Walaupun terdengar banyak, 5.000 adalah sebagian kecil dari kasus pemerkosaan yang tidak terselesaikan. Kini, paket yang disebut “rape kit” berisi bukti-bukti pemerkosaan dan fakta pelaku pemerkosaan ini dibuka oleh sekelompok peneliti untuk menjelaskan kepada kita mengenai pemerkosaan.
Dibiayai oleh Department of Justice Ohio, peneliti dari Case Western Reserve University bekerjasama dengan Cuyahoga County Sexual Assault Kit Task Force untuk memeriksa 4.800 rape kit dari 1993 hingga 2010.
Penelitian yang dimulai dari tahun 2014 ini bertujuan untuk mencari keadilan bagi korban yang terlupakan serta memberi pengetahuan baru mengenai bagaimana kekerasan seksual dilakukan dan diadili.
Rachel Lovell, salah satu pemimpin dari proyek ini, mengatakan, “Pengalaman mengumpulkan rape kit sangatlah invasif, terutama jika dilakukan tepat setelah korban baru saja diperkosa.”
Dia melanjutkan, “Korban-korban ini melakukan apa yang telah diminta untuk menyelamatkan barang bukti – tapi barang bukti tersebut hanya duduk, tanpa diperiksa. Kita harap proses baru yang lebih menghormati korban akan muncul dari usaha kami.”
Walaupun baru saja dimulai, proyek yang merangkum fakta pelaku pemerkosaan ini telah berhasil mengidentifikasikan 462 pelaku dari 500 kasus kekerasan seksual, dan dari kasus yang berhasil diselesaikan, 92 persen telah menghasilkan hukuman penjara dengan rata-rata 10 tahun.
Selain penyelesaian kasus, proyek ini juga memberi kita beberapa penemuan penting, yaitu:
1. Mayoritas pemerkosa adalah pemerkosa berantai.
Dari 243 kasus yang dipelajari, 51 persen dilakukan oleh pemerkosa berantai. Mayoritas pemerkosa melakukan kejahatan serius lainnya sebelum dan setelah melakukan pemerkosaan.
Sebanyak 74 persen dari pemerkosa berantai memiliki satu penahanan untuk tindak kejahatan serius seperti pembunuhan dan perampokan (26 persen lainnya hanya untuk pemerkosaan); 95 persen setelahnya. Dari pemerkosa tidak berantai, 51 persen memiliki penahanan untuk tindak kejahatan serius dan 78 persen setelahnya.
2. Pemerkosa berantai dan tidak berantai memiliki perilaku yang berbeda dalam penyerangan.
Para peneliti menemukan bahwa walaupun pemerkosa berantai lebih mungkin untuk menculik dan mengancam korban secara verbal maupun fisik, pemerkosa tidak berantai lebih sering menahan dan melukai korbannya.
3. Pemerkosa berantai biasanya memperkosa korban di luar rumah dan di mobil.
Sementara pemerkosa yang tidak berantai biasanya melakukan tindak kejahatan mereka di rumah, baik di rumah mereka sendiri, maupun rumah korban atau rumah orang lain.
4. Pemerkosa tidak berantai lebih sering mengenal korban mereka dibandingkan pemerkosa berantai.
Namun, sepertiga pemerkosa berantai menyerang orang asing dan orang yang mereka kenal juga. “Ini menggarisbawahi kebutuhan untuk menyelidiki pemerkosaan yang dilakukan pada kenalan, karena ada kemungkinan bagi mereka untuk menyerang orang asing juga," pungkas laporan tersebut.
Sumber: Kompas Female