Pungkas Dimata Sahabat

By nova.id, Sabtu, 23 Agustus 2008 | 10:55 WIB
Pungkas Dimata Sahabat (nova.id)

Pungkas Dimata Sahabat (nova.id)

"Foto: Adrianus Adrianto/NOVA "

Sepekan lebih setelah dinyatakan tewas di Amerika Serikat, jenazah Pungkas akhirnya tiba di Tanah Air. Diiringi derai air mata, Pramuka kebanggaan Indonesia ini pun tidur tenang dalam pelukan Bumi Pertiwi. Rekan pendakian yang selamat mengisahkan detik-detik terakhir sebelum kepergiannya.Jumat (18/7) siang, sekitar pukul 13.00 WIB, pesawat China Airlines mendarat mulus di Bandara Soekarno - Hatta. Dengan pesawat bernomor lambung 011 itu jenazah Pungkas Tri Baruno (20) diterbangkan dari Anchorage, Alaska, Amerika Serikat.Di Terminal Haji, orangtua, anggota Pramuka, kerabat, serta sahabat pria yang akrab disapa Pupung ini ramai menunggu kedatangan jenazahnya. Diantara mereka terlihat dua rekan pendakian Pupung ke Gunung McKinley, Hartman Nugraha (33) dan Zulfa Ahyar, serta I Gusti Kurnia Bayu Tresna (48) selaku Koordinator Pelatih/Pimpinan Kontingen ekspedisi McKinley.Usai dilakukan serah terima, jenazah Pupung diberangkatkan menuju rumah duka di kawasan Ciledug, Tangerang. Derai airmata pun tak terbendung lagi. Tanpa berlama-lama, usai disalatkan di masjid dekat kediamannya, sekitar pukul 16.00 WIB, jenazah tiba di lokasi pemakaman.Korps Musik Pramuka ikut mengiringi doa para peziarah sore itu. Awan menutupi cahaya matahari, membuat suasana menjadi semakin syahdu. Dan tentu saja, membuat ratusan peziarah semakin larut dalam duka, bahkan tak sedikit diantara mereka yang menitikkan airmata.Rasa kehilangan yang sangat mendalam membuat rekan-rekan Pupung dari Kwartir Nasional (Kwarnas) Pramuka ini tak kuasa menahan haru. Dikatakan Hartman, semangat dan mental Pupung yang kuat adalah salah satu yang motivasi dirinya untuk terus bertahan hingga mencapai puncak McKinley.FISIK LEBIH BAIKSebenarnya persiapan Pupung sebelum melakukan pendakian selama satu setengah tahun sangatlah cukup. Tapi, namanya malapetaka siapa bisa mengira. "Bahkan Pupung mempunyai standar kualitas fisik yang lebih baik dari rekan-rekan tim yang lain. Dengan begitu, kami sangat optimis bahwa ekspedisi ini akan berhasil. Sebenarnya, malah saya yang dikhawatirkan tak mampu mencapai puncak," ujar Hartman yang akrab disapa Agay ini.Sebagai rekan satu tim, mereka wajib saling memberi motivasi dan melaporkan kondisi masing-masing. Kebiasaan melaporkan kondisi masing-masing itu pula yang memaksa Zulfa turun terlebih dahulu lantaran kakinya mengalami luka. "Kalau dengan kondisi seperti itu (suhu yang sangat dingin), luka lecet di kaki pun bisa jadi berbahaya. Karena lecet dapat berubah menjadi fostbite akibat dinginnya suhu," jelas Bayu yang menunggu di bawah dan terus memantau tim pendaki.Laporan kondisi masing-masing pendaki juga berlanjut hingga sesaat sebelum Pupung dan Agay mencapai puncak. Beberapa saat sebelum mencapai puncak McKinley, Pupung melaporkan kondisinya baik. Pembicaraan tersebut bahkan hingga kini masih terngiang di telinga Agay. "Saat itu Pupung mengatakan bahwa dia siap. 'Kapan lagi kita kasih buat Indonesia. Giliran kita sekarang.' Begitu kata Pupung. Jiwa nasionalisme Pupung sangat tinggi."Selain itu Pupung juga sempat bertanya kepada Agay tentang apa motivasinya sehingga bisa tetap bersemangat. "Saya bilang kepada Pupung bahwa saya membayangkan anak saya berada di puncak menunggu saya." Lantas, Agay balik bertanya pada Pupung apa yang memotivasi dirinya. "Dia bilang ada cewek yang dia sukai, dia lalu menulis namanya di secarik plester. Dia menulis nama cewek yang ditaksirnya, yaitu Laura panggilannya Lola. Pupung enggak cerita banyak soal Laura, saya hanya tahu dia kuliah di D3 Universitas Indonesia."Pendakian dilanjutkan pada Senin (7/7) pukul 09.00 waktu Alaska. Keputusan melanjutkan perjalanan hari itu pun didukung oleh cuaca gunung yang sangat mendukung. Cuaca saat itu memang sangat cerah, angin juga tidak bertiup kencang sehingga pada pukul 16.20 waktu Alaska mereka berhasil mencapai puncak.Luapan kegembiraan pun tumpah ruah. "Setelah foto, kami berdua sama-sama memanjatkan doa. Kami berdua sempat menangis haru, bahwa kami bisa memberikan yang terbaik. 