Nasib Elvasari sungguh mengenaskan. Sang pacar tega menjahit kemaluannya hanya karena takut ia bakal selingkuh. Berikut curahan hati perempuan warga Jalan Danau Laut Tawar, Binjai Timur, ini.Kehadiranku ke dunia sangat diharapkan ayah-ibuku, Suheri (50) dan Legiem (50). Pasalnya, mereka baru memiliki anak setelah 26 tahun berumahtangga. Jadilah semua harapan ditumpukan ke pundakku. Apa mau dikata, harapan itu pupus setelah apa yang baru saja kualami.Semua berawal dari perkenalanku dengan Adi Wawan alias Wawan (30). Pria itu sudah hampir setahun tinggal di rumah kontrakan tetangga sebelah rumah. Karena rumah kami berdekatan, aku tahu dia sering belanja rokok, mi instan, atau jajan di warung orangtuaku di depan rumah. Sambil belanja, dia juga sering ngobrol dengan Ayah.Lima bulan belakangan, Wawan lebih sering ke warung. Bahkan, dia mulai berani berhutang. Kalau ditotal, hutangnya mencapai Rp 100 ribu. Seminggu sebelumnya, dia mengajakku pergi dan menyatakan menaruh hati padaku. Awalnya aku menganggapnya sebagai teman, kakak, dan saudara belaka. Tapi entah kenapa, aku seperti "tersihir "jika sudah berhadapan dengannya. Tak tahu dari mana munculnya, yang jelas rasa suka pada Wawan timbul.Kami pun "jadian". Dia sering mengajakku pergi meski ibu keberatan. Toh, Wawan tak patah semangat. Dia terus mengajakku pergi. Janjinya, dia mau mengenalkan aku ke ibunya di Medan dan kakaknya di Tandem. Karena tak bosan mengajak terus, akhirnya Ibu memberi lampu hijau atas hubungan kami. Apalagi Wawan berjanji pada Ibu hanya akan membawaku sebentar.DIAJAK MENGEMISSabtu (5/7), Wawan mengajakku ke Medan. Di tengah perjalanan, Wawan bukan mengajakku pergi ke rumah ibunya di Medan, melainkan mengajakku ke hotel. Tentu saja kutolak. Kupikir, mau ke rumah ibunya, kok, malah ke tempat seperti itu. Wawan terus saja beralasan yang sebetulnya tak masuk akal, "Aku mau istirahat dulu. Kalau sudah hilang capeknya, baru kita ke rumah ibuku," begitu bujuknya. Seperti biasa, akhirnya aku kalah. Jadilah kami ke hotel, bahkan bermalam.Esok paginya, dia malah mengajakku bersebadan. Jelas, kutolak mentah-mentah. Aku, kan, belum menikah dengan dia! Wawan terus saja memaksa, bahkan setengah mengancam. Katanya, kalau aku tak mau menuruti perintahnya, dia akan keluar kamar, memanggil karyawan hotel untuk memperkosaku. Hiii...Mendengar ancaman itu, nyaliku menciut. Bayangkan saja, aku tak tahu-menahu kota Medan. Bagaimana kalau ia benar-benar meninggalkanku seorang diri di hotel ini? Walhasil, dengan amat terpaksa dan takut pada ancamannya, kuturuti kemauannya. Hari itu, hilang sudah keperawananku. Jangan ditanya betapa perihnya hati ini.Setelah beberapa hari menginap di hotel, pria yang sudah tidak diakui keluarganya ini dengan enteng berujar, uangnya habis. Aduh! Padahal selama ini cerita, mengaku bekerja di perusahaan bonafid, gajinya besar. Buktinya, selama di hotel, kami cuma pesan mi instan dan minum. Itu pun harus dibagi dua. Didorong rasa takut, aku menyarankan agar kami kembali ke Binjai saja. Apalagi, uang bekalku juga sudah ludas.Lagi-lagi Wawan mengeluarkan jurus akal bulusnya. Alih-alih membawaku kembali ke Binjai, dia malah mengajakku bekerja. Tapi apa yang disebutnya kerja, tak lain dari mengemis. Ya, Tuhan. Kami pun mengemis dari satu tempat ke tempat lain. Strateginya, setiap berpapasan dengan orang. Wawan selalu bilang kami dari luar kota, kecopetan di angkot, dan minta uang buat pulang kampung.Anehnya, setiap orang yang dimintai uang, selalu memberi. Kadang Rp 5 ribu, Rp 10 ribu, sampai Rp 30 ribu. Entah kenapa, mereka seperti kena "pelet" Wawan. Selain meminta belas kasihan, Wawan juga melancarkan tipu muslihat. Pada seorang penjual bakso, ia berhutang Rp 90 ribu. Alasannya, "Istri saya (maksudnya aku) mau melahirkan, perlu biaya."Begitulah, untuk menyambung hidup, nyaris tiap hari kami mengemis. Keliling Medan berjalan kaki, sudah kulakoni. Mulai dari Tembung, Tanjung Morawa, Belawan, sampai ke Amplas. Kalau uang kami banyak, biasanya kami menginap di hotel. Kalau tidak? Ya, tidur di masjid atau emperan toko.Lama-lama aku tak betah dengan cara hidup seperti itu. Aku berkali-kali merajuk minta pulang. Apalagi, bajuku sudah berhari-hari tak diganti. Istilahnya cuker (cuci-kering) di badan. Celana