Saat ini stasiun televisi berlomba menampilkan reality show musik. Salah satunya, Indosiar dengan Super Twin Show. Di balik kesuksesannya, acara yang bertujuan mencetak bintang baru pasangan kembar ini menuai masalah. Berikut ceritanya.Siapa yang tidak mengenal Kiki Idola Cilik atau Ajeng Mamamia? Lewat ajang kompetisi tarik suara, mereka dikenal banyak orang. Hadiah materi yang menggiurkan serta kontrak rekaman pun mengubah kehidupan mereka dari yang biasa-biasa saja menjadi luar biasa.Tak heran setiap kali sebuah stasiun televisi membuka pendaftaran reality show baru, peminatnya bisa dipastikan membludak.Salah satu reality show musik yang tengah naik daun adalah Super Twin Show (STS). Ditayangkan di Indosiar setiap Senin hingga Rabu mulai pukul 18.00 - 24.00, STS mampu menyedot sekitar 11 ribu pasang kembar peserta audisi dari berbagai kota di Indonesia. Namun, di tengah sukses acara itu, muncul surat protes yang dilayangkan ke Indosiar melalui Surat Pembaca Kompas.Com, Senin (28/7). Intinya, beberapa peserta STS melancarkan protes atas ketidakjelasan konsep acara tersebut.JADI TUGAS DADAKANMenurut si penulis surat, berdasar informasi awal yang diterima peserta, STS merupakan kompetisi adu bakat antara pasangan kembar untuk mencetak satu bintang baru pasangan kembar. Namun, pada praktiknya, saat terpilih 96 pasangan kembar pada audisi on air, konsep tiba-tiba berubah menjadi kompetisi kelompok.Dari 96 pasangan itu dibagi menjadi 12 kelompok. Masing-masingnya terdiri dari 8 pasang kembar dan setiap 4 kelompok akan tampil bergilir di minggu yang berbeda. Saat tampil, setiap kelompok memiliki kesempatan menunjukkan keahliannya dalam 3 sesi, yaitu Bernyanyi, Unjuk Gigi, dan Click or No Click. Tapi untuk setiap sesi hanya diwakilkan satu pasang kembar yang dipilih oleh kelompoknya sendiri.Penilaian sepenuhnya diserahkan pada 100 Twin Voter. Kelompok yang mendapatkan akumulasi nilai terendah, otomatis akan tereliminasi. "Ini artinya kan kemenangan tidak lagi milik pasangan, melainkan milik kelompok. Makanya, waktu itu saya dan peserta lain berusaha keras supaya kelompoknya tidak tereliminasi dan bisa maju ke babak selanjutnya," tutur Anna, salah satu peserta yang melayangkan protes, didampingi pasangan kembarnya, Lea (27).Ketidakjelasan konsep, kata Anna tak cuma itu. Belum lagi semua kelompok bertanding, di minggu kedua ada satu sesi yang tiba-tiba diubah, yaitu dari Unjuk Gigi menjadi Tugas Dadakan. "Teman-teman yang tampil di minggu kedua sangat kecewa karena mereka sudah berlatih mati-matian agar kelompoknya tidak tereliminasi tapi akhirnya di hari-H, mereka tidak tampil maksimal. Dengan kata lain, mereka tidak punya kesempatan yang sama dengan kelompok yang sudah tampil sebelumnya," tambah Lea, yang tampil di minggu kedua..HADIAH TAK JELASDi minggu ketiga, masih menurut cerita si kembar Lea-Anna, ketidakjelasan semakin terasa. Menjelang akhir acara, saat break iklan, Doddy, salah satu produser, mendadak mengatakan, konsep game show pada STS akan diubah menjadi talent searching alias pencarian bakat. Oleh karena itu, tim kreatif hanya butuh pasangan kembar yang akan diambil dari 9 kelompok yang tersisa untuk maju ke