Ketika Anak Menyakiti Binatang (2)

By nova.id, Jumat, 16 Maret 2012 | 22:30 WIB
Ketika Anak Menyakiti Binatang 2 (nova.id)

Kapan Harus Terapi?

Yang paling penting dalam kasus agresivitas anak adalah kemampuannya dalam mengelola kemarahan, mengendalikan atau mengontrol kemarahan, dan mengekspresikan kemarahan. Jika kontrol terhadap hewan saja tidak bisa diatasi, bukan tidak mungkin anak juga akan mudah lepas kontrol dan suka menyakiti orang di sekitarnya.

"Ada pengeneralisasian bagi anak. Hati-hati, anak yang agresivitasnya tinggi seperti itu bisa mengarah pada conduct disorder atau masuk dalam kategori gangguan perilaku yang mengarah pada kenakalan anak," ujar Vera. Namun sebelum anak-anak seperti ini dibawa ke terapi, lihat dulu seberapa besar risiko pengembangan potensi agresivitas tadi. Caranya dengan melihat beberapa hal berikut ini:

- Perhatikan temperamentalnya: Anak yang bertemperamen tinggi sejak lahir akan lebih sulit diprediksi dan sulit dikendalikan.

- Kecerdasan anak: Ada beberapa anak yang kecerdasannya memang tidak memadai untuk diajarkan tentang nilai moral.

- Kurang kasih sayang orangtua: Orangtua tidak dekat dengan anak dan tidak ada pola komunikasi yang terbuka antara orangtua-anak dan anak menjadi objek bully di sekolah.

Jika tiga hal ini ada pada anak Anda, Vera menyarankan untuk langsung saja membawanya ke psikolog anak.

Dampingi Saat Menonton Teve

Vera menekankan, anak yang suka menyiksa binatang tidak ada hubungannya dengan apa yang disaksikannya di televisi. "Selama ketika anak menonton teve ada supervisor yang meng-guide anak, anak boleh, kok, melihat tayangan kekerasan," ujar penulis buku I was an Ugly Duckling, I am A beautiful Swan ini. Artinya, bimbingan orangtua mutlak diperlukan.

Ketika bersama-sama menonton teve, terutama untuk tayangan kekerasan, orangtua wajib menerangkan kepada anak dengan cara, "Perilaku itu jangan kamu contoh, ya. Itu tidak baik," atau "Kalau di film, penjahat mungkin bisa bebas, tapi kalau di dunia nyata yang jahat itu pasti ditangkap polisi, diadili, terus dipenjarakan," atau "Di film, hewan itu tidak benar-benar mati. Tapi, jika kamu melakukan kekerasan terhadap hewan dalam kehidupan nyata, hewannya bisa saja mati".

Tambah pula wawasan anak dengan mengatakan sejauh mana kebenaran film dan realita kehidupan secara konkret agar ia bisa menghayati nilai-nilai moral yang positif yang sesungguhnya. Jika tidak melalui orangtua, dari mana anak bisa memiliki pengalaman tentang empati, pemecahan masalah, dan agresivitas yang tepat?

Ester Sondang