jins yang baru dibelikan Ibu juga sudah robek. Wawan menyuruhku membeli benang dan jarum untuk menjahit bagian yang robek. Seperti kerbau dicucuk hidunya, aku menurut saja. Entah apa yang tengah terjadi padaku saat itu.KEMALUAN DIJAHITAku masih ingat, Rabu (30/7)itu, setelah Wawan menjahit celanaku di dalam kamar sebuah hotel di Medan, dia minta aku berbaring dengan posisi telentang. Katanya, aku kena santet orang dan untuk menolak bala, ia akan menjahit kemaluanku. "Kalau tidak, nanti jika ada yang suka sama kamu, bisa-bisa dia memperkosa kamu," begitu kata Wawan. Dia juga berujar, diriku hanya untuknya. "Jangan pernah pacaran dengan lelaki lain. Kamu hanya milikku!" kata Wawan berulang kali.Demi mendengar niatnya menjahit alat kelaminku, tentu saja aku tak mau dan berusaha meronta. Rupanya aku kalah cepat. Creees... Wawan dengan sigap menjahit kemaluanku layaknya menjahit baju. Sakitnya luar biasa. Aku terus meronta sambil menjerit histeris. Tapi Wawan seperti gelap mata. Dia terus saja menjahit dan mengakhiri pekerjaannya dengan menyimpulkan benang itu kuat-kuat.Ya Allah, apa yang sudah dilakukan Wawan? Begitu teganya dia melakukan semua itu padaku. Herannya, sewaktu dijahit Wawan, kemaluanku tidak berdarah.Mungkin karena lelah menjerit, meronta, sekaligus menahan sakit, akhirnya aku tertidur. Esok paginya, Wawan kulihat sudah bersiap-siap hendak pergi. Katanya, mau cari uang. Dia juga bilang, aku harus cari uang sendiri karena selama ini dia sudah cari uang buat makan kami sehari-hari juga tempat perlindungan untukku.Anehnya, dia juga bilang, "Kita pulang sebentar ke Binjai untuk minta uang pada ibumu." Walau masih terasa perih di kemaluanku, aku langsung setuju. Pulang! Ya, aku memang ingin segera pulang. Agar Wawan tak mengubah niatnya, sengaja kuiming-imingi, di rumah aku punya simpanan perhiasan. "Nanti bisa kita jual untuk biaya hidup kita, Bang."Wawan rupanya tergiur mendengarnya. Dia segera membawaku pulang (Kamis, 31/7). Sementara aku menuju ke rumah, Wawan menunggu di pinggir jalan. Tiba di rumah, orang-orang sudah berkumpul menanti kepulanganku. Keadaanku awut-awutan. Kulitku hitam, jari-jari kakiku lecet dan bengkak.Begitu melihat Ayah, aku langsung menjerit dan berteriak histeris. Praktis, hampir sebulan aku dibawa lari Wawan. Selama itu, orangtuaku berusaha mencariku. bahkan sampai menggunakan jasa orang pintar dan untuk itu Ibu sampai berhutang Rp 2 juta pada kerabat dan tetangga. Aku sendiri merasa begitu trauma selama sebulan berkelana dengan Wawan.INGIN NIKAHBerdasar ceritaku pada orangtuaku, akhirnya Wawan ditangkap pihak berwajib. Tahu ia mendekam di penjara, menunggu proses persidangan, aku sama sekali tak merasa sedih. Justru aku ingin Wawan dihukum seberat-beratnya agar tak ada lagi wanita lain yang jadi korbannya.Akan halnya diriku yang sudah terlanjur hancur, aku hanya bisa pasrah pada Yang Kuasa. Sebelum kenal Wawan, aku sempat bekerja di sebuah pabrik plastik. Baru lima bulan bekerja, aku kenal Wawan. Dia kuanggap serius dan berniat mengawiniku. Ternyata ceritanya lain.Biarlah kukubur saja kenangan ini. Aku ingin menata hidupku lagi. Setelah menenangkan diri, sehabis Lebaran besok aku ingin cari kerja lagi. Mudah-mudahan aku juga tidak trauma pada lelaki. Aku masih berharap kelak ada orang yang mengajakku menikah. Padanya, aku akan menceritakan segalanya dengan jujur. Mudah-mudahan Tuhan masih memberiku kesempatan."SAYA LAKUKAN SPONTAN, KOK"Bagaimana nasib Wawan? Yang jelas, kini ia mendekam di tahanan, menunggu sidang dengan ancaman hukuman diatas setahun. Masalahnya, unsur pencabulan tak bisa dikenakan mengingat korban sudah dewasa (25 tahun, Red.). Kepada NOVA, Wawan hanya berujar singkat, "Saya jahit kemaluannya karena takut ia selingkuh. Itu saya lakukan spontan, kok."Jahitan itu, kata AKP Sitiani Purba, sudah dibuka ibunda Elva dengan cara mengguntingnya. "Mulanya ibu korban tak percaya, tapi setelah melihat sendiri, baru dia yakin dan kemudian menggunting benang yang masih menempel di kemaluan putrinya." Untungnya, tetangga Elva yang anggota Polri segera membuat pengaduan ke Poltabes. "Begitu tersangka datang ke rumah korban, dia langsung dibawa ke polisi."Sitiani juga yakin, Wawan tidak memiliki kelainan jiwa. Jadi?
DEBBI SAFINAZ