babak konser. "Nama-nama yang terpilih diumumkan malam itu juga. Pasangan kembar yang tidak terpilih dinyatakan gugur tanpa sempat bertanding."Keadaan ini spontan membuat semua peserta bingung sekaligus panik. "Habis, kebijakan itu belum pernah dibicarakan produser pada kami. Tim kreatif dan mentor yang membimbing kelompok juga tak pernah bicara soal itu. Tentu saja kami jadi kecewa, bahkan banyak yang menangis. " Memang, sih, beberapa jam sebelum show minggu ketiga berakhir, para mentor mengumpulkan teman-teman yang sudah tampil untuk briefing. Tapi tentang perubahan ini, kami tidak diberitahu. Kalau saja waktu itu dikasih tahu, pasti kami tidak akan setuju."Kekecewaan lain juga muncul untuk masalah hadiah yang akan diterima pemenang. "Sejak awal acara hingga sekarang, tak satu pun kru STS yang bisa mengatakan, apa sebetulnya hadiah dari kompetisi ini. Wajar dong kalau saya tanya apa hadiahnya? Namanya juga pertandingan. Besar hadiah, kan, bisa memacu anak-anak yang bertanding untuk lebih semangat lagi. Tapi setiap kali saya tanya, mereka semua (kru STS) bilang tidak tahu," jelas Iwan, ayah peserta Isma-Ismi (15)."KALIAN PAYAH!"Kekisruhan di STS juga membuat beberapa peserta belia dihinggapi rasa traumatis. Dina dan Dini (15) misalnya. Merasa sudah memiliki bakat menyanyi sejak kecil, mereka ikut STS. Sayang, langkah mereka terhenti di tengah jalan karena ketidakjelasan konsep. Kecewa? Tentu saja. Bahkan setelah dinyatakan kalah, kembar yang duduk di kelas 1 SMU Kartika, Bintaro, ini berubah menjadi lebih pendiam. "Setelah kalah, besoknya mereka enggak mau sekolah. Pulang dari studio Indosiar saja sudah jam 02.00. Yang bikin saya takut, pagi-paginya. Biasanya, kan, bangun tidur mereka langsung keluar kamar, eh ini malah bengong saja di tempat tidur. Mereka ternyata syok sekali malam itu," kisah sang ibu, Choiriyah.Sejak hari itu, teman-temannya di rumah dan di sekolah selalu mengolok Dina-Dini, "Ah, kalian supertwin payah!" Gara-gara itu, mereka jadi malu ke mana-mana. "Pokoknya, kalau ada satu orang saja yang ngomongin Indosiar, SuperTwin, atau Eko, mereka pasti marah," tambah ibu rumah tangga ini.Kekecewaan juga melanda Viona-Vioni (13) dari Bengkulu. Selama sebulan, sejak lolos audisi, gadis kembar ini dan ibu mereka, Mary, tinggal di Jakarta. "Soalnya, kami harus tampil di STS tiap Senin hingga Kamis. Belum lagi hari-hari lain yang dipakai untuk briefing dan latihan." Masalah lain, "Waktu itu masih musim liburan sekolah, jadi harga tiket pesawat mahal sekali, sekitar Rp 900 ribu hingga Rp 1,5 juta. Jadi, untuk sementara waktu mereka tinggal di Jakarta. Biar irit," ujar sang ayah, Frans, yang mengaku mendapat dukungan dari Gubernur Bengkulu saat memberangkatkan kedua puterinya.Siapa nyana pada akhirnya nasib Viona-Vioni setali tiga uang dengan nasib 142 anak lainnya: "dibuang". "Mereka datang untuk bertanding, tapi kemudian dinyatakan kalah sebelum bertanding. Belum lagi mamanya juga harus menutup butiknya selama sebulan penuh," tambah Frans sedih. Ia memperkirakan, kerugian yang dialami sang istri karena harus menutup butiknya, sekitar Rp 35 juta. "Itu belum termasuk biaya hidup di Jakarta selama sebulan."Meski