Keluarga Korban AdamAir, Masih Menyimpan Sisa Sabun Mandi

By nova.id, Senin, 11 Agustus 2008 | 09:12 WIB
Keluarga Korban AdamAir Masih Menyimpan Sisa Sabun Mandi (nova.id)

Keluarga Korban AdamAir Masih Menyimpan Sisa Sabun Mandi (nova.id)

"Foto: Gandhi Wasono M/NOVA "

Sudah hampir dua tahun ini, sejak pesawat AdamAir (AA) dinyatakan hilang di kawasan Majene, Makassar, keluarga korban mengubur dalam-dalam luka hati mereka. Kini, setelah rekaman yang diduga merupakan percakapan detik-detik terakhir di kokpit pesawat nahas itu beredar luas, berbagai perasaan kembali muncul.Masih jelas membekas dalam benak Lettu Laut (P) Lucky Setiandika (27), saat sang istri, Ellen Dwi Sutanti, masih mendampinginya. Apalagi, saat musibah terjadi, Lucky-Ellen baru dua bulan menikmati indahnya kehidupan perkawinan. "Setelah kecelakaan itu, rasanya kosong. Tanpa firasat apa-apa, istri saya hilang begitu saja," ujar penerbang pesawat Cassa di Skuadron 600 Wing Udara Koarmatim tersebut.Kini, dengan beredar luasnya rekaman suara percakapan yang diduga dari blackbox AA, kenangan akan Ellen mau tak mau hadir kembali. Lucky memang belum yakin akan keaslian rekaman tersebut. Bahkan, sampai saat ini ia masih belum 100 persen yakin, pesawat yang ditumpangi mendiang istrinya itu jatuh di lautan. "Entah kenapa, dari dulu saya tidak pernah percaya kalau jatuh di laut," ujarnya datar.Namun, sambungnya, kalau memang benar seperti yang terdengar dari rekaman di kokpit itu, sebelum jatuh pasti pesawat sempat berputar-putar baru kemudian menghujam ke bawah. "Ya Tuhan, tak bisa digambarkan bagaimana kondisi penumpangnya saat itu," tuturnya dengan suara lirih. Rencananya, Lucky akan menanyakan langsung pada istri pilot dan co-pilot AA, agar lebih yakin dengan suara rekaman itu. Lucky berharap suatu saat kebenaran akan terungkap, entah dengan cara bagaimana.Lucky lantas mengenang saat-saat dirinya "jatuh". Bagaimana dalam kondisi syok karena kepergian istrinya itu ia ikut andil menjadi anggota tim SAR mencari pesawat nahas tersebut. Rasa kecewa tak bisa ia sembunyikan manakala misinya tak berbuah. Stres pun sempat ia rasakan. Kadang ia masih mencari sang istri di teras rumah atau di dapur. "Terutama kalau pas malam hari waktu ke kamar mandi. Tanpa sadar, sebelum masuk, saya selalu menengok kanan-kiri, siapa tahu istri saya ada di sekitar situ. Perasaan itu selalu muncul secara tiba-tiba."Untuk mengenang wanita yang dicintainya itu, ia tak mau mengubah, apalagi menghilangkan barang-barang pribadi sang istri. Mulai dari sisa sabun mandi, baju, hingga make up masih tetap utuh di depan kaca rias kamarnya. "Itu sebagai obat kalau kangen," ujar Lucky yang sampai saat ini masih belum punya rencana untuk mencari pengganti istrinya.PESTA MERIAH TERAKHIRMirip dengan Lucky, ingatan keluarga korban lainnya, Charles Handoko (52), kembali ke anaknya, Rendy Christian Handoko. Rendy tercacatat sebagai salah satu satu penumpang pesawat nahas itu. Bahkan istri Rendy, Elnny Wantania, besan laki-laki dan perempuan, bersama dua anak serta keponakannya pun ikut menjadi korban. "Jangankan soal rekaman itu, pokoknya, apa pun tentang AdamAir, membuat saya sangat sensitif."Terlebih, saat kecelakaan itu semestinya menjadi masa-masa yang membahagiakan. Empat hari sebelum kejadian, cerita Charles, Rendy melangsungkan pernikahan dengan pesta meriah di salah satu rumah makan mewah di Surabaya. Setelah menikah, ia bersama keluarga besarnya tinggal di salah satu apartemen sambil menikmati jelang akhir tahun. "Kebetulan ulang tahun Rendy juga jatuh pada tanggal 31 Desember. Jadi, meriahnya pesta tidak tergambarkan. Pas menjelang pergantian akhir tahun