Mengenal Shutdown Syndrome Pada Anak

By nova.id, Selasa, 23 Oktober 2012 | 01:05 WIB
Mengenal Shutdown Syndrome Pada Anak (nova.id)

Mengenal Shutdown Syndrome Pada Anak (nova.id)

"Ilustrasi "

Awalnya Linda selalu berusaha memastikan  bayinya  selalu berbahagia. Dengan  penuh perhatian dan kasih sayang, Linda  berusaha selalu  menggendongnya  setiap saat dan merespon secepat mungkin ketika sang bayi menangis.

Namun sayangnya, bayi kemudian menjadi anak yang tergantung, manipulatif, dan terlalu lengket dengan orangtuanya. Linda kemudian mengganti pola asuh dengan sebaliknya. Hasilnya, sang  bayi berhenti tumbuh. Berat badannya tak bertambah, bahkan nyaris di batas bawah  grafik pertumbuhan bayi. Namun benarkah sang buah hati sedang mengalami shutdown syndrome?

Orangtua kehilangan kepercayaan

Seperti kebanyakan orang tua yang baru pertama kali menjadi orangtua, Linda dan suami kemudian kehilangan kepercayaan terhadap apa yang mereka lakukan. Mereka  mengadaptasi gaya pengasuhan dari orangtua lain yang lebih terkendali namun berjarak terhadap anak. Mereka membiarkan sang bayi menangis hingga tertidur, menyusui secara terjadwal, dan  ketakutan terlalu memanjakan sehingga tak lagi terlalu banyak menggendong. Selama dua bulan ke depan, sang buah hati  berubah dari yang tadinya bahagia dan interaktif kemudian menjadi pemurung dan rewel. Berat badannya pun mendatar, hampir mencapai batas bawah grafik pertumbuhan. Heather tidak lagi berkembang, benarkah ini salah orangtuanya?

Bayi hilang kepercayaan

Setelah dua bulan tidak ada pertumbuhan, sang bayi dijuluki "gagal tumbuh" .  sang dokter anak kemudian mengikuti  lokakarya medis dan membahasnya. "Ketika orang tua berkonsultasi,  saya mendiagnosis sang anak terkena shutdown syndrome. Saya menjelaskan jika bayi  telah berkembang karena gaya responsif orangtuanya. Karena orangtua mereka, anak percaya  kebutuhan fisiknya akan dipenuhi dan semua  telah diberikan," ungkap sang dokter.

Sayangnya, apa yang mereka pikir telah berikan yang terbaik bagi bayi belum tentu direspon sesuai keinginan sang orangtua. Kemudian, orangtua menggubah pola asuh dengan gaya pengasuhan yang lain. Mereka tidak sadar, sedang memutus koneksi dengan sang bayi. Padahal  koneksi ini termasuk yang menyebabkan anak berkembang, dan sekarang telah hilang.

Seiring depresi yang dirasakan sang bayi, dan sistem fisiologisnya pun melambat. Dokter anak sangat menyarankan kedua orangtua  kembali ke gaya pengasuhan semula, sebelum bayi benar-benar hilang koneksi dengan orangtuanya.

Linda yang mengikuti saran sang dokter dengan mulai menggendong dan merespon seperti sedia kala, perlahan melihat perubahan. Sebulan setelah dirinya dan suami mengubah pola asuh, sang bayi kembali bertumbuh lagi.

Bayi tumbuh dengan baik jika dirawat

Dipercaya, setiap bayi memiliki tingkat kritis kebutuhan akan sentuhan dan kasih sayang untuk tumbuh dengan baik. (tumbuh bukan hanya soal semakin besar, tetapi juga tumbuhnya potensi seseorang, baik secara fisik dan emosional.)  Bayi pada dasarnya memiliki kemampuan untuk mengajarkan kedua orangtuanya  seberapa jauh tingkat pengasuhan yang dibutuhkannya. Selanjutnya, tergantung pada orangtua untuk mendengarkannya atau orangtua lebih memilih gaya pengasuhan yang lain. Tanamkan dalam pemikiran, hanya bayi yang tahu tingkat kebutuhannya dan orangtua adalah orang dewasa yang paling ahli membaca bahasa sang bayi yang diasuhnya.

Bayi yang "dilatih" untuk tidak terlalu mengungkapkan kebutuhan mereka, mungkin akan nampak lebih penurut,  diam, atau baik. Namun bayi-bayi bisa tertekan, dan ini juga dapat mematikan ekspresi kebutuhan mereka.  Mereka dapat menjadi anak-anak yang tidak pernah bicara untuk mendapatkan kebutuhannya. Sayangnya, pada akhirnya akan menjadi orang dewasa yang berkebutuhan tinggi atau tergantung terhadap orang lain.

Laili/ dari berbagai sumber