Kegemukan? Hati-Hati, Lho!

By nova.id, Rabu, 25 Maret 2009 | 07:10 WIB
Kegemukan Hati Hati Lho! (nova.id)

Kegemukan Hati Hati Lho! (nova.id)

""

Kegemukan, atau obesitas, sebetulnya merupakan suatu penyakit. Namun, masih banyak penderitanya yang tidak menyadarinya. Padahal, bahaya sudah jelas mengintai pengidapnya.

Secara umum, obesitas berarti kegemukan. Dulu, untuk mengukur berat ideal, cara yang digunakan adalah tinggi badan dikurangi 100. Sekarang, kalangan medis mengukur kegemukan dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT diukur dari berat badan dalam kilogram, dibagi tinggi badan dalam meter yang dikuadratkan. Menurut dr. Samuel Oetoro, M.S. SpGK, ahli gizi dari Semanggi Specialist Clinic, untuk ukuran orang Indonesia, IMT yang menunjukkan angka 18,5 - 23 berarti normal. Angka 23 - 25 disebut overweight, 25 - 27 termasuk obesitas ringan, 27 - 30 disebut obesitas ringan, dan di atas 30 tergolong obesitas berat. Selain IMT, digunakan juga cara mengukur lingkar pinggang, untuk menilai risiko penyakit yang mungkin timbul berkaitan dengan obesitas. Lingkar pinggang ini berguna untuk menentukan apakah seseorang punya kecenderungan mengalami sindrom metabolik, yaitu kemungkinan seseorang mengalami kondisi tertentu. Antara lain, kadar gula darah tinggi, kadar trigliserida darah tinggi, hipertensi, dan serangan jantung. Sebab, jika terjadi obesitas, praktis diikuti pula dengan penumpukan lemak di dalam rongga perut. Normalnya, ukuran lingkar pinggang wanita tak boleh lebih dari 80 cm, sedangkan pria tak boleh melebihi 90 cm. Bila seseorang kelebihan lemak, di situlah banyak macam penyakit "bersarang". Itu sebabnya, imbuh Samuel, orang sebetulnya tidak boleh gemuk. Penelitian sudah membuktikan, penderita obesitas berisiko menderita penyakit diabetes, hipertensi, stroke, dan serangan jantung, meningkat 3 - 4 kali dibandingkan dengan yang tidak mengalami obesitas. Selain itu, dia juga terkena risiko penyempitan pembuluh darah, osteoastritis (sakit lutut karena benturan sendi yang menahan beban berat tubuh). Menilik dari risiko yang ditimbulkannya, obesitas termasuk penyakit berbahaya dalam jangka panjang. Namun, efek samping dari obesitas juga tak bisa diperkirakan kapan akan datang. "Belum tentu sekarang menderita, lalu saat ini juga meninggal cepat. Ada yang gemuk, tetap saja "aman". Tapi sebagian besar yang gemuk akan meninggal dalam usia muda," ujar Samuel.

