Peristiwa tragis, majikan menganiaya pembantu hingga tewas, lagi-lagi terjadi. Kali ini menimpa Tarsini (29), pembantu rumah tangga asal Brebes, Jawa Tengah. Sabtu (16/8) pagi, Tarsini yang bekerja di rumah pasangan Arifin dan Elis Irena Santoso, menghembuskan nafas terakhir akibat siksaan yang diterimanya dari sang majikan.Mulanya Elis (35) menyangkal telah menganiaya Tarsini. Katanya, Tarsini tewas akibat jatuh dari tangga. Belakangan, dari pemeriksaan polisi, terungkap, Elis menganiaya Tarsini dengan botol dan sempat pula mencekik leher perempuan malang itu.Yang lebih miris, ini bukan kali pertama Elis menganiaya pembantu. Desember 2006, dia pernah ditangkap dan dipenjara 6 bulan gara-gara menganiaya pembantunya hingga luka parah.Kekerasan terhadap pembantu rumah tangga (PRT), belakangan ini memang makin sering terjadi. Yang menarik, rata-rata pelaku kejadian bukan baru sekali melakukan kejahatan serupa. Contohnya Renata Tan. Wanita yang bersuamikan dokter spesialis anak ini melakukan kejahatan seperti Elis. Sebelumnya Renata juga pernah dipenjara karena kasus serupa.LIMA ALASANApa gerangan yang terjadi? Mengapa para majikan berperilaku seperti itu terhadap orang yang lemah dan malah melakukannya berkali-kali? Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, hukuman penjara tak membuat pelaku kapok. "Sebenarnya, sudah lama Psikologi Forensik menyimpulkan, penghukuman dalam bentuk pemenjaraan tidak berpengaruh signifikan terhadap kapoknya seseorang."Menurut Reza, orang yang keluar dari penjara, probabilitas untuk menjadi residivis tetap ada. Bahkan bisa jadi membesar. "Bahkan ada ungkapan sinis, penjara adalah school crime," jelas Reza yang menilai Elis punya kecenderungan berperilaku kekerasan."Situasi dalam penjara justru mendukung kecenderungan menampilkan perilaku kekerasan. Begitu keluar dari penjara, bisa kita bayangkan, api itu makin membara. Tinggal menunggu api itu akan meledak."Di sisi lain, kata Reza, PRT adalah korban potensial yang sempurna bagi tindak kekerasan. "Ada 5 alasan. Pertama, PRT biasanya perempuan. Tidak bisa dipungkiri, perempuan masih dipandang warga kelas dua di masyarakat."Kedua, pembantu lebih banyak berasal dari desa. Ketiga, "Yang namanya pembantu, kebanyakan tidak sekolah. Keempat, mereka dari kalangan ekonomi lemah dan yang terakhir, kodrat mereka berhadapan dengan orang yang superior yaitu majikannya, sehingga mempertegas posisi mereka yang inferior."Meski demikian, tentu tak lantas kejadian seperti ini dibiarkan. Karena itu, lanjut Reza, sanksi pidana harus diberlakukan dengan tegas. "Sebenarnya yang paling jadi prioritas adalah kesadaran dari instansi terkait, misalnya Depnaker, untuk membangun aturan main atau kebijakan yang ditujukan untuk melindungi orang-orang yang bekerja di sektor informal seperti PRT."Tak cukup hanya itu. "Juga harus ada kerja sama yang terintegrasi, misalnya dengan Departemen Sosial dengan Polri," ujar Reza yang meyakini kasus seperti ini lebih membutuhkan tindakan preventif.Ia juga menambahkan, peran serta masyarakat sangat berguna untuk mencegah terjadinya kasus seperti ini. "Perlu menumbuhkan kesadaran di kalangan masyarakat, bahwa sesungguhnya keamanan, ketertiban, dan kedamaian, tanggung jawab terbesarnya ada pada masyarakat itu sendiri. Begitu masyarakat menangkap tanda-tanda kekerasan, semestinya bertindak lebih dulu."Lebih jauh Reza mengharapkan masyarakat lebih awas. "Misalnya, kenapa pembantu itu tidak pernah keluar rumah. Itu sudah kejanggalan. Cuma, masalahnya, sejauh mana masyarakat mau peduli. Apalagi masyarakat perkotaan."EFEK JERAAkan halnya Kriminolog Adrianus Eliasta Sembiring Meliala, lebih menyoroti masalah penegakan hukum terhadap kasus semacam ini. "Majikan yang menganiaya PRT, tak lepas dari hukum. Mereka harus mempertanggungjawabkan perbuatannya," ujar guru besar bidang Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) UI ini.Kalaupun kemudian kejadian yang sama diulangi sang majikan di kemudian hari, Adrianus lebih melihatnya sebagai akibat dari kondisi kejiwaan sang majikan yang memang bermasalah.Untuk itu, Adrianus menyarankan pihak kepolisian semakin banyak membongkar kasus serupa. "Dengan begitu akan memberi efek jera terhadap majikan yang melakukan penganiayaan terhadap PRT. Dia juga jadi sadar, tidak kebal hukum," papar ayah tiga anak ini.Hukuman berat, itu pula yang diinginkan keluarga Tarsini untuk majikannya. "Kami sekeluarga tidak mengerti, kenapa majikan Tarsini begitu kejam. Tarsini bukan hewan yang bisa dengan enaknya dipukuli!"HENRY ISMONO, EDWIN YUSMAN F