Kok, Bikin Berantakan Terus, Sih, Sayang?

By nova.id, Jumat, 18 November 2011 | 22:54 WIB
Kok Bikin Berantakan Terus Sih Sayang (nova.id)

Tak perlu marah, apalagi dilarang. Lebih baik, beri pengertian dan batasan-batasan mana yang boleh dan tidak ia lakukan. Justru dari situ, si kecil bakal kreatif dan percaya diri.

Di awal-awal usia batita, si kecil lagi gemar-gemarnya ngeberantakin apa saja; dari mainan, isi laci lemari buku kakak, barang pajangan ibu, sampai perkakas kerja ayah. Menghadapi "hobi" si kecil yang satu ini, jangan pernah terpancing marah ya, Bu-Pak, apalagi sampai mencapnya sebagai anak nakal atau troublemaker. Soalnya, usia batita memang merupakan masa bereksplorasi.

Menurut Sri Tiatri, Psi., lewat aktivitas ini, si kecil cuma ingin tahu, kok, "Ada apa, sih, di laci?", atau, "Kenapa, ya, mobil-mobilan ini bisa jalan sendiri?", dan sebagainya. "Jadi, karena didorong rasa ingin tahu inilah, ia lantas mengeksplorasi apa saja yang dianggapnya menarik," kata psikolog dari Universitas Tarumanagara, Jakarta, yang akrab disapa Tia ini. Terlebih lagi, rasa ingin tahu merupakan kebutuhan dasar manusia.

TERGANTUNG ORANG TUA

Tentu saja, aktivitas ini amat bermanfaat buat si kecil. Bukankah ia pasti akan memegang-megang, meraba, dan mengamati objek eksplorasinya, bahkan menumpahkan atau memindah-mindahkannya dari satu tempat ke tempat lain? Ini berarti, ia tengah mengasah sensori motoriknya. Dengan demikian, struktur kognitifnya (kemampuan berpikir) juga berkembang.

Saat memukul-mukul tempat pensil kosong, contoh, akan terdengar bunyi "teng-teng-teng". Namun begitu tempat pensil yang sama terisi penuh dipukul-pukul, bunyinya akan berubah. "Minimal wawasan anak diperkaya karena ia kini bisa membedakan bunyi benda tertentu saat kosong dan penuh," bilang Tia. Selain itu, si kecil pun akan terpancing untuk mencari tahu lebih jauh, "Kenapa bisa begitu, ya?" Nah, berarti, kan, kemampuan kognitifnya berkembang?

Namun berkembang-tidaknya keinginan si kecil untuk bereksplorasi, amat ditentukan oleh penerimaan dan dukungan dari lingkungan, terutama orang tua. Bila kita banyak melarang -apalagi kebanyakan orang tua biasanya dalam melarang tak pernah disertai penjelasan-, praktis si kecil akan bingung dan selalu takut berbuat sesuatu. Dampaknya, ia tumbuh jadi anak yang berwawasan sempit dan tak kreatif karena rasa ingin tahunya tak berkembang.

Kemungkinan lain, "ia akan tumbuh jadi anak munafik dalam arti, di depan kita ia bersikap sangat manis, tapi di belakang kita malah melampiaskan rasa ingin tahunya dengan cara-cara ngawur. Kalau sudah begitu, bukankah anak malah akan melakukan hal-hal yang tak kita inginkan?" Sebaliknya, bila kita mendukung, si kecil akan tumbuh jadi anak yang inovatif dan kreatif, serta penuh percaya diri. Bukan tak mungkin, lo, ia kelak jadi seorang peneliti/penemu dengan segudang ide.

Intinya, bagaimana sikap kita pada si kecil akan sangat menentukan bagaimana si kecil berkembang nantinya. Jadi, bila kita memang ingin punya anak yang pemberani, penuh percaya diri, kreatif, dan inovatif, maka kita harus memberi kesempatan pada si kecil untuk bereksplorasi, termasuk ngeberantakin apa saja.

PERLU PENDAMPINGAN

Bukan berarti kita lantas melepas si kecil berbuat semaunya, lo. Bagaimanapun ia tetap harus diajarkan nilai-nilai kebaikan semisal kerapian dan kebersihan. Jadi, usai ia main atau ngeberantakin, mintalah untuk membereskannya kembali. "Jika ini dibiasakan, dalam dirinya akan tumbuh rasa tanggung jawab atas perbuatannya," kata Tia. Hanya saja, saat menanamkan nilai-nilai tadi jangan terkesan amat kaku hingga membuat si kecil mengkeret, melainkan dengan melibatkannya langsung dalam suasana menyenangkan. Awalnya, tawarkan bantuan, misal, "Dek, mainan yang berantakan ini kita beresin lagi, yuk. Mama bantuin, deh."

Bila kita melakukannya dengan cara-cara keras atau kasar dan kaku, hanya akan membuat si kecil protes dengan caranya sendiri semisal ogah-ogahan atau malah tak mau sama sekali mengerjakan perintah kita. Bukan cuma itu, "dampak ke depannya, ia akan tumbuh jadi anak yang tak disiplin dan tak punya rasa tanggung jawab." Bayangkan, apa jadinya jika seorang ilmuwan/peneliti tak punya disiplin dan tanggung jawab? Bisa-bisa hasil temuannya nanti malah ia gunakan untuk hal-hal yang membahayakan banyak orang. Celaka, kan?