FAKTOR MAKANAN Samuel mencontohkan, beberapa artis Indonesia mati muda akibat obesitas. Begitupun dengan pegulat sumo di Jepang jarang yang berusia lebih dari 40 tahun. Benarkah penderita obesitas hidupnya sehat-sehat saja? "Tidak. Terkena obesitas saja, orang sudah punya risiko lebih besar terkena penyakit. Malah, obesitas itu sendiri sudah tidak sehat," jawabnya. Seharusnya, imbuh Samuel, sekarang sudah didengungkan ke masyarakat, obesitas adalah penyakit, bukan keadaan. Sayangnya, selama ini orang yang kegemukan punya cara berpikir yang salah dan meremehkan penyakit ini, karena masih merasa aman-aman saja, dan beranggapan, yang penting tidak sakit. Lalu, apa saja penyebab obesitas? Pada prinsipnya, menurut Samuel, obesitas berkaitan dengan keseimbangan jumlah makanan yang dikonsumsi dan jumlah yang dikeluarkan, dalam bentuk aktivitas. Artinya, orang bisa jadi obesitas karena makanan yang ia konsumsi lebih banyak dibandingkan aktivitas yang dia lakukan. Sehingga, kalori yang masuk lebih besar dibandingkan kalori yang terbakar saat beraktivitas. Apalagi, jika secara kualitas makanan yang disantap juga buruk. Maksudnya, yang bersangkutan banyak mengonsumsi lemak. Namun, pola makan dan aktivitas hanya merupakan dua faktor utama obesitas. Faktor pendukung timbulnya obesitas bisa berasal dari hormon, psikologis dan genetik, meski faktor genetik tidak akan jadi penyebab kegemukan bila pola hidup diatur dengan baik. Besarnya kalori yang dikonsumsi bisa memengaruhi obesitas. Setiap 1 gram lemak, mengandung 9 kalori. Setiap 1 gram karbohidrat mengandung 4 kalori, dan 1 gram protein mengandung 4 kalori. Untuk mengukur apakah kalori yang disantap dalam satu hari terlalu banyak atau tidak, hitung saja berapa gram lemak, karbohidrat, dan protein yang dikonsumsi hari itu. Masing-masing dikalikan dengan kalori yang dikandungnya. "Jika dalam satu hari Anda makan lemak 300 gram saja, berarti ada 2700 kalori pasokan dari lemak. Jumlah ini besar sekali," papar Samuel.

GEMUK = LUCU? Besarnya kalori yang dibutuhkan tergantung dari jenis kelamin, usia, dan aktivitasnya. Perempuan aktif membutuhkan 1500 - 1800 kalori per hari dan pria aktif membutuhkan 2000 - 2500 kalori per hari. Akan berbahaya jika yang dikonsumsi melebihi dari jumlah itu, sementara aktivitasnya hanya sedikit. Sayangnya, jumlah penderita obesitas di Indonesia sangat besar dan dari tahun ke tahun justru terus meningkat, termasuk anak-anak. "Angka pastinya belum jelas, tapi coba lihat di mal, banyak anak dan orang dewasa yang kegemukan," tuturnya. Jumlah penderitanya lebih banyak perempuan, karena saat memasuki masa menopause atau di atas 40 tahun, mereka punya kecenderungan obesitas, meski tak berarti mereka mendominasi secara jumlah. Menurut samuel, jumlah penderita obesitas terus disebabkan oleh pola hidup dan keinginan untuk selalu serba enak. Misalnya, mengonsumsi junkfood karena lebih praktis dan cepat, malas bergerak, lebih suka naik mobil, atau menyuruh sekretaris dan office boy di kantor untuk melakukan sesuatu. Samuel menambahkan, obesitas pada anak pada dasarnya sama dengan obesitas pada orang dewasa. Sejak anak-anak, bahkan balita, berat tubuh harus mulai dijaga, jangan sampai kegemukan. Sayangnya, banyak orangtua yang beranggapan, anak gemuk berarti lucu, menggemaskan, dan sehat. Sehingga mereka berpikir, yang penting anaknya gemuk dan banyak makan. Padahal, anak yang sehat adalah anak yang berat badannya ideal. "Jauhkan pikiran, anak gemuk itu sehat atau pertanda hidup makmur. Pada anak, gemuk juga penyakit. Jadi, jika punya anak gemuk jangan bangga dulu, itu keliru dan harus disadarkan," tutur Samuel tegas. Jika anak mengalami kegemukan, penyakit penyempitan pembuluh darah jantung akan mulai terjadi sejak dia kanak-kanak. Kendati demikian, berat badan anak yang normal sangat tergantung dari usia dan tinggi badannya. Pada balita usia 2 tahun, Samuel mencontohkan, berat badan normalnya 15 kg. "Di Indonesia, obesitas pun mulai banyak diderita anak-anak. Penyebabnya, pola hidup dan kebiasaan yang diterapkan orangtuanya."

