Tak banyak kaum wanita yang menekuni profesi fotografer profesional seperti wanita asal Bandung ini. Dalam meniti kariernya, ia sudah beberapa kali ikut pameran dan memenangi penghargaan.Mulai kapan senang dunia fotografi?Saya sudah suka dunia fotografi sejak masih sekolah di SMP-SMA dulu. Awalnya saya gemar melihat berbagai gambar yang tercetak di atas kartu pos Indonesia. Ada foto flora, fauna, pemandangan, candi-candi dan sebagainya. "Wah, alam Indonesia ternyata indah banget dan dapat diabadikan dengan sempurna melalui foto," pikir saya.
Nah, waktu SMA, saya sering foto-foto dengan sahabat-sahabat saya. Hampir setiap ada acara kumpul-kumpul, kami pasti foto-foto. Kebetulan kakak saya seorang arsitek, memiliki kamera semi profesional jenis SLR (single-lens reflex) yang tidak ada mereknya. Waktu itu tentu saja kameranya belum digital alias masih kamera manual dengan film yang digulung. Saya pun belum tahu bagaimana cara menggunakan kamera SLR milik kakak saya.Saya hanya asal jeprat-jepret saja sekenanya, yang penting obyeknya terbidik dengan fokus. Berhubung belum terlalu pintar pakai kamera, yang paling sering saya foto adalah teman-teman sendiri. Setelah negatif filmnya dicetak, hasilnya ternyata cukup bagus dan tidak mengecewakan. Sejak saat itulah saya mulai berhasrat untuk mempelajari fotografi lebih serius.Setelah itu, Anda ikut kursus fotografi atau memilih jurusan fotografi saat kuliah?Tidak. Lulus SMA, saya diterima masuk Teknik Kimia Institut Teknologi Bandung (ITB). Sama sekali tidak ada hubungannya dengan dunia fotografi. Akan tetapi, panggilan jiwa untuk memegang kamera kencang sekali. Akhirnya di ujung masa kuliah, sekitar awal tahun 2000, saya memutuskan untuk mulai serius belajar fotografi. Semuanya saya lakukan secara otodidak saja sambil terus kuliah.Pernah juga sih, saya ambil kursus fotografi beberapa bulan. Menurut saya lebih enak belajar sendiri. Caranya membaca berbagai buku dan majalah yang membahas seputar fotografi, sering berdiskusi dengan teman-teman di kampus yang punya minat sama, sekaligus hunting foto sendiri. Saya juga merasa mendapat banyak sekali ilmu fotografi lewat buku.Lalu, bagaimana dengan kuliah Anda?Oh, kuliah tetap nomor satu dan saya sanggup menyelesaikannya. Saya berpikir jika saya tidak menjadi fotografer profesional, saya akan kembali menggeluti dunia teknik kimia. Ternyata jiwa saya ada di dunia fotografi.Cerita, dong pengalaman memulai karier menjadi fotografer profesional?Setelah mendapat gelar sarjana, saya dan teman-teman fotografer di Bandung sempat punya studio foto kecil-kecilan. Sayang, tak bertahan lama. Saya merasa tidak puas dengan hasil kerja saya. Saya ingin lebih dari sekadar bekerja di studio foto kecil. Semua ini muncul karena saya sering membaca banyak buku. Salah satunya majalah yang memuat foto-foto Sam Nugroho, seorang fotografer yang bekerja di sebuah perusahaan advertising besar.Foto-foto Sam sangat bagus dan sangat menginspirasi saya. Sejak itu, saya berpikir bahwa bekerja di studio foto bukanlah tempat yang tepat untuk mengembangkan karier sebagai fotografer profesional. Tahun 2003, saya memutuskan hijrah ke Jakarta. Saya ingin memperluas pengetahuan dan memperkaya ilmu fotografi dengan menjadi fotografer di perusahaan periklanan seperti Sam Nugroho. Lalu saya bekerja magang di studio foto milik fotografer profesional cukup terkenal, Ferry Ardianto.Di sela-sela waktu magang, saya sempat ikut workshop fotografi. Dari workshop itu saya mulai mengetahui peta bagaimana seorang fotografer mengembangkan karier. Salah satu caranya adalah bekerja di media massa. Akhirnya saya melamar ke salah satu majalah wanita franchise berbasis life style dan beauty yaitu majalah Bazzar Indonesia. Saya kerap memotret untuk rubrik profil orang terkenal, busana, kecantikan, fashion show, dan berbagai acara sosialita Jakarta. Hanya 1,5 tahun saya bekerja di sana.Mengapa Anda memutuskan keluar?Saya rasa sudah cukup bagi saya menimba ilmu di sana. Selama itu pula saya mengumpulkan karya untuk dijadikan port-folio. Saya mulai berpikir untuk mewujudkan cita-cita menjadi fotografer di perusahaan advertising. Pucuk dicinta ulam tiba, saya dihubungi Sam