itu, kami semua menyalakan kembang api," kenang Charles yang tak menduga, malam itu menjadi pesta terakhir Rendy.Hanya beberapa hari setelah mereguk kebahagiaan itu, "Saya dapat kabar pesawat yang ditumpangi Rendy dinyatakan hilang. Saya langsung berangkat ke Makassar untuk siap-siap mengambil jenazah Rendy jika memang bangkai pesawat sudah ditemukan." Tapi ia harus menelan kekecawaan setelah sekian hari bangkai pesawat belum juga ditemukan.Namun Charles tak tinggal diam. Bersama beberapa anggota keluarga lain, ia melakukan pencarian sendiri. Berbekal peta dan titik yang diduga sebagai lokasi jatuhnya pesawat, mereka menerobos lebatnya hutan kawasan pegunungan Majene tanpa mengenal lelah. "Meski sudah mengelilingi hutan sekitar dua minggu, hasilnya nihil," katanya dengan mata menerawang.Tak berhasil menjelajahi hutan belantara, ia kemudian mengarahkan pencarian ke laut. "Waktu itu saya berpikir, siapa tahu ada korban terapung di sana." Bermodal perahu sewaan dari nelayan, selama tiga hari dia mengarungi lautan. Angin yang disertai ombak besar menerjang, tak jadi halangan demi menemukan putra tercinta. Sayang, keberuntungan tetap belum berpihak padanya.Karena belum puas, kegagalannya menemukan jejak pesawat naas itu dialihkan ke pencarian lewat udara. Setelah melakukan negosiasi, Badan SAR Nasional (Basarnas) mengizinkan Charles beserta anggota keluarga korban lain mencari dari udara dengan helikopter. Tapi lagi-lagi usahanya tak berhasil.Meski tak kunjung membuahkan hasil dan hingga kini tak jelas di mana keberadaan pesawat nahas itu, ia tetap belum yakin pesawat yang ditumpangi anaknya tenggelam di laut seperti yang diberitakan selama ini. Tapi terlepas semua itu, ia menyerahkan semuanya kepada Tuhan. "Tidak mungkin saya harus terus-menerus merenungi nasib. Mungkin itu sudah menjari jalan hidup anak kami. Kami sekeluarga merelakan," katanya. Ada nada getir di suara pria ini ketika mengucapkan kalimat itu.GANDHI WASONO MJANGAN BACA, GANTI CHANNEL!Menurut psikolog Anna Surti Ariani, Psi., terlepas palsu-tidaknya isi rekaman pembicaraan blackbox, pemutaran rekaman itu bisa menguak luka lama para keluarga korban. "Selama hampir dua tahun setelah musibah, sebetulnya sudah terjadi semacam penyembuhan terhadap para keluarga korban. Nah, heboh munculnya rekaman blackbox, ditambah visualisasi, ibaratnya membuka luka lama." Barangkali, lanjutnya, "Tarafnya tidak sehebat ketika awal musibah. Ada keluarga korban yang mungkin kini sudah bisa menerima, tapi tetap saja ada yang merasa sakit dengan keluarnya rekaman itu."Yang harus diwaspadai, katanya lebih lanjut, adalah dampaknya bagi anak-anak korban. "Rekaman itu bisa jadi sesuatu yang mengerikan buat anak, sementara ia belum bisa mengekspresikan perasaannya dengan benar. Berbeda dengan orang dewasa yang bisa mengekspresikan stresnya, anak kecil belum tentu bisa. Bisa jadi ia akan jadi pemurung, ketakutan, tidurnya terganggu, nafsu makannya terpengaruh, dan sebagainya. Efeknya memang enggak kelihatan. Bisa juga anak jadi trauma. Enggak mau naik pesawat terbang, misalnya. Meskipun penayangan rekaman blackbox itu mungkin hanya memperkuat, bukan sebab utama."Jadi, apa yang harus dilakukan? "Tidak usah menonton tayangan itu. Untuk anak, jika penanganan keluarganya oke, tidak akan terjadi trauma yang berkelanjutan. Sebaiknya, ganti channel yang menampilkan rekaman blackbox dan alihkan ke pembicaraan tentang hal lain. Koran bisa dilewatkan dulu halaman-halaman tertentu. Atau, kalau memang dirasa perlu, ganti bacaan untuk sementara waktu. Ini juga berlaku bagi orang dewasa yang memang terpengaruh oleh pemberitaan atau penayangan tersebut."

Hasto