Caleg Oh Caleg (2)

By nova.id, Selasa, 21 April 2009 | 07:49 WIB
Caleg Oh Caleg 2 (nova.id)

Caleg Oh Caleg 2 (nova.id)

"Spanduk bekas kampanye Sri kini tinggal kenangan. "

Nasib tragis juga menimpa Sri Sumini (52), caleg dari Partai Demokrat Dapil 3 Nomor Urut 5 DPRD Surakarta. Ibu dua anak ini meninggal usai penghitungan suara. "Dia bukan meninggal karena stres, kok. Memang sudah lama sakit," kata suaminya, Joko Suprapto (56).

Joko berkisah, seminggu setelah kampanye terakhirnya sebagai caleg, Sri tak bisa bangun dari tempat tidur. "Saya pikir, dia terlalu capek. Selain itu, istri saya juga mengidap Hepatitis C sudah beberapa tahun."

Anehnya, sambung Joko, meski sudah istirahat berhari-hari, kondisi Sri justru semakin kritis. Tubuh Sri tidak bisa bergerak sama sekali, dari kepala hingga kaki. "Jangankan mengunyah makanan, bicara saja tidak bisa. gara-gara itu pula, dia tidak menggunakan hak pilihnya di Pemilu legislatif, Kamis lalu (9/4)."

Takut kondisi sang istri makin parah, Minggu (12/4), Joko dan putri sulungnya, Virgita Hayuningsih (28), membawanya ke RS Panti Waluyo, Surakarta . "Esoknya Sri menghembuskan napas terakhirnya," ujar Joko yang baru tahu istrinya mencalonkan diri sebagai Caleg sebulan setelah namanya terdaftar di KPU. "Saya sendiri tidak tahu mengapa istri saya menyembunyikan hal itu dari saya. Tapi, yang saya tangkap, dia ingin membantu perekonomian keluarga kami, karena memang sejak Februari lalu saya pensiun dari pegawai negeri."

Sebenarnya, lanjut Joko, penghasilannya sebagai pegawai negeri golongan III, bisa dibilang lebih dari cukup. Namun entah mengapa, Sri suka menunjukkan ketidakpuasannya dan selalu ingin membeli barang-barang bagus. "Makanya, ketika dia mengaku mencalonkan diri sebagai caleg, saya no comment. Paling saya hanya menasihati agar dia bersaing secara sportif dengan caleg lainnya dan menghindari money politic," tuturnya yang menyebut Sri sebagai sosok yang aktif di berbagai organisasi dan banyak dikenal orang.

Adakah sang istri stres menghadapi penghitungan suara kemarin? "Entahlah. Tapi memang, sebulan menjelang Pemilu, kelakuan Sri di rumah tak seperti biasa. Menaruh barang selalu serampangan, rumah jadi seperti kapal pecah. Padahal, biasanya tak seperti itu. Saya sampai sempat menegurnya. Mungkin karena badan dan pikirannya terlalu capek menjelang pemungutan suara, ya? Ternyata akhirnya malah begini," tuturnya lemas sembari berharap istrinya mendapat tempat terbaik di sisi-Nya.

TAK SIAP MENTALFenomena caleg stres hingga bunuh diri gara-gara gagal, kata psikiater dr. Tjut Meura Salma Oebit, Sp.KJ, menunjukkan secara kejiwaan, mental mereka belum siap. "Mereka mendambakan uang atau posisi, ternyata gagal," kata wanita yang sejak tahun 2004 ikut menguji caleg.

Padahal, tambah Meura, "Mestinya orang-orang yang maju jadi caleg adalah mereka yang siap secara mental. Orang yang bisa menerima kemenangan dan kekalahan." Kesiapan mental seseorang, katanya, sangat individual dan dipengaruhi banyak faktor. Antara lain, pola asuh orang tua, sosialisasi, dan pendidikan. "Pendidikan ada di urutan belakang karena ada juga caleg lulusan S2 atau S3 yang secara kejiwaan tidak siap."

Itu sebabnya Tjut Meura meyakini perlunya tes kejiwaan untuk para caleg. Lewat tes kejiwaan, akan terlihat seberapa rentan kejiwaan seseorang. "Melalui tes kejiwaan juga akan terlihat confidence dan self help mereka. Mampu Enggak mereka menolong diri sendiri?"

Gangguan jiwa sendiri, tuturnya, ada dua jenis. Yaitu gangguan jiwa ringan dan berat. Yang ringan misalnya cemas. "Mereka masih bisa mandi, bisa tidur. Jika ini berlanjut, bisa menjadi depresi. Sebelumnya, ada gangguan penyesuaian, dari mulai suka menyendiri, malas makan, enggak bisa tidur.

Nah, jika depresinya berat, "Bisa sampai bunuh diri. Dalam hal caleg, misalnya, mereka sudah sangat malu, sudah gembar-gembor, ternyata gagal."

"MIMPI" GAJI BESARMama Laurent juga melihat, para caleg yang gagal dan kemudian stres itu, masih belum siap secara mental. Paranormal beken ini mengaku menerima SMS dari beberapa caleg yang gagal. " Ada yang bilang, 'Saya dijegal, mestinya nomor 9, jadi nomor 10. Saya mau ganti agama saja, Tuhan tidak sayang sama saya.' Sampai-sampai saya tanya ke mereka, di agama lain itu Tuhannya sama atau beda?" kata paranormal ini.

Para caleg yang menghubungi Mama Laurent, berasal dari beberapa partai. Termasuk partai-partai besar. "Mereka orang-orang yang ambisius-lah. Mungkin, dengan menjadi caleg, mereka berharap mendapat gaji yang besar. Tapi mereka malah enggak dapat apa-apa. Rata-rata mereka minta bantuan supaya bisa lolos. Tapi saya jawab, 'Enggak mungkin. Secara hitung-hitungan, tidak mungkin.'"

Ada juga, lanjutnya, "Yang bilang, dia mengharap mukjizat dari saya. Memangnya saya Tuhan? Saya bilang, itu sudah risiko kamu. Jadi atau tidak jadi, Tuhan punya urusan, tapi jangan marah sama Tuhan. Lha, kalau mental seperti itu mau jadi caleg, terus bagaimana? Kalau orang bilang mau ganti agama, Tuhan enggak sayang sama dia karena enggak lolos, berarti, kan, mentalnya sudah bobrok. Untung enggak lolos! Kalau mereka jadi anggota legislatif, bangsa kita mau jadi apa?" sambungnya tak habis pikir. "Ah, saya malah kasihan pada mereka!"