Nisa Hariadi, Kerajinan Quiltnya di Bawa ke Amerika

By nova.id, Rabu, 21 Mei 2008 | 05:50 WIB
Nisa Hariadi Kerajinan Quiltnya di Bawa ke Amerika (nova.id)

Ibu dua anak kelahiran Bandung berusia 39 tahun ini menyebut dirinya quilt specialist. Karyanya berupa kerajinan asal AS itu memang unik dan cantik. Yuk, berkenalan dengannya.Apa, sih, kerajinan quilt itu?Kerajinan quilt itu kebudayaan Amerika Serikat, seperti juga orang Indonesia punya kebudayaan batik. Sejak abad 15, orang AS sudah membuat . Dulu, orang AS membuat quilt karena banyak sisa kain yang enggak kepakai atau orang Indonesia menyebutnya kain perca. Bedanya, kain perca ini pattern-nya berupa aplikasi, sedangkan di AS modelnya terdiri dari kain yang dipotong kecil-kecil secara geometri, kemudian dibentuk menjadi motif-motif yang sudah terpola. Untuk quilt, bahannya harus katun.Orang yang bikin quilt itu ada dua macam. Ada yang bikin patchwork dan ada yang bikin aplikasi. Saya lebih menganjurkan orang belajar patchwork dulu. Kalau sudah bisa bikin patchwork, pasti bisa buat aplikasi. Seperti orang bisa main piano, pasti bisa main organ. Tapi, orang bisa main organ, belum tentu bisa main piano.Lantas, apa yang membuat Anda jatuh cinta pada quilt?Saya kenal quilt di Dallas, Texas, AS tahun 1994. Waktu itu, saya mendampingi suami yang tugas di sana. Suami saya, Dwianugerah Setiadi, kerja di PT Chevron Pacific Indonesia (dulu Caltex). Ditemani ibu-ibu lain, saya belanja alat-alat quilt yang sampai sekarang tidak dijual di Indonesia, seperti penggaris, alat pemotong kain, dst.Setelah 1,5 tahun tinggal di sana, suami ditempatkan di Rumbai, Pekanbaru. Tak lama kemudian, saya melahirkan anak kedua. Saya pun enggak sempat bikin quilt. Setelah si bungsu besar, saya belajar quilt pada ibu-ibu ekspatriat tahun 1998. Kebetulan, di sana ada kegiatan mingguan ibu-ibu ekspatriat. Selanjutnya, saya belajar secara privat pada Ibu Tita, yang dulu mengajak belanja alat-alat quilt di AS. Setahun belajar, saya dapat 27 pattern basic.Kesempatan memperdalam quilt saya dapatkan lagi ketika suami kembali bertugas di AS tahun 1999-2002. Saya pun makin paham. Tinggal di AS juga saya manfaatkan untuk mengoleksi buku-buku tentang quilt yang memang banyak. Ketika kembali ke Pekanbaru, saya sudah mulai mengajar dalam acara ladies activities.Anda mulai mengembangkan menjadi lahan bisnis, ya?Tadinya saya malah enggak sempat memikirkannya. Saya lebih suka mengoleksi karya sendiri. Saya bikin semua motif wall hanging dengan ukuran 1,5 meter x 1,5 meter sampai 50 pattern. Saya juga bikin aneka produk lain seperti selimut. Suami sampai berkomentar, "Mama bikin terus, lantas kapan menjualnya. Cobalah mulai bisnis."(Nisa memasang sebagian koleksinya menjadi hiasan dinding di rumahnya. Mulai dari ruang tamu, ruang keluarga dan ruang lain. Secara berkala, sulung tiga bersaudara ini mengganti hiasan dinding itu dengan karya-karya lainnya. Sampai akhirnya Nisa mengikuti suami yang tugas di Jakarta mulai April 2004 sampai sekarang. Kini, ia tinggal di Jalan Cipete Raya, Jakarta Selatan.Keinginan Nisa berbisnis makin muncul setelah bertemu seorang rekan. Ia disarankan dan disediakan tempat untuk untuk acara bazaar dalam Women International Club di Gedung Nyi Ageng Serang, Kuningan, Jakarta Selatan tahun 2005.)Bagaimana respons masyarakat dengan hasil karya Anda?Lumayan bagus. Setelah itu, saya terpikir untuk ikut pameran yang lebih besar. Setahun kemudian, saya ikut Inacraft di JHCC. Dalam kesempatan pameran, saya membuat bermacam-macam produk. Ada wall hanging, sofa cover, sajadah, tas, hiasan Natal dan seterusnya. Oh ya, saya membuat sajadah setelah pulang haji. Di AS, kan, enggak ada quilt sajadah. Saya pikir bagus juga kalau saya membuatnya.Benar juga, begitu saya