Boleh Menangis, Asal...

By nova.id, Rabu, 23 November 2011 | 22:36 WIB
Boleh Menangis Asal (nova.id)

Boleh Menangis Asal (nova.id)

"Foto: Getty Images "

Pernahkah Anda melihat seorang anak menangis sambil berteriak di sebuah mal karena dia menginginkan mainan yang dipajang di toko? Memang ada beberapa anak yang menggunakan tangisan sebagai "senjata" untuk mendapatkan keinginannya. Kadang, karena sudah kehabisan akal, ada ibu yang tidak memedulikan (mengabaikan) anak, bahkan sampai memukulnya. Bukannya jera dan diam, tangisan dan teriakan anak malah semakin kencang sampai mengundang perhatian orang lain.

Kedua sikap tadi mungkin tidak sama baiknya dengan sikap anak. Tapi, sebagai manusia yang lebih dewasa, ibu atau ayah harus bisa menanganinya dengan cara yang lebih bijak. Jadi, bagaimana seharusnya menangani tingkah laku anak-anak seperti itu? Patricia Henderson Shimm, pendidik dan penulis mengatakan, orangtua justru harus lebih tenang dan tidak gelisah. "Jangan sampai frustasi saat menangani persoalan ini, karena jika tidak keadaan malah akan menjadi lebih buruk," ujar Patricia.

Misalnya, ketika anak menangis sambil melempar botol minumannya, orangtua bisa berkata kepada anak, "Kamu boleh saja menangis. Ibu tahu kamu sedih karena Ibu tidak membelikan mainan itu, tapi jangan sampai melempar barang. Kalau botolmu itu mengenai orang lain bagaimana?"

Cari Tahu Alasannya

Nah, untuk memahami tindakan tepat saat anak "mengamuk", pahami beberapa hal penting. Seperti contoh di atas, tunjukkan pada anak kalau orangtua mengetahui alasan anak menangis. Misalnya, anak sedih tidak dibelikan mainan, anak marah karena tidak bisa main dengan teman-temannya, atau yang lainnya.

Jelaskan juga kepada anak mengapa orangtua tidak mengabulkan keinginan anaknya. Misalnya, anak ngotot ingin membeli mainan baru. Jelaskan kepadanya, kalau mainan yang diinginkannya sudah ada di rumah atau hari itu bukan jadwal anak untuk membeli mainan baru. Atau jika kondisi ini terjadi di rumah, pandu anak dengan tegas agar ia pergi ke kamarnya. "Kamu harus tetap berada di kamar sampai kamu tenang!" Tunjukkan kalau Andalah pemimpinnya!

Ekspresikan Diri

Jangan batasi anak untuk mengekspresikan dirinya. Izinkan ia untuk merasakan apa yang dia rasakan. Ketika anak menangis tak henti, seringkali orangtua membentak anak untuk diam. Saat Anda membentaknya, perasaan anak malah akan semakin tersakiti. Anak akan berpikir, kalau ayah atau ibunya memang tidak mengerti perasaannya sama sekali. Di sisi lain, ketika anak menangis seperti itu, orangtua jangan menertawakannya. Tunjukkan lewat mimik wajah kalau Anda sangat tidak suka dengan perbuatannya.

Jangan Memukul

Ingatlah prinsip, "Boleh marah, asal jangan merugikan orang lain". Saat anak meraung-raung sambil melempar atau merusak barang, katakan kepadanya kalau tindakannya sangat merugikan dirinya atau orang lain. Misalnya, bisa saja buku yang dia lemparkan rusak atau mengenai orang yang sedang lalu-lalang. Jelaskan kepada anak, "Kalau bukumu rusak, berarti Ayah harus mengeluarkan uang lagi untuk membeli buku yang sama. Bukankah itu namanya pemborosan?"

Beritahu anak kalau perbuatannya yang mengundang perhatian banyak orang bisa mempermalukan dirinya. "Coba lihat, semua orang memandangmu. Apa kamu tidak malu? Ibu saja malu, lho." Biasanya dengan begini, anak-anak akan merendahkan suara tangisnya.