begitu, lanjut Frans, kerugian materi itu tadi tak seberapa jika dibandingkan dengan rasa kecewa yang dialami kedua anaknya. "Setiap hari saya selalu membesarkan hati si kembar agar tidak larut dalam kekecewaan."Sementara Isma-Ismi melampiaskan kekecewaannya dengan cara yang berbeda. "Di televisi rumah kami, sudah tidak ada lagi channel Indosiar. Di rumah Nenek juga begitu. Bukan kami yang menghapus, tapi si kembar. Setahu saya, teman-temannya di Super Twin yang senasib dengan dia juga melakukan hal serupa," ujar sang ayah.PLONTOS LAMBANG KECEWAMungkin orangtua Isma-Ismi, Dina-Dini, dan Viona-Vioni, masih lebih beruntung dibanding orangtua Vega-Vegi (10). Untuk bisa mengikuti ajang adu bakat STS, Rudi, ayah Vega-Vegi, harus menjual motor kesayangannya. Maklum, Vega-Vegi memang berasal dari keluarga yang ekonominya terbilang pas-pasan."Setelah mereka lolos audisi, saya tidak mau mengecewakan mereka meski kemampuan saya memang terbatas," ujar Rudi yang tinggal di Bandung. Bahkan saat berada di Jakarta, Rudi mengaku pernah menumpang selama tiga hari di rumah orangtua Isma-Isma saat kelompok anaknya akan tampil di STS.Sayang, Vega-Vegi pun gugur. "Setelah kejadian itu, anak saya nangis melulu karena kecewa. Maklum, mereka masih kecil," tambah Rudi yang anaknya merupakan personel termuda di ajang ini. Saking kecewanya, lanjut Rudi, Vega-Vegi sampai memotong habis rambut mereka.DAPAT UANG OPERASIONALMenyoal kekisruhan yang terjadi antara kru dan peserta STS, Gufroni (41), Head of Public Relation Indosiar mengatakan, setiap program acara yang ada di Indosiar memiliki aturan main sendiri. Kalau pun ada perubahan materi dan konsep acara, pasti disesuaikan dengan masukan dari para penonton dan masyarakat."Sejauh ini, kami memahami kekecewaan mereka. Saya rasa, kru STS sudah mengomunikasikan konsep acara dengan jelas ke para peserta dan saya harap masing-masing pihak menerima hal ini dengan lapang dada," ujar Gufron saat dihubungi melalui telepon.Ia juga mengatakan, hingga saat ini hubungan pihak Indosiar dengan keluarga peserta baik-baik saja. "Memang ada beberapa orang yang ingin melihat data penilaian tiap-tiap kelompok, tapi itu, kan, tidak bisa kami berikan. Itu data internal, tidak untuk dipublikasikan," tambahnya.Dengan adanya ketidaknyaman ini, Gufron mewakili Indosiar meminta maaf kepada para peserta dan berterima kasih atas masukan masyarakat. "Mudah-mudahan ke depannya kami bisa menampilkan program acara yang lebih baik lagi," katanya seraya mengatakan, selama para peserta mengikuti STS, Indosiar memberi uang operasional sebesar Rp 1.575.000 untuk tiap pasang peserta.Sementara pekan lalu, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sudah menerima laporan pengaduan dari 22 pasang peserta kembar yang kecewa dengan acara STS. KPI berencana melayangkan surat protes kepada pihak Indosiar, Senin (11/8). Tim analisis KPI Seto Mulyadi menyarankan, "Setiap anak atau orangtua yang mendaftarkan anaknya di kompetisi sejenis, harus benar-benar mengerti aturan main yang diterapkan pihak penyelenggara. Saat mengikuti kompetisi, lanjutnya, anak dan orangtua harus sudah siap mengalami kerugian waktu, materi, dan pikiran.
ESTER SONDANG