Ironis! Warga Perempuan Kabupaten Boltim Anggap KDRT Sudah Biasa

By nova.id, Senin, 2 Maret 2015 | 05:39 WIB
Ironis! Warga Perempuan Kabupaten Boltim Anggap KDRT Sudah Biasa (nova.id)

Tabloidnova.com - Ketika kaum perempuan di seluruh dunia berteriak mengenai isu kesetaraan dengan kaum pria di berbagai bidang, namun kaum perempuan di sebuah kabupaten yang terletak di Indonesia bagian timur tak demikian.

Kaum perempuan yang tingal di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim), Sulawesi Utara, hingga saat masih tergolong enggan melaporkan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami mereka kepada pihak kepolisian, seperti dilaporkan Tribunnews.

Ironisnya lagi, para perempuan tak melaporkan kasus KDRT karena takut diceraikan suami.

Kasus pemukulan masih biasa di desa ini. Bukan takut melapor, tapi takut dicerai. Masyarakat di desa ini menganggap bertengkar dan dipukul (suami) itu merupakan hal yang biasa," ujar seorang ibu muda warga Desa Tutuyan, Boltim kepada Tribunnews, Minggu (1/3) kemarin.

Sementara itu, data dari Badan Pemberdayaan Perempuan Keluarga Berencana dan Perlindungan Anak (BPPKB-PA) Boltim menyebutkan, sepanjang tahun 2014 terdapat sebanyak 10 kasus KDRT yang dilaporkan di kepolisian.

Kasus KDRT terbanyak dilaporkan ke Polsek Modayag, sebanyak delapan kasus. Dan dua kasus dilaporkan di Polsek Nuangan. Namun di Polsek Kotabunan tak satu pun kasus KDRT yang pernah dilaporkan. Sedangkan kasus pencabulan yang tertinggi dilaporkan ada sebanyak 17 kasus.

Kepala BPPKB-PA Boltim, Saida Potabuga, mengakui, hingga saat ini kaum perempuan di kawasan Boltim memang masih tergolong enggan melaporakan kasus KDRT yang dialami mereka kepada pihak yang berwajib.

Saida pun tak menampik, banyaknya kasus KDRT yang terjadi di lingkungan masyarakat Boltim yang tak dilaporkan ini lantaran mereka menilai KDRT masih dianggap sebagai hal yang lumrah terjadi di hampir setiap rumah tangga. Apalagi mereka merasa takut jika sampai diceraikan oleh suami mereka.

"Tahun lalu saja ada sebanyak 10 kasus dilaporkan ke polisi dan yang terbanyak terjadi di Desa Modayag, karena masyarakat di sana sudah mulai memahami bahwa KDRT sebagai pelanggaran pidana. Memang, kami akui masih banyak kasus KDRT di tengah masyarakat yang tak dilaporkan. Jika dipukuli suami, itu dianggap hal biasa," terangnya.

Saida juga mengatakan, kasus KDRT yang dilaporkan ke polisi selama ini pun sebagian besar dapat dimediasi hingga berakhir dengan damai. Di sisi lain, pihaknya terus melakukan pendampingan terhadap berbagai kasus yang menimpa kaum perempuan, terutama ibu dan anak.

Intan Y. Septiani/Tabloidnova.com

SUMBER: TRIBUN NEWS