10 menit kemudian, kami diminta turun oleh guide kami Constantine dan George. Alasannya cuaca yang bisa sewaktu-waktu berubah menjadi ekstrem," kenang Agay.TERJADI SANGAT CEPATGuide alias penunjuk arah yang disewa kontingen Kwarnas Pramuka ini sebenarnya lebih dari cukup. Standarnya, sambung Bayu, satu guide untuk 5 sampai 7 orang pendaki. Sementara mereka didampingi guide masing-masing satu. Rute yang dipilih para pendaki Indonesia ini pun adalah rute teraman, sehingga jalannya ekspedisi ini diperkirakan akan lebih dari aman.Sesuai dengan protokol, saat pulang Agay berjalan paling depan bersama Constantine. "Karena saya dinilai lebih lambat, saya diminta berjalan paling depan sehingga dapat menjaga ritme berjalan teman di belakang. 15 sampai 30 menit kemudian Pupung menyusul didampingi George," ujar pelatih tim Hockey Putra Pelatnas PON XVII DKI Jakarta.Pukul 19.30 waktu Alaska, Agay sampai di camp teratas dari gunung salju tersebut. Waktu saat itu sudah masuk waktu salat isya. Namun Agay menunda salat untuk menunggu Pupung, karena biasanya mereka salat berjamaah. Tak lama kemudian, tiba-tiba Constantine mengatakan harus kembali ke atas karena George memintanya naik untuk memberikan bantuan.Tanpa merasa curiga, Agay tetap menunggu kedatangan Pupung dan dua guide-nya di camp tersebut. Sekitar pukul 21.30 waktu Alaska, seseorang mendatangi lokasi istirahat Agay. "Dia menanyakan nama dan usia Pupung. Setengah jam kemudian orang itu datang lagi, dia bilang kalau Pupung sudah meninggal."Bagai petir disiang bolong, Agay tak langsung percaya dengan kabar yang diterimanya. Pasalnya, kondisi fisik dan mental Pupung sangat bagus. Bahkan sampai terakhir dia tak menunjukkan gejala apapun. "Saya benar-benar tak percaya, saya bagai orang linglung," ungkapnya sendu.Tak lama kemudian, Constantine dan George menemui Agay. "Mereka membenarkan kabar tersebut. Mereka juga bilang bahwa kejadiannya sangat cepat, sehingga tak bisa dimengerti. Keesokkan harinya, saya diprioritaskan untuk turun terlebih dahulu."SYARAT KETATBelum selesai kesedihan dan kekagetan Agay, cuaca yang tak menentu memaksa jenazah sahabatnya itu tak bisa cepat dievakuasi. Alhasil, lanjutnya, saat itu tak bisa langsung diketahui apa yang menyebabkan Pupung meninggal. "Bahkan sampai saat ini, kami juga belum bisa memastikan apa penyebabnya. Visum memang sudah dilakukan, hanya saja hasilnya baru bisa diketahui 6 minggu setelah Jumat (11/7)," terang Bayu.Ekspedisi ke satu dari tujuh gunung tertinggi di dunia itu dikatakan Bayu bukan program main-main. Selain dilakukan persiapan yang sangat matang, persyaratan yang harus dipenuhi calon pendaki pun sangat ketat. Tak peduli pengalaman atau seberapa hebatnya calon pendaki, semuanya harus memenuhi persaratan ini.Persyaratan yang harus dipenuhi mulai dari kelengkapan peralatan hingga catatan medis calon pendaki. "Guide yang dipilih pun harus memenuhi persyaratan yang tak kalah ketatnya dan yang pasti harus mempunyai ijin," papar pria berambut sebahu ini. Tanpa bermaksud melebih-lebihkan persiapan yang sudah dilakukan timnya, Bayu mengatakan keamanan dalam ekspedisi kali ini sangat terjamin. "Selain memiliki kondisi fisik dan mental yang baik. Bahkan tim kami memakai perlengkapan terbaru dalam ekspedisi ini."Banyak yang dipetik pihaknya akibat kejadian ini. "Kejadian ini bisa menjadi pelajaran bagi kami dalam melangkah ke depan. Bukan malah menghentikan langkah kami. Soalnya Pramuka mempunyai target untuk menaklukkan seven summit," katanya menutup pembicaraan.Edwin Yusman F.