"Fifty Shade of Grey" Semakin Tuai Kontroversi & Diprotes Kelompok Anti-Pornografi di AS

By nova.id, Jumat, 6 Februari 2015 | 14:26 WIB
Fifty Shade of Grey Semakin Tuai Kontroversi Diprotes Kelompok Anti Pornografi di AS (nova.id)

Tabloidnova.com - Film drama bertema romantis-erotis Fifty Shades of Grey yang telah menjadi fenomena di seluruh dunia ini sudah dipastikan tak dapat tayang di Indonesia.

Apalagi pada Kamis (5/2) United International Pictures Indonesia (UIP) selaku distributor film tersebut, melalui akun Twitter resmi mereka menyatakan, "Film Fifty Shades of Grey tidak akan ditayangkan di Indonesia karena tidak sesuai dengan kriteria penyensoran. #FiftyShades."

Diangkat dari buku novel karya EL James yang terjual lebih dari 100 juta juta kopi di seluruh dunia dan telah memiliki penggemar atau fanbase kuat di berbagai negara ini, filmnya disutradarai oleh Sam Taylor-Johnson. Sayang, rupanya film ini tak diterima oleh beberapa negara, termasuk Indonesia.

Padahal sejatinya, film ini siap dirilis di Amerika Serikat (AS) dan berbagai negara tepat pada momen Hari Valentine, 14 Februari mendatang. Ironisnya, di AS sendiri, Fifty Shades of Grey diberi rating NC-17 oleh Motion Picture Association of America (MPAA), dengan alasan kuatnya unsur seksual dalam dialog, bahasa, dan visual.

Sehingga, remaja usia 17 tahun ke bawah di AS  yang berminat menonton film ini wajib didampingi oleh orangtua mereka. Namun secara mengejutkan, dengan alasan yang belum jelas, segmen Fifty Shades of Grey kemudian diubah menjadi label 'R' atau film yang biasa ditonton oleh kalangan remaja.

Akibat perubahan label ini, timbul protes keras dari kelompok anti-pornografi di AS yang dinamakan Morality In Media. Mereka mengutuk, perubahan label rating itu karena dianggap tidak sesuai dengan konten yang ada dalam filmnya.

"Film itu memiliki tema seksual yang sangat kuat. Ada tema BDSM atau masokisme di dalam film itu, sehingga tidak cukup jika hanya diberi label 'R'," papar Excecutive Director Morality In Media, Dawn Hawkins, seperti dilansir dari laman Aceshowbiz belum lama ini.

Hawkins melanjutkan: "Ada unsur ketidaksetaraan terhadap perempuan, dialog tentang seksualitas, perilaku yang tidak biasa, dan pose telanjang. Ditambah lagi adanya unsur kekerasan seksual yang tidak mungkin ditonton oleh anak-anak atau remaja, kendati didampingi orangtua mereka saat menyaksikannya."

Intan Y. Septiani/Tabloidnova (DARI BERBAGAI SUMBER)