Mengembangkan Kecerdasan Moral Anak

By nova.id, Minggu, 14 November 2010 | 17:04 WIB
Mengembangkan Kecerdasan Moral Anak (nova.id)

BELAJAR DARI TV

 Anak biasanya suka sekali nonton TV. Kita bisa memanfaatkan media ini untuk menerangkan pesan moral yang tertangkap dari tayangan yang ditonton anak. Itulah mengapa, para ahli selalu menganjurkan orang tua agar mendampingi anak selagi menonton TV. "Jadi, bukan hanya sekadar duduk menonton, tapi juga membahas apa yang ingin disampaikan dari tayangan tersebut," ujar Rostiana. Kala menonton berita kekerasan, misalnya, "orang tua bisa mengatakan bahwa perbuatan itu sadis dan terangkan apa itu perilaku sadis yang dikaitkan dengan sistem moralnya." Misal, "Sadis itu perilaku yang salah karena merugikan orang lain." Bila dari sosialnya sudah ketangkap oleh anak, selanjutnya kaitkan dengan nilai agamanya. Misal, "Oleh karena itu agama melarang perbuatan sadis." Dengan demikian, ia tahu bahwa agama mempunyai posisi yang lebih tinggi. Sarana lain yang bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan kecerdasan moral anak ialah bacaan, film, maupun situasi yang dijumpai kala jalan-jalan.

WASPADAI PENGARUH BURUK LINGKUNGAN HETEROGEN

 Menurut Rostiana, akan lebih mudah bila kita tinggal di lingkungan homogen ketimbang heterogen. Soalnya, di lingkungan homogen semisal kompleks perumahan, karakteristik orangnya juga cenderung homogen, sehingga akan lebih mudah bagi kontrol moral anak. "Sesama orang tua di lingkungan tersebut akan saling mengingatkan bila ada anak yang menunjukkan perilaku tak sopan atau salah."

Dengan demikian, ajaran yang diterima anak dari lingkungannya akan sama dengan ajaran yang diterima dari rumah. Tak demikian halnya di lingkungan heterogen, apa yang diajarkan lingkungan akan berbeda dengan yang diterima anak dari rumah. "Orang tua juga akan sulit mendeteksi dari mana perilaku tersebut diperoleh anak." Nah, agar si kecil terhindar dari pengaruh buruk lingkungan heterogen, Ibu-Bapak harus lebih sering berkomunikasi dengannya. "Kita, kan, enggak bisa mengontrol lingkungan. Jadi, anak kitalah yang kita kontrol. Caranya, ya, dengan komunikasi."

Jika ia sampai terpengaruh, misal, omong kasar/jorok atau duduk di atas meja, berarti kita harus kembali menjelaskan kepadanya, "bahwa tak semua hal yang ada di lingkungan itu baik." Terangkan dengan bahasa sederhana, misal, "Orang-orang itu enggak sama dengan Papa-Mama. Apa yang mereka lakukan itu sebenarnya enggak baik, tapi mereka enggak kasih tahu karena mereka sendiri enggak tahu bahwa itu sebenarnya salah."

KEJUJURAN DARI RUMAH

 Bila ingin si kecil jujur, mulailah dari rumah. Ibu-Bapak harus mengusahakan untuk berperilaku yang bisa ditangkap anak sebagai suatu kejujuran. Misal, Ibu atau Bapak capek pulang kerja dan tak mau menerima telepon. Jangan minta anak untuk berbohong dengan mengatakan Ibu/Bapak sedang pergi atau belum pulang, tapi katakan, "Hari ini Ibu capek sekali dan ingin istirahat. Nanti kalau ada telepon, bilang Ibu lagi istirahat, ya."

Alasan tersebut jelas dan tak mengada-ada karena Ibu/Bapak memang capek dan butuh istirahat. "Tapi harus benar-benar istirahat, lo, bukan malah pergi berjalan-jalan, misalnya," ujar Rostiana. Bila demikian, berarti sudah berbohong. Itulah mengapa, penting bagi orang tua untuk menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai yang diajarkan kepada anak.

AJARKAN NILAI YANG SAMA PADA PENGASUH

 Supaya yang kita ajarkan kepada anak tak meleset terlalu jauh, saran Rostiana, sebaiknya kita juga mengajarkan nilai-nilai yang sama kepada pembantu atau pengasuh anak. Terlebih pada ibu-ibu bekerja yang sebagian besar waktu anaknya dihabiskan bersama si pengasuh, sehingga nilai-nilai moral si pengasuh pun akan terserap oleh anak. "Itulah pentingnya kita mencari pembantu ataupun pengasuh anak yang mempunyai konsep nilai sepaham dengan kita. Paling tidak, kita ajarkan agar sama."

Indah Mulatsih