TAK BOLEH MALAS Pemberian susu formula yang terus-menerus pada balita pun, bisa menyebabkan obesitas. "Yang penting, bukan jenis susunya, tapi jumlahnya. Jika jumlahnya melebihi kebutuhan, bisa membuat gemuk," jelas Samuel. Pola makan dan gizi anak juga harus diperhatikan. Sayangnya, karena malas memasak dan ingin praktisnya saja, banyak orangtua memberikan makanan junkfood pada anaknya. Selain itu, sering makan permen, cokelat, es krim, cake dan makanan yang mengandung banyak gula, yang umumnya disukai anak-anak, juga penyebab menimbunnya lemak di tubuh mereka. Sebetulnya, lanjut Samuel, mengonsumsi makanan manis seperti itu tidak dilarang, asal tak berlebihan dan terus-menerus. Di samping itu, anak-anak sekarang lebih banyak bermain playstation atau game di komputer, sehingga kurang bergerak. "Pada prinsipnya, kan, harus imbang antara makan dan gerak tubuh agar tidak terjadi obesitas," tutur Samuel. Kebanyakan, yang dilakukan dan dikonsumsi anak tergantung dari yang diberikan orangtuanya. Seharusnya, sejak masih kecil anak sudah dibiasakan mengonsumsi makanan sehat, antara lain buah dan sayur. Meski anak tidak suka, orangtua tak boleh malas mengenalkan makanan sehat sejak usia dini, agar terlatih. Bila anak-anak tak suka buah dan sayur, Samuel menyarankan untuk menyamarkannya dengan membuat makanan yang dibentuk menarik atau diolah ke dalam bentuk lain. Misalnya, bola bakso berisi sayur, buah dipotong berbentuk bintang, atau dibuat puding. Dalam hal ini, orangtua dituntut pandai berkreativitas. Jika ini dilakukan, obesitas pada anak bisa dicegah dan ditanggulangi. "Kedua orangtuanya bisa saja gemuk, tapi jika pola hidup dan makan si anak diatur dengan baik dan dilatih rajin olahraga, dia tidak akan kegemukan," ujar Samuel. HASUNA DAYLAILATU

Boks: BISA SEMBUH TOTAL Ya, obesitas bisa disembuhkan. Kuncinya hanya satu: kemauan. Jangan pernah berpikir kegemukan Anda tak akan berkurang. Sebaliknya, berpikirlah optimis. Soal lamanya waktu yang dibutuhkan untuk sembuh, tergantung dari jumlah kelebihan lemak. Jika terlalu banyak, Samuel menyarankan untuk tidak memikirkan target waktu. "Jika kelebihannya 30 - 40 kg, kan, enggak mungkin turun dalam waktu dua bulan. Harus sabar," tutur Samuel. Pada penderita obesitas, kalori yang dikonsumsi harus lebih sedikit dari kebutuhan sehari-hari. Bila biasanya makan nasi sepiring, kurangi jadi tiga perempatnya. Jika ini dilakukan, pasti berat badan akan turun. "Sederhana, kok, caranya, cukup dengan hidup sehat. Soal penanganan, tinggal mengatur jumlah kalori yang masuk dan meningkatkan aktivitas." Hasuna

Boks: TIPS CEGAH OBESITAS 1. Konsumsi makanan sehat. Terutama sayur dan buah, kecuali durian yang mengandung gula. Alpukat boleh saja, tapi tanpa gula, cokelat, sirup, susu, atau es krim. Bagi penderita obesitas yang sedang diet, sebaiknya tak mengonsumsi mangga, karena mengandung gula. 2. Hindari lemak. Jauhi segala makanan berlemak dan gorengan. 3. Stop makan banyak! Jangan makan berlebihan dan berhenti sebelum kenyang. 4. Hindari camilan. Jauhi kue manis dan minuman yang mengandung gula, seperti teh manis, sirup, dan softdrink. 5. Olahraga. Lakukan olahraga teratur, minimal 30 menit setiap tiga kali seminggu. Jalan kaki bisa jadi pilihan. Jika terlalu gemuk, sebaiknya memilih berenang untuk menghindari benturan sendi, agar kaki tidak sakit. 6. Banyak bergerak. Jangan manjakan tubuh dan kaki, banyaklah bergerak. Bila pergi ke mal, jangan turun di depan lobi, parkirlah mobil lebih jauh dari tempat yang dituju. Saat di rumah, menyapu dan mengepel bisa membantu tubuh terus bergerak. Hasuna