Sindroma Tourette, Haruskah Si Kecil Terasing Karena Kelainan? (1)

By nova.id, Selasa, 22 September 2009 | 17:56 WIB
Sindroma Tourette Haruskah Si Kecil Terasing Karena Kelainan 1 (nova.id)

Sindroma Tourette Haruskah Si Kecil Terasing Karena Kelainan 1 (nova.id)

"Ilustrasi: Aries Tanjung/NOVA "

Anda mungkin sudah lama mengenal gangguan perilaku yang disebut latah maupun gagap. Namun, kenalkah Anda dengan gangguan perilaku yang disebut sindroma Tourette? Gangguan ini merupakan manifestasi gangguan neurotransmitter yang menyebabkan seseorang melakukan perbuatan berulang di luar kesadaran.

Akibat kelainan pada proses perintah yang disampaikan oleh neurotransmitter, otot gerak merespons dengan aktivitas diluar perintah otak normal. Gejala sindroma Tourette ini bisa diderita sejak anak berusia 3 tahun, dan lebih banyak diidap anak laki-laki dibandingkan perempuan. Indikasinya, berupa perbuatan yang berulang tanpa disadari.

Berdasarkan data yang dipaparkan Profesor Joseph Jankovic di Orphanet Encyclopedia edisi Oktober 2004, sindroma Tourette memiliki angka kejadian bervariasi, mulai dari prevalensi 0,7 persen hingga 4,2 persen pada anak sekolah usia 3 sampai 8 tahun.

Di Amerika, angka kejadian sindrom Tourette diperkirakan sekitar 1 dari 1000 anak usia 6 sampai 18 tahun. Sayangnya, seringkali gangguan ini dianggap sebagai aib atau gangguan mental yang memalukan, sehingga mengurangi kemauan untuk berupaya menyembuhkannya.

Padahal, bila ditangani dengan benar, menurut dr. Vony Febrianti Gunawan, SpS., spesialis syaraf dari Siloam Hospital Karawaci, Tangerang, sindrom Tourette masih bisa disembuhkan, lho! Gerakan Tak DisadariSindroma Tourette memang dikenali dengan gejala utama perbuatan berulang. Perbuatan berulang ini dikenal dengan istilah 'tic'. Biasanya merupakan gerakan yang tiba-tiba dan dilakukan secara cepat.

Tic bisa berupa vokal maupun motorik. Tic motorik dikenali dari kebiasaan berkedip, hidung berkedut, kaki menendang-nendang, menghentak kepala, bahu, atau anggota badan lainnya. Sedangkan tic vokal dikenali dari kebiasaan seperti mendengus, mendeham, mengeluarkan suara mirip dengkuran, batuk-batuk, mengeluarkan kata-kata tak pantas, hingga bersuara aneh (suara bernada tinggi tiba-tiba).

Gerakan sindroma Tourette dapat terjadi dalam beberapa detik hingga menit, berulang dalam frekuensi sering, bahkan hampir setiap hari. Gejala ini bertahan hingga lebih dari setahun dan tic dapat berubah setelah periode tertentu.

Pada sebuah riset menunjukkan, gejala tic akan semakin parah ketika anak berusia 10-12 tahun, lalu berkurang saat dewasa. Namun, tak semua anak dengan sindroma Tourette menunjukkan gejala yang jelas terindikasi sebagai sindroma Tourette. Pada derajat tertentu, sindroma Tourette justru tak tampak, misalnya anak dengan tic mendeham atau berkedip.

Namun, bila cukup jelas terindikasi, sindroma Tourette cukup mengganggu, mulai dari kehidupan sosial hingga prestasi akademik. Secara sosial, anak dengan sindroma Tourette akan dikucilkan akibat kebiasaan anehnya. Selain itu, bila anak memiliki tic vokal mengeluarkan kata-kata kotor (coprolalia), sudah tentu lingkungan sosial akan menolaknya, karena dianggap tak memenuhi norma asusila.

Sedangkan pada kehidupan akademik, kadangkala anak dengan sindroma Tourette sering mengalami gangguan pemusatan perhatian sehingga sering sulit menangkap materi pelajaran. Terutama pada kegiatan sekolah berkelompok, ia akan sulit mendapat dukungan, karena teman-temannya sudah menganggapnya sebagai orang aneh.

Laili Damayanti