1 dari 3 Anak Mengalami Kekerasan. Bagaimana menyikapinya?

By nova.id, Jumat, 6 Maret 2015 | 12:51 WIB
1 dari 3 Anak Mengalami Kekerasan (nova.id)

Tabloidnova.com - Disadari atau tidak, kekerasan terhadap anak masih merupakan isu yang terbilang sensitif dan tabu di Indonesia.

Di sisi lain, maraknya kasus kekerasan seksual pada anak saat ini, memaksa para orangtua untuk meningkatkan kewaspadaan dalam upaya mengantisipasi terjadinya kekerasan terhadap anak mereka.

Sayangnya, masih banyak orangtua dan masyarakat yang memiliki sedikit pengetahuan tentang cara merespons isu yang masih dianggap tabu tersebut serta menanggapi informasi yang diberikan anak secara proporsional.

Berdasarkan pengalaman dan data yang dikumpulkan Rifka Annisa (Pusat Pengembangan Sumberdaya untuk Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak), seperti dituturkan oleh Sri Kusyuniati dari Rifka Annisa, selama menangani kasus kekerasan seksual pada anak menunjukkan adanya peningkatan jumlah anak yang mengalami kekerasan seksual.

"Peningkatan jumlah ini dengan kecenderungan semakin meningkat jumlah korban usia anak, bahkan semakin muda usia anak yang menjadi korbannya," imbuh Sri seraya mengungkapkan data bahwa di Indonesia secara umum ditemukan fakta 1 dari 3 anak dengan usia di bawah 18 tahun telah menjadi korban kekerasan umum atau pun kekerasan seksual.

Namun demikian, imbuh Sri, hal ini juga merupakan isu yang perlu ditelaah secara jeli. Pasalnya, sebagian besar anak yang berada dalam kelompok usia muda ini tengah mengalami perubahan-perubahan signifikan dalam perkembangan kognitif dan cara berpikir mereka. Sehingga, orangtua tidak salah mengambil kesimpulan.

Selain perkembangan dalam keterampilan berbahasa, anak-anak di usia sangat muda ini juga mulai mengeksplorasi daya imajinasi dan fantasi mereka. Keterampilan berbahasa mereka dikombinasikan dengan daya imajinasi dan fantasi yang sedang berkembang.

"Kombinasi ini, secara alamiah akan dapat menghasilkan sebuah konsepsi atau gambaran mental yang terkadang berbeda dengan realita, yakni anak-anak dapat menyampaikan informasi mengenai kekerasan seksual yang dialami dengan cara tak terduga dan mungkin kurang bisa dipahami oleh orang dewasa."

Melihat berbagai persoalan ini, tentu menjadi sangat penting bagi orangtua dan masyarakat umum untuk lebih memahami cara anak merespons serta menginformasikan kekerasan yang telah dialaminya, terutama dalam hal kekerasan seksual.

Pemahaman orangtua dan masyarakat terhadap bahasa dan informasi yang disampaikan anak sangat penting dalam upaya untuk untuk memberikan pembekalan bagi orangtua dalam meningkatkan kewaspadaan, sekaligus mengantisipasi dan menyikapi kekerasan seksual yang dialami anak.

Dan pemahaman ini, kata Sri, juga penting dimiliki oleh para ahli psikologi, terutama psikolog forensik dan psikolog klinis untuk dapat lebih jauh memahami cara penanganan anak yang diduga mengalami kekerasan, khususnya kekerasan seksual.

Intan Y. Septiani