TabloidNova.com - Kisah percobaan penculikan di media sosial tidak seluruhnya benar. Karena itu, pengguna media sosial sebaiknya lebih cerdas lagi dalam menilai kebenaran dari kisah penculikan di media sosial itu.
Kepala Bidang Humas Polda Jawa Barat Komisaris Besar Sulistyo Pudjo mengatakan, kisah-kisah percobaan tindak kejahatan palsu yang dibagikan di media sosial hanya akan menimbulkan keresahan di masyarakat.
"Makanya masyarakat harus lebih cerdas-lah menilai yang seperti itu," kata Pudjo saat dihubungi di Jakarta, Kamis (26/2/2015).
Menurut Pudjo, media sosial seperti pisau bermata dua. Di satu sisi, ada informasi-informasi bermanfaat yang dapat dibagikan kepada sesama pengguna. Namun, di sisi lain, media ini juga dimanfaatkan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk menebar keresahan.
"Media sosial itu 60 persennya berisi hal-hal yang baik, 20 persennya tipu-tipu, 5 persennya isinya ngaco, yang inilah yang perlu diwaspadai," kata Pudjo.
Dia mengatakan, kisah-kisah kriminal yang dibagikan di media sosial harus ditelaah terlebih dahulu sebelum dipercayai. Misalnya, apakah tempat kejadian benar-benar ada dan apakah kondisinya sesuai dengan yang diceritakan di dalam kisah.
Pudjo juga mengatakan, pengguna sosial juga perlu memperhatikan waktu kejadian, apakah logis atau tidak, serta hal-hal yang lain yang mendukung kelogisan kisah.
Terkait kisah percobaan penculikan yang terjadi di Stasiun Bogor baru-baru ini, polisi memastikan kisah itu hoax. Sebab, biasanya penculik memata-matai dulu calon korbannya dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Selain itu, ada motif-motif tertentu dari penculik sebelum melakukan aksinya. Misalnya, jika motif tersebut adalah uang, maka calon korban pun tidak sembarangan, minimal memiliki harta yang banyak. Jika motif dendam, maka korbannya juga berasal dari kalangan tertentu.
Nah, tetaplah berhati-hati saat membaca kisah penculikan di media sosial, namun tak perlu langsung memercayainya.
Kompas.com/Unoviana Kartika