Perempuan dan Anak-anak Masih Sering Menjadi Korban Kekerasan Seksual

By nova.id, Kamis, 5 Maret 2015 | 00:06 WIB
Perempuan dan Anak anak Masih Sering Menjadi Korban Kekerasan Seksual (nova.id)

Tabloidnova.com - Memeringati Hari Melawan Eksploitasi Seksual Internasional yang jatuh pada 4 Maret kemarin, penanganan kasus kekerasan seksual di Indonesia masih belum menggembirakan. Kekerasan seksual bisa terjadi di mana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja. Yang lebih mengerikan lagi, pelaku kekerasan seksual mayoritas adalah orang yang sangat dikenal atau bahkan dekat dengan korbannya.

Yang dimaksud dengan kekerasan seksual adalah tindakan pemaksaan untuk melakukan kegiatan seksual di mana salah satu pihak tidak menghendakinya. Dalam kasus kekerasan seksual, biasanya pelaku akan memilih korban yang diangggapnya lebih lemah dibandingkan dirinya.

Siapakah pihak yang dianggap lemah oleh pelaku kekerasan seksual, sehingga lebih mudah dijadikan korban? Menurut Ninik Rahayu, mantan komisioner Komisi Nasional Perempuan (dua periode) dan akademisi serta pengajar studi gender, perempuan dan anak-anak sering menjadi korban kekerasan seksual. Ini karena perempuan dan anak-anak dianggap lemah.

"Di Indonesia, atau mungkin juga di beberapa wilayah lain budaya patriarki masih sangat kuat di tengah masyarakatnya, di mana perempuan masih menjadi warga kelas dua dan dianggap tidak penting. Begitu pula dengan anak-anak, yang dianggap belum punya hak penuh layaknya orang dewasa,"papar Ninik.

Dengan kuatnya budaya yang masih tertanam di dalam masyarakat tersebut, sebagian besar perempuan di Indonesia menganggap harus selalu menuruti apa kata laki-laki, sebagai bentuk pengabdian atau penghormatan.

Termasuk ketika pihak laki-laki memaksa perempuan melakukan kegiatan seksual. Sehingga banyak perempuan yang akhirnya menjadi tidak menyadari ketika dirinya sebenarnya telah menjadi korban kekerasan seksual.

"Dalam hubungan berpacaran saja, perempuan biasanya akan pasrah ketika diminta oleh pasangan lelakinya untuk menunjukkan rasa cintanya dengan bersedia berhubungan seksual, misalnya. Dan ketika telah terjadi kekerasan seksual di dalam hubungan mereka, biasanya pula perempuan akan bungkam," papar Ninik lagi.

Mengapa perempuan bungkam? "Sebab, korban kekerasan seksual cenderung akan sangat berhati-hati untuk berbicara. Ia akan berpikir seribu kali sebelum melaporkan apa yang telah dialaminya. Pasalnya, bukan hanya ia akan merasa malu, tetapi harga dirinya pun sudah jatuh dan masa depannya sudah rusak. Belum lagi jika menerima ancaman serius dari pelaku, maka korban akan semakin takut."

Ninik mengatakan, perempuan dan anak-anak yang menjadi korban kekerasan seksual, biasanya akan sulit untuk melapor ke pihak berwajib (polisi), karena bicara kepada keluarga atau orantuanya pun akan membuatnya berpikir berulang kali. Sebab kekerasan seksual merupakan bentuk kekerasan yang spesifik, tidak sama dengan kasus kekerasan lainnya.

"Korban kekerasan seksual biasanya juga cenderung akan selalu dipersalahkan. Misalnya, karena dianggap mengenakan pakaian yang seksi dan mengundang hasrat lelaki. Padahal, perempuan yang mengenakan pakaian tertutup pun tak ada jaminan dapat lolos dari kekerasan seksual," tutur Ninik lagi.

Intan Y. Septiani/Tabloidnova.com