Curahan Hati Ibundan Ryan, "Ryan Masih Sering Minta Disuapi" (2)

By nova.id, Senin, 4 Agustus 2008 | 09:59 WIB
Curahan Hati Ibundan Ryan Ryan Masih Sering Minta Disuapi 2 (nova.id)

Curahan Hati Ibundan Ryan Ryan Masih Sering Minta Disuapi 2 (nova.id)

"Foto: Gandhi/Nova, Dok. Surya "

Sejak peristiwa "sidang" itu anakku menjadi pribadi yang semakin tertutup. Sehari-hari kami sangat jarang komunikasi. Ryan juga sering pergi entah ke mana, yang aku tahu dia ikut fitness di Jombang.Memang, kalau sedang enak hati Ryan jadi ramah. Bahkan, yang membuat aku tak bisa lupa, di saat-saat tertentu dia minta dimanja layaknya anak kecil. Sering menggelendot di pundakku, tiduran di pangkuanku, dan terkadang minta disuapi atau bahkan dia menyuapiku.(Air mata Siyatun mengucur. Nasi pecel yang semula disantapnya sambil ngobrol itu diletakkan. Ia mengaku kalau sedang makan sering ingat dengan kebiasaan Ryan tersebut).Tapi kalau sedang tak enak hati, hanya persoalan sepele saja aku atau suamiku kena pukul. Aku sempat dikejar-kejar pakai pisau dapur lantaran tak memberinya uang beberapa ribu. Setiap aku tanya tentang kegiatannya di luar, dia selalu menjawab dengan ketus, "Aku sudah besar, tidak usah ditanya yang macam-macam, itu urusanku." Kendati kasar pada keluarga, di lingkungan kampung Ryan dikenal baik. Dia aktif mengajar mengaji.Seingatku, sekitar lima bulan lalu Ryan sempat pamit ke Jakarta. Tapi setiap ditanya apa kegiatannya di sana, dia lagi-lagi menjawab ketus, "Orangtua enggak usah nanya-nanya." Setelah itu aku tak berani lagi bertanya, khawatir dia marah. Selama di Jakarta dia memang sempat beberapa kali pulang. Tapi seingatku dia tak pernah membawa teman.Selama ini, teman Ryan yang aku kenal hanya dua orang. Pertama adalah Irsyad, tetangga yang dulu sangat dekat dengan Ryan. Irsyad juga yang mengajari Ryan mengaji.Bahkan begitu akrabnya, setelah Irsyad menikah, Ryan terlihat gundah. Dia merasa kehilangan orang terdekatnya. Selain Irsyad, Ryan berteman dengan Ardan, remaja dari Bandung yang mondok di Ponpes Tambak Beras, Jombang. Begitu akrabnya, aku mengangap Ardan seperti anakku sendiri. Kini setelah lulus dari pondok, dia sudah kembali lagi ke kampung halamannya.Itu saja yang kuketahui tentang Ryan. Makanya, begitu aku tahu kalau dia melakukan pembunuhan keji kemudian mengubur korban-korbannya di belakang rumah, aku nyaris tak percaya.Aku heran, kapan perbuatan dilakukan dan apa motifnya. Aku pun tak kenal dengan korban-korbannya itu. Setiap hari, sejak pagi sampai tengah hari aku keluar rumah mengkreditkan pakaian jadi dari kampung ke kampung. Dan biasanya, Sabtu dan Minggu, aku pergi ke rumah keluarga di Surabaya atau ke rumah anak angkatku di Sidoarjo.Beberapa tahun lalu Ryan memang sempat memintaku menyuruh seorang warga untuk menggali tanah di pekarangan belakang untuk kolam ikan lele. Tanpa curiga kuturuti saja. Selama ini toh aku juga jarang ke pekarangan belakang. Maklum, aku sibuk berjualan.(Saat ditanya apakah Siyatun tak pernah membersihkan pekarangan belakang dan menemukan gundukan tanah baru, ia cuma menjawab, "tidak pernah". Pandangannya berubah dingin dan ketus).SUSUL KE JAKARTABagaimana aku mengetahui perbuatan keji anakku ? Semua terjadi tanpa sengaja. Aku dengar-dengar dari tetangga, ada pembunuhan di Jakarta yang pelakunya mirip Ryan. Tapi mereka tak seberapa yakin lantaran di kampung Ryan biasa dipanggil Yansyah. Barulah ketika nonton teve yang kebetulan menayangkan kasus mutilasi, aku menjerit histeris. Wajah pelakunya tak lain adalah Ryan!Tak bisa dibayangkan, bumi ini rasanya mau kiamat saja. Aku menangis sejadi-jadinya. Besoknya aku ditemani keponakan berangkat ke Jakarta. Setiba di Stasiun Senen, aku langsung menuju Polda Metro Jaya tempat Ryan ditahan. Ternyata petugas belum mau memberitahu di mana keberadaan Ryan.Karena merasa jengkel, aku sempat mengancam petugas jaga, jika tak segera dipertemukan maka aku akan bunuh diri di depan mereka. Kebetulan aku membawa gunting kecil di dompet. Melihat kenekatanku, aku dipertemukan dengan petugas Reskrim yang menangani Ryan. Di sana aku mendapat informasi bahwa kalau Ryan sudah dibawa ke Jombang.Langsung aku kembali ke Jombang dan dijemput suamiku di stasiun. Berdua kami bergegas ke Polres Jombang. Di sana, aku hanya bisa melihat Ryan dari jarak jauh. Bahkan cuma punggungnya. Aku terus memanggil-manggil. Akhirnya, Ryan diminta berdiri dan melambaikan tangan. Ya, aku cuma bisa menangis. Aku merasa kecewa, tapi juga tak tega.Atas kebaikan dua orang petugas kepolisian aku sempat dipertemukan dengan Ryan di dalam mobil. Tak bisa kubendung air mata ketika itu. Ryan kupeluk erat-erat sambil kami saling bertangisan. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya kecuali permintaan maaf yang berulang kali dia ucapkan, "Maafkan aku, Bu. Aku belum bisa membahagiakan ibu tapi sudah membuat susah seperti ini."Ya, sekeji apapun dia tetap darah dagingku. Aku memaafkannya. Sebenarnya, aku ingin menanyakan banyak hal tentang mengapa dia sampai melakukan perbuatan jahat itu. Tapi mulutku seperti terkunci. Kesempatan terbatas itu hanya aku gunakan untuk melepas rindu belaka.Sekarang, aku mohon maaf pada semua keluarga korban. Akibat perbuatan keji anakku, mereka semua harus kehilangan orang-orang tercintanya. Untuk sementara ini, aku minta perlindungan polisi.Aku khawatir, kalau di rumah jiwaku terancam. Setelah persoalan selesai, aku berencana pindah dari rumah untuk membuang semua kenangan buruk ini. Tapi, aku harus tinggal di mana? Siapa yang mau membeli rumah yang pernah dijadikan ladang untuk menanam jenazah korban pembunuhan? (Siyatun menghela nafas, membuang pandangan. Ia lalu menutup pembicaraan).GANDHI WASONO M.