Usaha jadi menurun. Habis, saingan makin banyak." Keuntungan pun semakin tipis. "Paling hanya untung Rp 1.000 dari satu boneka. Malah, ada juga yang terpaksa menerima pesanan meski untungnya cuma Rp 250," keluh Cucu yang mau tak mau harus mengurangi pegawainya hingga hanya tersisa dua orang. Panen Saat Valentine Jika bisnis Cucu meredup, usaha Ruminta Marciana (45) justru tengah bersinar terang. Bangkrutnya pabrik boneka asal Korea tempatnya bekerja selama sekitar tujuh tahun, jadi berkah tersendiri baginya. Apalagi, Ruminta menguasai banyak keahlian saat bekerja di situ. Dari mulai mengisi boneka sampai menjahit. Dengan modal awal Rp 10 juta, sebagian meminjam dari sana-sini, perempuan berambut pendek ini memulai usahanya. Ia mengkhususkan diri membuat boneka ukuran kecil dan sedang, sesuai permintaan pelanggannya. Boneka yang dipesan antara lain Winnie the Pooh, beruang, dan honey bee. "Pelanggan baru satu, tapi saya sudah sering kewalahan. Padahal, sudah dibantu 12 pegawai. Kebanyakan remaja putus sekolah. Daripada menganggur, saya ajak kerja," tutur Ruminta yang menyebut tahun baru dan hari Valentine sebagai salah satu waktu panennya. Jadi Pengepul Setelah Dikhianati Nama Iim di kawasan Holis, disebut-sebut sebagai perintis usaha boneka di situ. entah sudah berapakali Iim jatuh-bangun melakoni bisnisnya. Dulu, kata pria paruh baya ini, ia mengawali dengan membuat boneka kucing ukuran kecil. Ternyata laku. Apalagi, harganya murah karena Iim mencari bahan baku dri limbah pabrik. Sejak itulah, konon, Holis tumbuh menjadi kampung penghasil boneka. Selain punya rumah, 40 pehgawai, "Waktu itu saya bisa mengajak istri pergi haji," ujar Iim yang belakangan memilih menjadi pengepul. "Lebih enak," begitu alasannya. Ternyata, saat masih jadi produsen, "Saya suka dikhianati pegawai. Selama setahun, 40 kodi boneka setiap hari dicuri pegawai yang sudah saling kerja sama. Saya sibuk ke luar kota cari bahan baku dan menyerahkan urusan produksi pada pegawai. Makanya, kecolongan terus. Gara-gara itu, semua pegawai saya pecat dan saya pilih jadi pengepul saja." Sebagai pengepul, ia memesan boneka yang berbeda dari tiap pembuat. Jenis boneka pun diubah secara berkala agar pasar tak bosan. Selain di seputar Bandung, Iim juga memasarkan bonekanya sampai ke luar Jawa. "Jadi pengepul enggak boleh menyimpan boneka terlalu banyak. Saya pernah terpaksa menjual 10 karung boneka dengan harga hanya Rp 500 ribu gara-gara dimakan tikus di gudang. Padahal, sebenarnya harganya Rp 10 juta."