Nugroho! Rasanya seperti mendapat durian runtuh, saya diminta bekerja oleh fotografer yang menginspirasi saya. Begitulah, saya mulai bekerja di perusahaan advertising miliknya, The Looop Indonesia.Iklan apa yang pertama kali Anda buat?Bank swasta. Sempat agak deg-degan juga waktu pertama memotret. Memang ada sedikit perbedaan saat memotret untuk majalah dengan iklan. Tetapi, saya bersyukur pernah dibesarkan oleh majalah, sehingga saya bisa menguasai medan. Dalam memotret iklan, saya harus lebih memperdalam soal lighting atau pencahayaan.Oh ya, Anda juga pernah memotret Miss Universe 2006, Zuleika Rivera, untuk sebuah iklan vitamin C ya?Iya. Padahal di The Looop Indonesia saya masih terbilang baru dan belum banyak mengerjakan iklan. Rasanya senang bukan main dan ini merupakan momen yang luar biasa buat saya. Bayangkan saja, fotografer junior sudah dapat pekerjaan besar seperti ini. Selain rasa senang, saya juga merasakan beban dan tanggung jawab yang besar. Sebab, iklan tak hanya untuk Indonesia, melainkan juga sampai ke Hong Kong, Arab Saudi, dan negara-negara di Asia Tenggara.Lokasi pemotretan di Bali selama empat hari. Benar-benar proses pemotretan yang sangat melelahkan. Dalam empat hari saya harus terus mengikuti kegiatan yang dilakukan Zuleika selama pembuatan iklan sekaligus untuk iklan teve juga. Kami harus stand by dari pagi sampai tengah malam. Terbayang, kan, capeknya seperti apa? Tetapi, sebagai fotografer profesional, saya harus bisa bekerja maksimal dalam kondisi dan situasi apa pun.Sebagai fotografer, Anda pernah mendapat penghargaan sebagai salah satu fotografer wanita terpilih dari 15 negara versi Tag Hueur. Bagaimana ceritanya?Itu terjadi tahun lalu, ketika saya mendapat telepon dari pihak Tag Hueur. Mereka bilang sering melihat karya saya di majalah dan saya terpilih menjadi kandidat wanita fotografer terbaik dari Indonesia. Saya diminta untuk mengirim port-folio karya saya yang lebih banyak foto fashion dan beauty. Ternyata mereka langsung menyukai hasil jepretan saya.Saya langsung terpilih untuk ikut International Photography Exhibition Tag Heuer dengan judul "Strength and Beauty Embodied by Avant-Garde Women" di Jakarta. Pesertanya para wanita berprestasi di bidangnya masing-masing termasuk fotografer wanita dari 15 negara. Saya sendiri tidak terlalu tahu apa kriterianya sampai foto saya terpilih. Setelah mendapat penghargaan itu, nama saya sebagai fotografer langsung naik dan disejajarkan dengan para fotografer profesional lainnya dari luar Indonesia, yang kebanyakan laki-laki. Rasanya bangga sekali.Di sela-sela kesibukan Anda, apa yang Anda lakukan bersama keluarga?Untuk mengisi waktu luang, saya lebih suka ke toko buku dan membeli berbagai judul buku. Itu saja sudah bikin saya senang bukan main. Saya sangat suka membaca, terutama manga atau komik Jepang. Jika sudah baca manga, stres atau capek yang rasa rasakan akibat terlalu banyak bekerja, langsung hilang.Kebetulan saya belum mempunyai anak. Saya baru dua tahun menikah dengan suami saya, Reza Ahmad Maulana. Meski suami saya bukan fotografer, dia sangat mendukung karier saya. Dia bekerja sebagai Associate Director di Apco Indonesia. Karena belum punya anak, kadang-kadang saya suka keasyikan kerja dan pulang tengah malam. Suami suka protes juga sih. Mungkin nanti setelah kami punya anak, saya akan sedikit membatasi waktu bekerja dan lebih mengutamakan keluarga.Lalu, apa obsesi Anda di kemudian hari?Keinginan saya bekerja dengan Sam Nugroho sudah terkabul. Dari segi finansial, saya pikir sudah cukup. Saya memilih untuk bekerja terus di The Looop. Karena The Looop merupakan perusahaan periklanan besar yang juga memiliki cabang di mana-mana, di Cina, Singapura, Jerman, dan negara lainnya. Namun, untuk memenuhi kepuasan pribadi sebagai fotografer, saya sedang menggodok secara matang konsep untuk membuat pameran bersama para fotografer perempuan lainnya.Selama ini saya ikut pameran, pesertanya lebih banyak laki-laki dan saya selalu menjadi satu-satunya peserta perempuan. Di Indonesia, perempuan fotografer memang masih jarang. Dan, saya ingin menginspirasi para perempuan lain untuk mau terjun ke bidang ini.
Intan Y. Septiani
Foto : Dok. Nova