keluarkan di pameran tahun 2006, sajadah ini langsung habis. Waktu itu, saya buat 25 sajadah. Nah, saat ikut pameran, saya sekaligus memperkenalkan, "Ini lho, sekarang di Indonesia ada kerajinan quilt. Yang menggembirakan saya, saat pameran Inacraft tahun lalu, Ibu Ani dan Pak SBY sempat mampir ke stan saya. Dalam kesempatan itu, saya memberi suvenir berupa tas sajadah.Setelah pameran, koleksi Anda langsung habis, dong?Memang produk yang saya tawarkan banyak terjual. Sampai dua tahun terakhir ini banyak yang order. Bahkan, sampai September sudah full order. Butuh waktu lama untuk menggarapnya. Bikin selimut, misalnya, perlu waktu sebulan. Seni quilt yang saya kembangkan ini memang bukan mass production karena pengerjaannya pakai tangan, bukan mesin. Memang sekarang saya dibantu 6 karyawan, tapi tetap saja tidak bisa massal.Sekarang ini, tiap bulan saya membuat selimut rata-rata 4 buah. Selain itu, banyak juga yang pesan sajadah, Christmas bag, dst. Menjelang Lebaran, sudah pasti pesanan sajadah membludak. Bisa sampai puluhan buah. Begitu pula pas Natal, banyak yang pesan tas untuk Natal.Berapa, sih, kisaran harga kerajinan quilt Anda?Paling murah bantalan kursi, harganya Rp 200 ribu, sajadah Rp 500 ribu. Kalau satu set sajadah bersama tas, harganya Rp 700 rb. Untuk selimut harganya jutaan, tergantung ukuran.Kebanyakan costumer Anda dari mana saja?Perbandingannya hampir sama ya antara ekspatriat dan warga sini. Kalau orang luar negeri, yang terbanyak pasti orang AS. Mereka senang beli selimut di tempat saya karena harganya untuk ukuran mereka murah. Sebagai gambaran, selimut karya saya harganya Rp 3 juta, sedangkan di sana bisa 10.000 US dolar. Kalau mereka pulang ke negaranya, ada saja yang pesan untuk oleh-oleh kerabatnya. Misalnya saja untuk hadiah Natal.Kenapa Anda tidak membuat gerai untuk memajang karya Anda?Seperti saya katakan, quilt yang saya buat tidak bisa massal. Kalau buka toko, saya khawatir tidak mampu memenuhi permintaan pembeli. Sekarang saja, saya sudah banyak order. Ada pembeli dari Kalimantan, Sumatera, dan pulau lain. Sekarang ini, costumer bisa datang ke workshop saya di rumah. Mereka bisa pesan sesuai dengan selera mereka. Mulai dari pilihan warna sampai motif.Setiap datang, costumer sering nanya, "Apa lagi produk baru yang dibuat?" Inilah yang memacu saya terus berkreasi. Saya mulai memadukannya dengan sulam pita, bordir, dan batik. Tiap tahun saya mengeluarkan produk dan motif baru. Tahun depan, saya akan meluncurkan quilt dengan paduan batik mega mendung.Saya memang ingin karya saya ada sentuhan lokal. Apalagi, suami terus mendukung. Suatu saat dia pernah mengatakan, "Kenapa enggak bikin motif dokar?" Ah, benar juga idenya. Pasti unik bila ada motif lokal seperti bikin Gunung Tangkuban Perahu, Candi Borobudur, dst. Memang usaha bisa berhasil, bila suami mendukung, ya.Omong-omong apa, sih, latar belakang Anda?Saya sebenarnya lulusan Politeknik ITB. Kebetulan setelah menikah, saya cepat dikaruniai momongan. Suami minta saya merawat anak saja. Sampai akhirnya saya dapat hobi bikin quilt yang buat saya sangat menantang. Saya pun bisa kerja, tanpa harus meninggalkan rumah. Eh, begini saja dua anak saya, Kaphi S. Hariadi (17) dan Karisha S. Hariadi (12) sudah protes . "Mama ini hanya urus quilt."Selain membuat quilt, apa lagi kegiatan Anda?Tentu saja saya juga menjadi ibu rumah tangga yang baik. Selain mengawasi karyawan membuat pesanan, mulai tahun ini saya membuka kursus di rumah. Ada 15 murid yang saya bagi beberapa kelas. Peserta kursus paling banyak datang di hari Sabtu dan Minggu. Kebanyakan di antara mereka memang karyawan. Dengan membayar Rp 1,5 juta, mereka sudah bisa mendapatkan semua materi kursus. Kursus berlangsung 7 sesi dalam satu paket.

Henry Ismono