Mengintip Privasi Anak (1)

By nova.id, Rabu, 21 Desember 2011 | 23:27 WIB
Mengintip Privasi Anak 1 (nova.id)

Mengintip Privasi Anak 1 (nova.id)

"Foto: Getty Images "

Buku diary atau ponsel Si Kecil yang tergeletak dan lupa "disembunyikan" biasanya sangat menggoda untuk diintip. Apalagi jika buah hati begitu tertutup atau lebih memilih bercerita di diary, pada pengasuh, atau teman dekat. Sementara di lain pihak, sebagai orangtua, Anda ingin selalu mengetahui perkembangan dan aktivitasnya. Tak hanya diary, ada saatnya pula Si Kecil mulai menginginkan privasi dengan meminta kunci kamar atau melarang Anda menyentuh mainannya.

Menurut Psikolog Anna Surti Ariani, Psi., meminta privasi tidak selalu berarti ia ingin menarik diri dari Anda, kok. Yang harus dipahami adalah bahwa setiap orang memang membutuhkan ruang personal, termasuk anak. Nina (panggilan akrabnya) juga menjelaskan bahwa privasi bukan selalu rahasia besar yang membahayakan. Pada anak yang belum menginjak masa remaja (di bawah usia 12 tahun), koleksi mainan, buku harian, hingga aktivitasnya bersama teman-teman, dianggap urusan personal sehingga ia menginginkan kuasa atas hal tersebut.

Memberikan privasi dan naluri untuk melindungi, memang idealnya dilakukan secara beriringan. Selama Si Kecil terpantau baik-baik saja, hargai dia dengan memberikan kepercayaan. "Sementara jika terlihat ada yang berbeda pun, tidak harus dicek melalui hal-hal pribadi seperti dompet, buku harian, isi tas, atau kamarnya. Toh kita bisa tanya langsung dan diskusi dengan anak, atau kenali dari hal lain seperti roman mukanya. Jadi masih sopan dan tidak mengganggu privasi," urai Nina.

Berbagi Rahasia

Untuk membiasakan sikap terbuka antara ibu dan anak, menurut Nina, selain rutin berbincang santai, bisa juga ditempuh dengan cara bertukar rahasia. Tentunya bukan rahasia yang sangat pribadi atau urusan pekerjaan. Contohnya, Anda bisa bercerita tentang kesalahan kecil yang Anda lakukan di rumah. "Kak, Ibu enggak sengaja numpahin sirop ke kemeja kesukaan Ayah. Jangan bilang-bilang Ayah dulu, ya, mau Ibu cuci dulu. Semoga hilang nodanya." Anak pun akan merasa dipercaya dan lebih terbuka ketika ibunya berani berbagi hal-hal kecil.

Ingin memberikan ruang personal untuk anak? Boleh saja, asal berikan dalam bentuk keleluasaan yang bersyarat dan bertanggungjawab. Sebagai contoh, buat kesepakatan dengan suami kapan saat yang tepat untuk memberikan kunci kamar atau kunci lemari pada anak, lalu tentukan syaratnya. Misalnya orangtua tetap memegang kunci cadangan sehingga jika anak mulai sulit diatur dan enggan bercerita, ibu atau ayah bisa membuka lemarinya.

Dengan begitu, menurut Nina, anak akan "aman" di kamarnya. Ia pun merasa harus bertanggung jawab dan menghindari melanggar perjanjian. Ketika sudah sepakat, ibu harus membuktikan bahwa ia dapat menjaga kepercayaan dengan tidak terlalu banyak ikut campur.

Khawatir Ketika Janggal

Wajar saja bila anak ngambek ketika tahu tiba-tiba privasinya diusik. "Dia akan merasa seperti ditipu dan dikhianati kepercayaannya. Jika sudah begitu, dia akan lebih melindungi dirinya dengan mencari jalan lain untuk menutupi," jelas Nina.

Namun ketika kita melihat perilaku anak yang janggal, kita boleh khawatir dan mencari tahu tanpa mengintip ruang privasinya. "Pertama, tanya dengan hati-hati. Jika anak sudah sangat tertutup sehingga kita tidak bisa mengajaknya mengobrol dan tidak tahu kondisi dia seperti apa, jalan yang bisa ditempuh selanjutnya adalah cari tahu dari teman-temannya. Indikator lain sampai kita bisa membuka privasinya adalah ketika dia dan orang terdekatnya juga sudah tidak bisa terbuka pada kita," papar Nina.

Annelis Brilian / bersambung